Menurut 'Abdullah
bin Syaddad, ada dua jenis ghirah. Pertama, ghirah yang dengannya
seseorang dapat memperbaiki keadaan keluarga. Kedua, ghirah yang dapat
meyebabkannya masuk neraka.
Ditinjau dari
nilainya di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala, cemburu ada dua macam. Dalam sebuah
hadist disebutkan, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi was allam bersabda:
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ قَالَ: إِنَّ مِنَ الْغِيْرَةَ مَا يُحِبُّ
اللهُ وَمِنْهَا مَا يَبْغُضُ اللهُ فَالْغِيْرَةُ الَّتِيْ يُحِبُّ اللهُ
الْغِيْرَةُ فِيْ الرَّيْبَةِ وَالْغِيْرَةُ الَّتِيْ يَبْغُضُ اللهُ الْغِيْرَةُ
فِيْ غَيْرِ الرَّيْبَةِ
"Ada
jenis cemburu yang dicintai AllahSubhanahu wa Ta'ala, adapula yang dibenci-Nya.
Yang disukai, yaitu cemburu tatkala ada sangkaan atau tuduhan. Sedangkan yang
dibenci, yaitu adalah yang tidak dilandasi keraguan"
[Sunan al Baihaqi 7/308]
Disebutkan di
dalam hadits, bahwa Saad bin Ubadah Radhiyallahu 'anhu berkata:
قَالَ سَعْدُ بْنُ
عُبَادَةَ : لَوْ رَأَيْتُ رَجُلاً مَعَ امْرَأَتِيْ لَضَرَبْتُهُ بِالسَّيْفِ
غَيْرَ مُصَفِّحٍ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
أَتَعْجَبُوْنَ مِنْ غِيْرَةِ سَعْدٍ لأَنَا أَغْيَرُ مِنْهُ وَاللهُ أَغْيَرُ مِنِّيْ
"Sekiranya
aku melihat seorang laki-laki bersama dengan isteriku, niscaya akan kutebas ia
dengan pedang," ucapan itu akhirnya sampai kepada Rasulullah. Lalu beliau
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,”Apakah kalian merasa heran terhadap
kecemburuan Saad? Demi Allah, aku lebih cemburu daripadanya, dan Allah lebih
cemburu daripadaku.” [HR Bukhari 5/2002]
Ditinjau dari
sisi yang lain, cemburu ada dua macam.
Pertama, ghirah
lil mahbub (cemburu membela orang yang dicintai).
Kedua, ghirah 'alal-mahbub
(cemburu membela agar jangan sampai ada orang lain yang juga mencintai orang
yang dicintainya).
Ghirah lil mahbub
adalah pembelaan seseorang terhadap orang yang dicintai, disertai dengan emosi
demi membelanya, ketika hak dan kehormtan orang yang dicintai diabaikan atau
dihinakan. Dengan adanya penghinaan tersebut, ia marah demi yang dicintainya,
kemudian membelanya dan berusaha melawan orang yang menghina tadi. Inilah
cemburu sang pecinta yang sebenarnya. Dan ini pula ghirah para rasul dan pengikutnya
terhadap orang-orang yang menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta'ala, serta
melanggar syariat Allah Subhanahu wa Ta'ala. Jenis ghirah inilah yang
semestinya dimiliki seorang muslim, untuk membela Allah Subhanahu wa Ta'ala,
Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam dan agama-Nya.
Adapun ghirah
'alal-mahbub adalah kecemburuan terhadap orang lain yang ikut mencintai orang
yang dicintainya. Jenis ghirah inilah yang hendak kita kupas pada pembahasan
ini.
Beberapa
Contoh Kecemburuan Sebagian Isteri Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam
Disebutkan dalam
sebuah riwayat, Anas Radhiyallahu 'anhu berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ بَعْضِ نِسَائِهِ فَأَرْسَلْتْ إِحْدَى
أُمَّهَاتِ الْمُؤْمِنِيْنَ بِصَحْفَةٍ فِيْهَا طَعُامٌ فَضَرَبَتِ الَّتِيْ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ بَيْتِهَا يَدَّ الْخَادِمِ
فَسَقَطَتِ الصَّحْفَةُ فاَنْفَلَقَتْ فَجَمَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَلْقَ الصَّحْفَةِ ثُمَّ جَعَلَ يَجْمَعُ فِيْهَا الطَّعَامَ الَّذِيْ
كَانَ فِيْ الصَّحْفَةِ وَيَقُوْلُ: غَارَتْ أُمُّكُمْ ثُمَّ حُبِسَ الْخَادِمُ
حَتَّى أَتَى بِصَحْفَةٍ مِنْ عِنْدِ الَّتِيْ هُوَ فِيْ بَيْتِهَا فَدَفَعَ
الصَّحْفَةَ الصَّحِيْحَةَ إِلَى الَّتِيْ كَسَّرَتْ صَحْفَتَهَا وَأَمْسَكَ
الْمَكْسُوْرَةَ فِيْ بَيْتِ الَّتِيْ كَسَّرَتْ
"Suatu
ketika Nabi di rumah salah seorang isteri beliau. Tiba-tiba isteri yang lain
mengirim mangkuk berisi makanan. Melihat itu, isteri yang rumahnya kedatangan
Rasul memukul tangan pelayan pembawa makanan tersebut, maka jatuhlah mangkuk
tersebut dan pecah. Kemudian Rasul mengumpulkan kepingan-kepingan pecahan
tersebut serta makanannya, sambil berkata: "Ibu kalain sedang cemburu,”
lalu Nabi menahan pelayan tersebut, kemudian beliau memberikan padanya mangkuk
milik isteri yang sedang bersama beliau untuk diberikan kepada pemiliki mangkuk
yang pecah. Mangkuk yang pecah beliau simpan di rumah isteri yang sedang
bersama beliau" [HR Bukhari 5/2003]
Ibnu Hajar
menjelaskan bahwa isteri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang memecahkan
mangkuk adalah 'Aisyah Ummul Mu’minin, sedangkan yang mengirim makanan adalah
Zainab binti Jahsy. [Fathul Bari (7/149 dan 9/236)]
Dalam hadist yang
lain diriwayatkan:
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا
قَالَتْ: مَا غِرْتُ عَلَى امْرَأَةٍ لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ كَمَا غِرْتُ عَلَى خَدِيْجَةَ لِكَثْرَةِ ذِكْرِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِيَّاهَا وَثَنَائِهِ عَلَيْهَسا
"Dari
'Aisyah : “Aku tidak cemburu kepada seorang wanita terhadap Rasulullah
sebesar cemburuku kepada Khadijah, sebab beliau selalu menyebut namanya dan
memujinya" [HR Bukhari 5/2004].
Dalam sebuah
riwayat disebutkan, 'Aisyah berkata: “Tatkala pada suatu malam yang Nabi
berada di sampingku, beliau mengira aku sudah tidur, maka beliau keluar. Lalu
aku (pun) pergi mengikutinya. (Aku menduga beliau pergi ke salah satu isterinya
dan aku mengikutinya sehingga beliau sampai di Baqi’). Beliau belok, aku pun
belok. Beliau berjalan cepat, aku pun berjalan cepat, akhirnya aku
mendahuluinya. Lalu beliau bersabda: “Kenapa kamu, hai 'Aisyah, dadamu berdetak
kencang?” Lalu aku mengabarkan kepada beliau kejadian yang sesungguhnya, beliau
bersabda: “Apakah kamu mengira bahwa Allah dan Rasul-Nya akan menzhalimimu?” [HR
Muslim (2/670), secara ringkas]
Nasihat
Bagi Wanita Dalam Mengendalikan Perasaan Cemburu
Sebagaimana
fenomena yang kita lihat dalam kehidupan rumah tangga pada umumnya, tampaklah
bahwa sifat cemburu itu sudah menjadi tabiat setiap wanita, siapun orangnya dan
bagaimanapun kedudukannya. Akan tetapi, hendaklah perasaan cemburu ini dapat
dikendalikan sedemikian rupa, sehingga tidak menimbulkan masalah yang bisa
menghancurkan kehidupan rumah tangga.
Berikut beberapa
nasihat yang perlu diperhatikan oleh para isteri untuk menjaga keharmonisan
kehidupan rumah tangga, sehingga tidak ternodai oleh pengaruh perasaan cemburu
yang berlebihan.
1. Seorang isteri
hendaklah bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan bersikap pertengahan
dalam hal cemburu terhadap suami. Sikap pertengahan dalam setiap perkara
merupakan bagian dari kesempurnaan agama dan akal seseorang. Dikatakan oleh
Nabi Shallalahu 'alaihi wa sallam kepada 'Aisyah Radhiyallahu 'anha : "Hai
'Aisyah, bersikaplah lemah-lembut, sebab jika Allah menginginkan kebaikan pada
sebuah keluarga, maka Dia menurunkan sifat kasih-Nya di tengah-tengah keluarga
tersebut [HR Ahmad. Lihat Majmu’ Zawaid 8/19]". Dan sepatutnya seorang
isteri meringankan rasa cemburu kepada suami, sebab bila rasa cemburu tersebut
melampaui batas, bisa berubah menjadi tuduhan tanpa dasar, serta dapat menyulut
api di hatinya yang mungkin tidak akan pernah padam, bahkan akan menimbulkan
perselisihan di antara suami isteri dan melukai hati sang suami. Sedangkan
isteri akan terus hanyut mengikuti hawa nafsunya.
2. Wanita
pecemburu, lebih melihat permasalahan dengan perasaan hatinya daripada indera
matanya. Ia lebih berbicara dengan nafsu emosinya dari pada pertimbangan akal
sehatnya. Sehingga sesuatu masalah menjadi berbalik dari yang sebenarnya.
Hendaklah hal ini disadari oleh kaum wanita, agar mereka tidak berlebihan
mengikuti perasaan, namun juga mempergunakan akal sehat dalam melihat suatu
permasalahan.
3. Dari
kisah-kisah kecemburuan sebagian isteri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam tersebut, bisa diambil pelajaran berharga, bahwa sepatutnya seorang
wanita yang sedang dilanda cemburu agar menahan dirinya, sehingga perasaan
cemburu tersebut tidak mendorongnya melakukan pelanggaran syari'at, berbuat
zhalim, ataupun mengambil sesuatu yang bukan haknya. Maka janganlah mengikuti
perasaan secara membabi buta.
4. Seorang isteri
yang bijaksana, ia tidak akan menyulut api cemburu suaminya. Misalnya, dengan
memuji laki-laki lain di hadapannya atau menampakkan kekaguman terhadap
penampilan laki-laki lain, baik pakainnya, gaya bicaranya, kekuatan fisiknya
dan kecerdasannya. Bahkan sangat menyakitkan hati suami, jika seorang isteri
membicarakan tentang suami pertamanya atau sebelumnya. Rata-rata laki-laki
tidak menyukai itu semua. Karena tanpa disadarinya, pujian tersebut bermuatan
merendahkan "kejantanan"nya, serta mengurangi nilai kelaki-lakiannya,
meski tujuan penyebutan itu semua adalah baik. Bahkan, walaupun suami bersumpah
tidak terpengaruh oleh ungkapannya tersebut, tetapi seorang isteri jangan
melakukannya. Sebab seorang suami tidak akan bisa melupakan itu semua selama
hidupnya.
5. Ketahuilah
wahai para isteri! Bahwa yang menjadi keinginan laki-laki di lubuk hatinya
adalah jangan sampai ada orang lain dalam hati dan jiwamu. Tanamkan dalam
dirimu bahwa tidak ada lelaki yang terbaik, termulia, dan lainnya selain dia.
6. Wahai, para
isteri! Jadikanlah perasaan cemburu kepada suami sebagai sarana untuk lebih
mendekatkan diri kepadanya. Jangan menjadikan ia menoleh kepada wanita lain
yang lebih cantik darimu. Berhias dirilah, jaga penampilan di hadapannya agar
engkau selalu dicintai dan disayanginya. Cintailah sepenuh hatimu, sehingga
suami tidak membutuhkan cinta selain darimu. Bahagiakan ia dengan seluruh jiwa,
perasaan dan daya tarikmu, sehingga suami tidak mau berpisah atau menjauh
darimu. Berikan padanya kesempatan istirahat yang cukup. Perdengarkan di
telinganya sebaik-baik perkataan yang engkau miliki dan yang paling ia senangi.
7. Wahai, para
isteri! Janganlah engkau mencela kecuali pada dirimu sendiri, bila saat suamimu
datang wajahnya dalam keadaan bermuram durja. Jangan menuduh –salah- kecuali
pada dirimu sendiri, bila suamimu lebih memilih melihat orang lain dan
memalingkan wajah darimu. Dan jangan pula mengeluh bila engkau mendapatkan
suamimu lebih suka di luar daripada duduk di dekatmu. Tanyakan kepada dirimu,
mana perhatianmu kepadanya? Mana kesibukanmu untuknya? Dan mana pilihan
kata-kata manis yang engkau persembahkan kepadanya, serta senyum memikat dan
penampilan menawan yang semestinya engkau berikan kepadanya? Sungguh engkau
telah berubah di hadapannya, sehingga berubah pula sikapnya kepadamu. Lebih
dari itu, engkau melemparkan tuduhan terhadapnya karena cemburu butamu.
8. Dan ingatlah
wahai para isteri! Suamimu tidak mencari perempuan selain dirimu. Dia
mencintaimu, bekerja untukmu, hidup senantiasa bersamamu, bukan dengan yang
lainnya. Bertakwalah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, ikutilah petunjuk-Nya
dan percayalah sepenuhnya kepada suamimu setelah percaya kepada Allah yang
senantiasa menjaga hamba-hamba-Nya yang selalu menjaga perintah-perintah-Nya,
lalu tunaikanlah yang menjadi kewajibanmu. Jauhilah perasaan was-was, karena
setan selalu berusaha untuk merusak dan mengotori hatimu.
TIDAK BOLEHKAH
CEMBURU?
Barangkali, di
antara para isteri ada yang membantah dan berkata, adalah kebodohon apabila
seorang isteri tidak memiliki rasa cemburu pada suaminya, padahal cemburu ini
merupakan ungkapan cintanya kepada suaminya, sekaligus sebagai bumbu penyedap
yang bisa menimbulkan keharmonisan, kemesraan dan kepuasan batin dalam
kehidupan rumah tangga.
Ya, benar! Akan
tetapi, apakah pantas bagi seorang isteri yang berakal sehat, jika ia tenggelam
dalam rasa cemburunya, sehingga menenggelamkan bahtera kehidupan rumah
tangganya, mencabik-cabik jalinan cinta dan kasih-sayang dalam keluarganya,
bahkan ia sampai terjangkiti penyakit depresi, buruk sangka yang dapat
membawanya kepada penyakit psikis yang kronis, perang batin yang tidak
berkesudahan, dan akhirnya merusak akal sehatnya?
Memang sangat
tipis, perbedaan antara yang benar dengan yang salah, antara yang sakit dengan
yang sehat, antara cemburu yang penuh dengan kemesraan dengan cemburu yang
membakar dan menyakitkan hati dikarenakan penyakit kejiwaan yang berat. Namun,
tetap ada perbedaan antara cemburu dalam rangka membela kehormatan diri dan
kelembutan karena didasari rasa cinta kepada suami, dengan cemburu yang merusak
dan membinasakan. Kalau begitu, cemburulah wahai para isteri, dengan kecemburuan
yang membahagiakan suamimu, dan menampakkan ketulusan cintamu kepadanya! Tetapi
hindarilah kecemburuan yang merusak dan menghancurkan keluargamu. Cemburulah
demi memelihara harga diri dan kehormatan suami. Dan lebih utama lagi, cemburu
untuk membela agama Allah.
Isteri yang
selalu memantau kegiatan suaminya, mencari-cari berita tentangnya, serta selalu
menaruh curiga pada setiap aktivitas suaminya, bahkan cemburu kepada teman dan
sahabatnya, maka inilah isteri yang bodoh. Dengan sifatnya tersebut, maka
kehidupan rumah tangganya, rasa cinta, kepercayaan di antara keduanya akan
terputus dan hancur. Dan bagi wanita yang rasa cemburunya tersulut karena suatu
sebab, kemudian ia merasa hal itu tidak pada tempatnya, hendaklah ia menyadari
kesalahannya, lalu melakukan perbaikan atas sikapnya tersebut. Dan yang paling
penting adalah, tidak mengulangi lagi kesalahan serupa di kemudian hari.
Kecemburuan
Laki-Laki
Di antara salah
satu adab pergaulan antara suami-isteri, yaitu seorang suami seharusnya
bersikap pertengahan dalam hal kecemburuan kepada isteri, sehingga tidak
terlalu berlebih-lebihan, atau sebaliknya menganggap remeh sikap cemburu.
Hendaknya ia melakukan tindakan preventif. Jangan beriskap lengah terhadap
hal-hal yang perlu dikhawatirkan bahayanya. Tetap menjaga isterinya, namun
dalam batas-batas yang telah digariskan syari'at. Hal seperti ini dan
semisalnya, termasuk jenis cemburu yang terpuji. Adapun sikap cemburu suami
yang berlebih-lebihan serta prasangka yang tidak dilandasi bukti dan akal sehat,
dan juga selalu mengontrol dan mengawasi isteri dalam segala perbuatannya, maka
ini termasuk perbuatan yang tercela lagi diharamkan.
Allah Subhanahu
wa Ta'ala berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا
يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا
"Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya
sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan
orang lain" [al-Hujurat/49:12]
Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam juga melarang para suami mencari-cari kesalahan isteri.
Sebagaimana beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tegaskan dalam hadits: “Ada
jenis cemburu yang Allah membencinya. Yaitu kecemburuan suami kepada isteri
yang tidak disertai adanya indikasi kuat yang mendukungnya".[HR al Bazzar
dan ath-Thabrani. Lihat Majma’ az-Zawaid 7/320]
Barangsiapa
mengabaikan sifat cemburu yang bisa lebih menguatkan hubungan cinta di antara
suami isteri, maka ia hidup dengan hati yang rusak dan melenceng dari
fitrahnya. Dijelaskan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : “Sesungguhnya
Allah tidak melihat kepada ad-dayyuts pada hari kiamat, dan tidak akan
memasukkannya ke dalam surga”. [HR Ahmad 2/69, 128, 134]
Dayyuts adalah,
seorang suami yang tidak memiliki sifat cemburu dan membiarkan isterinya
berbuat maksiat. Dan sebaliknya, suami yang terlalu berlebihan rasa cemburunya
akan hidup sengsara dan tersiksa, bahkan jarang seorang isteri yang mampu hidup
lama dengannya, karena selalu merasa diawasi dan merasa tertekan.
Sikap yang wajar
dalam masalah ini akan membawa dampak positif, terpeliharanya harga diri,
kehormatan dan tercapainya kehidupan yang berbahagia. Sikap pertengahan dalam
menyikapi rasa cemburu, artinya ia menjauh dari berprasangka buruk, tidak
mencari-cari satu perkara secara mendetail bila tidak perlu, menghindari sikap
tergesa dalam menerima berita -yang sengaja dihembuskan oleh orang yang
mempunyai niat buruk- tanpa menyaringnya, berhati-hati terhadap perkara yang
dikhawatirkan membahayakan, dan menjaga diri dari perilaku yang merusak. Jika
hal itu dapat dipenuhi, maka itulah keutamaan yang sebenarnya. Sebaliknya,
apabila tidak, maka akan membawa malapetaka bagi kehidupan rumah tangga.
Terkadang ada di
antara para suami yang terjangkiti sifat cemburu buta. Dia merasa cemburu (pada
isterinya) dari semua orang, sehingga isteri dilarang mengunjungi atau
dikunjungi, meski kunjungan dari orang-orang mulia dan terhormat. Suami tidak
bisa menerima, jika pintu rumahnya terbuka. Dia tidak merasa nyaman jika ada
seseorang mengunjungi isterinya, tanpa sepengetahuannya. Atau saat ia tidak
berada di rumah. Jika ia berangkat kerja, seluruh pintu ditutup, kunci-kunci
dibawanya, dan setelah pulang seluruh kamar dikelilingi dan diamati.
Sampai-sampai bila orang tua atau mahram dari isterinya datang berkunjung, maka
harus menunggu di luar rumah sampai suami yang pecemburu itu tiba. Sungguh ini
bisa menjadikan si isteri dan kerabatnya merasa tersinggung dan marah karena
merasa tidak dihargai.
Kepada suami yang
memiliki sifat demikian, rasanya lebih adil dan tepat jika dikatakan kepadanya:
"Yang engkau lakukan itu, bukan termasuk cemburu yang benar menurut agama.
Juga bukan kecemburuan seorang yang benar-benar disebut laki-laki. Itu tidak
lebih sekedar kekhawatiran yang berlebihan, sehingga dengannya engkau telah
membelenggu isterimu dari hak syar’inya. Dalam keadaan demikian, isterimu
seperti bukan makhluk hidup padahal bukan pula benda mati. Engkau telah
memadamkan cahaya kemuliaan dan kehormatannya. Nama baiknya akan menjadi
pembicaraan di tengah publik. Sekiranya engkau termasuk orang muslim yang
benar, yang berpegang pada akhlak dan etika Islam, tentu engkau akan
melaksanakan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, yang artinya: "Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya
sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan
orang lain". [al Hujurat/49:12].
Sebaliknya, ada
seorang suami yang terpesona dengan peradaban modern dan kemewahan duniawi.
Maka diajaklah isterinya pergi ke tempat-tempat hiburan, diberikanlah kebebasan
kepada isterinya untuk berkenalan dengan orang lain, yang baik maupun yang
buruk akhlaknya. Hingga akhirnya si isteri pun melakukan hal-hal yang dilarang
agama. Ternyata kemudian, si suami merasa cemburu. Sesampai di ke rumah,
dihitunglah kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat isterinya, hingga
terjadilah perselisihan di antara mereka. Namun suami ini tetap lalai dan belum
menyadari keteledorannya. Dia selalu saja membuka pintu rumahnya bagi siapa
pun, kawan-kawan atau koleganya. Dia tidak merasa berdosa jika mereka datang
saat ia tidak ada. Hingga akhirnya, jika telah ada berita buruk tentang
kehormatan isterinya, dia baru menyadari kelengahannya, cemburu lagi, marah
besar dan naik pitam.
Wahai, suami yang
lalai! Kecemburuanmu tak lagi bermanfaat setelah semua petaka itu terjadi.
Kecemburuanmu adalah kecemburuan yang dibenci, yang tidak membuahkan apa-apa
selain kehancuran mahligai rumah tanggamu. Maka tinggalkanlah kecemburuanmu
yang palsu itu. Gantilah dengan kecemburuan yang dibenarkan agama, yakni
kecemburuan lelaki sejati, kecemburuan yang bijak dan tidak membabi-buta.
Itulah kecemburuan yang dicintai Allah, yang tidak mungkin menjadi sebab
timbulnya hal-hal negatif di kalangan orang-orang baik dan terhormat.
Dengan hidayah
Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan di atas nilai-nilai yang utama inilah,
kebahagiaan hidup bagi seluruh lapisan masyarakat bisa tercapai. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar