Jumat, 02 Oktober 2015

Agama Itu Mudah

Kerap kali manusia mengulang-ulang perkataan ini, yaitu ucapan “Sesungguhnya agama itu mudah”, akan tetapi sebenarnya mereka tidak menginginkan dengan ucapan itu, untuk tujuan memuji Islam, atau melunakkan hati orang yang belum mengerti Islam dan semisalnya. Yang diinginkan oleh mereka adalah pembenaran terhadap perbuatan mereka yang menyelisihi syariat. Maka bagi mereka kalimat itu adalah kalimat haq, yang kebatilan diinginkan dengannya.

Ketika salah seorang diantara kita ingin memperbaiki perbuatan yang menyalahi syariat, orang-orang yang menyelisihi syariat berhujjah dengan perkataan mereka : “Islam adalah agama yang mudah”. Mereka berusaha mengambil keringanan yang sesuai dengan hawa nafsu mereka, dengan sangkaan bahwa mereka telah menegakkan hujjah bagi orang yang menasehati mereka agar mengikuti syariat yang sesuai dengan al-Qur’an dan Sunnah.

Orang-orang yang menyelisihi syariat itu hendaknya mengetahui bahwa Islam adalah agama yang mudah. Akan tetapi maknanya adalah dengan mengikuti keringanan-keringanan yang diberikan oleh Allah dan RasulNya kepada kita.

Allah dan RasulNya telah memberi keringanan bagi kita, ketika kita membutuhkan keringanan itu dan ketika adanya kesulitan dalam mengikuti (melaksanakan perintah) yang sebenarnya.

Asal dari ungkapan “Sesungguhnya agama itu mudah” adalah penggalan kalimat dari hadits Nabi yang diriwayatkan Abu Hurairah dari Nabi , beliau bersabda :
إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ ، وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلاَّ غَلَبَهُ ، فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا ، وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَىْءٍ مِنَ الدُّلْجَةِ
“Sesungguhnya agama itu mudah, dan sekali-kali tidaklah seseorang memperberat agama melainkan akan dikalahkan, dan (dalam beramal) hendaklah pertengahan (yaitu tidak melebihi dan tidak mengurangi), bergembiralah kalian, serta mohonlah pertolongan (didalam ketaatan kepada Allah) dengan amal-amal kalian pada waktu kalian bersemangat dan giat”.

Al Hafidh Ibnu Hajar al-Asqalani menerangkan ungkapan “Sesungguhnya agama itu mudah” dalam kitabnya yang tiada banding (yang bernama) : (فَتْحُ الْبَارِي بِشَرْحِ صَحِيْحِ الْبُخَارِي  ) Fathul baari syarh shohih bukhari (1/116)

Al Hafidh berkata : “Islam itu adalah agama yang mudah, atau dinamakan agama itu mudah sebagai ungkapan lebih (mudah) dibanding dengan agama-agama sebelumnya. Karena Allah mengangkat dari umat ini beban (syariat) yang dipikulkan kepada umat-umat sebelumnya. Paling jelasnya contoh tentang hal ini adalah (seperti dalam masalah taubat), taubatnya umat terdahulu adalah dengan membunuh diri mereka sendiri. Sedangkan taubatnya umat ini adalah dengan meninggalkan (perbuatan dosa) dan berazam (mempunyai kemauan kuat untuk tidak mengulangi).

Kalau kita melihat hadits secara teliti, dan melihat kalimat sesudah ungkapan “agama itu mudah “ (dalam hadits itu), kita dapati bahwa Rasulullah memberi petunjuk kepada kita bahwa seorang muslim wajib tidak berlebih-lebihan dalam perkara ibadahnya, sehingga (karena berlebih-lebihan) ia akan melampau batas dalam agama, dengan membuat perkara bid’ah yang tidak ada asalnya dalam agama (karena mengharapkan pahala).

Sebagaimana keadaan tiga orang yang ingin membuat perkara baru (dalam agama). Salah seorang diantara mereka berkata : “Saya tidak akan menikahi perempuan”, yang lain berkata : “Saya akan berpuasa sepanjang masa dan tidak berbuka”, yang ketiga berkata : “Saya akan shalat malam semalam suntuk”. Maka Rasulullah melarang mereka dari hal itu semua, dan memberi pengarahan kepada mereka agar membaguskan amal semampu mereka, dan hendaknya dalam mendekatkan diri kepada Allah, (beribadah) dengan ibadah yang telah diwajibkan Allah kepada mereka.

Dan hendaknya mereka tidak membuat-buat perkara yang tidak ada asalnya dalam agama ini, karena mereka sekali-kali tidak akan mampu (mengamalkannya), (sebagaimana hadits Rasulullah) “Maka sekali-kali tidaklah seseorang memperberat agama melainkan akan dikalahkan”.

Maka ungkapan “Agama itu mudah” maknanya adalah : “Bahwa agama yang Allah turunkan ini semuanya mudah dalam hukum-hukum, syariat-syariatnya”. Dan kalaulah perkara (agama) diserahkan kepada manusia untuk membikinnya , niscaya seorangpun tidak akan mampu beribadah kepada Allah.

Maka jika orang-orang yang menyelisihi syariat tidak mendapatkan “kekhususan” (tidak mendapat celah pembenaran perbuatan mereka) dengan hadits diatas, mereka akan lari kepada hadits-hadits lain, yang mereka berhujjah dengannya bagi perbuatan bermudah-mudahannya (mereka) dalam perkara agama.

Dari hadits-hadits (yang dibuat hujjah mereka), adalah sabda Rasulullah :
إنَّ اللَّهَ يُحِبُّ أَنْ تُؤْتَى رُخَصُهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ تُؤْتَى مَعْصِيَتُهُ
“Sesungguhnya Allah menyukai keringanan-keringanannya diambil sebagaimana Dia membenci kemaksiatannya didatangi”.
Dalam riwayat lain :
كَمَايُحِبُّ أَنْ تُؤْتَى عَزَائِمُهُ
“Sebagaimana Allah menyukai kewajiban-kewajibannya didatangi”.

Hadits yang lain (yang dijadikan hujjah mereka) adalah sabda nabi :
يَسِّرَا وَلَا تُعَسِّرَا وَبَشِّرَا وَلَا تُنَفِّرَا وَتَطَاوَعَا وَلاَ تَخْتَلِفَا
“Mudahkanlah, janganlah mempersulit dan membikin (orang) lari (dari kebenaran) dan saling membantulah (dalam melaksanakan tugas) dan jangan berselisih”. [HR. Bukhari dan Muslim]

Hadits yang ketiga :
يَسِّرُوا وَلَا تُعَسِّرُوا وَبَشِرُوا وَلَا تُنَفِّرُو
“Mudahkanlah, janganlah mempersulit dan membikin (orang) lari (dari kebenaran)”

Adapun hadits yang pertama, wajib bagi kita untuk mengetahui bahwa keringanan-keringanan dalam agama Islam banyak sekali, diantaranya : berbukanya musafir ketika bepergian, orang yang tertinggal dalam salat boleh mengqhadha (mengganti), orang yang tertidur atau lupa boleh mengqadha shalat, orang yang tidak mendapatkan binatang sembelihan dalam haji tamattuq boleh berpuasa, tayammum sebagai ganti wudhu ketika tidak ada air atau ketika tidak mampu untuk berwudhu ….. dan lain-lainnya dari banyak keringanan yang tidak diamalkan kecuali jika kesulitan dalam melaksanakan amal perbuatan yang (diperintahkan).

Perlu diperhatikan, bahwa keringanan-keringanan ini adalah syariat Allah dan sunnah Rasulullah (dengan izin Allah). Dan tidak diperbolehkan seorang muslim manapun, untuk mendatangkan keringanan (dalam masalah agama) tanpa dalil, karena hal ini adalah (termasuk) mengadakan perkara baru dalam agama yang tidak berdasar.

Dan perhatikanlah wahai saudaraku sesama muslim (surat al-Baqarah ayat 185), yang menceritakan tentang puasa dan keringanan berbuka bagi orang yang sakit atau bepergian, lalu firman Allah sesudah ayat itu :
يُرِيدُ اللّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu” (QS al-Baqarah : 185)

Ayat ini menerangkan makna mudah (menurut Allah), yang maknanya adalah keringanan itu datangnya dari sisi Allah saja, tiada sekutu baginya. Atau (keringanan itu) dari syariat Rasulullah dengan wahyu dari Allah. Ayat ini juga menerangkan bahwa makna mudah itu dengan mengikuti hukum Allah (yang tiada sekutu baginya) dan mengikuti syariatNya. Inilah yang berkenaan dengan hadits yang pertama tadi.

Adapun hadits yang kedua dan tiga, maka pengambilan dalil yang dilakukan oleh orang-orang yang mengikuti hawa nafsu serta menyelisihi syariat (dengan kedua hadits itu) adalah batil, dan termasuk merubahan sabda Nabi dari makna yang sebenarnya, dan keluar dari makna yang dimaksud.

Tafsir kedua hadits yang lalu berhubungan dengan para dai yang menyeru kepada agama Islam. Dalam kedua hadits itu Rasulullah memantapkan kaidah penting dari kaidah-kaidah dasar dakwah kepada Allah, yaitu berdakwa dengan lembut dan tidak kasar. Maka dakwah para dai yang sepatutnya disampaikan pertama kali kepada orang-orang kafir adalah Syahadat, lalu shalat, puasa, zakat. Kemudian (hendaknya) mereka menjelaskan kepada manusia sunnah Rasulullah, lalu menerangkan amal perbuatan yang wajib, yang sunnah dan yang makruh. Jika melihat suatu kesalahan yang disebabkan karena kebodohan atau lupa, mak hendaklah bersabar dan mendakwahi manusia dengan penuh kasih sayang dan kelembutan serta tidak kasar. Allah berfirman :
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنفَضُّواْ مِنْ حَوْلِكَ
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (Surat Ali Imran : 159)

Sesudah memahami hadits-hadits itu, dan penjelasan makna keringanan dan mudah. Dan katakan kepada orang-orang yang merubah dan mengganti makna-makna hadits-hadits tersebut (karena mereka ingin mengenyangkan hawa nafsu mereka dengan perbuatan itu) :

Bertaqwalah kepada Allah dan ikutilah apa yang diperintahkan kepada kalian, dan jauhilah laranganNya, dan tahanlah (diri kalian) dari merubah sunnah Rasulullah, dan takutilah suatu hari yang kalian dikembalikan kepada Allah lalu setiap jiwa akan disempurnakan dengan apa yang ia usahakan. Dan takutlah kalian dari diharamkan dari mendatangi telaga Nabi lantaran kalian mengganti agama Allah dan merubah sunnah Rasulullah.


Akhirnya kita mengharapkan dari Allah yang Maha Hidup dan Maha Berdiri sendiri agar memberi petunjuk kepada kita dan kaum muslimin seluruhnya untuk mengikuti Al Qur’an dan Sunnah NabiNya, dan agar Allah mengajarkan kepada kita ilmu yang bermanfaat, dan memberi manfaat dari apa yang Dia ajarkan, serta memelihara kita dari kejahatan perbuatan bid’ah dan penyelewengan, serta kejahatan mengubah dan mengganti (syariat Allah).

Wallahua'lam. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar