Rabu, 14 Oktober 2015

Hak-Hak Yang Sesuai Fitrah Dan Dikuatkan Syari’at

Sesungguhnya segala puji hanya untuk Allah ta'ala semata, kami meminta pertolongan, ampunan dan bertaubat kepada-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan dan keburukan segala perbuatan kami. Siapa yang diberinya hidayah, maka tidak ada yang menyesatkannya, siapa yang disesatkannya, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Saya bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah selain Allah semata tidak ada sekutu baginya. Dan aku bersaksi bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam semoga Allah memberinya shalawat dan salam kepadanya dan para shahabatnya serta orang yang mengikuti mereka dengan baik.

Merupakan kebaikan dari syariat Islam adalah diperhatikannya keadilan dan diberinya hak terhadap setiap sesuatu yang memiliki hak dengan tidak berlebih- lebihan dan kekurangan. Allah telah memerintahkan agar bersikap adil, ihsan (perbuatan baik) dan memenuhi (kebutuhan) kaum kerabat. Untuk keadilanlah, para rasul diutus, kitab-kitab diturunkan dan semua perkara dunia dan akhirat ditegakkan.



Keadilan artinya memberikan hak terhadap segala sesuatu yang memiliki hak dan menempatkannya sesuai dengan kedudukannya. Hal tersebut tidak akan terlaksana dengan baik kecuali dengan mengetahui hak-haknya. Berdasarkan hal tersebut kami akan uraikan sebuah penjelasan yang menerangkan beberapa hal yang penting dari hak-hak tersebut agar seseorang dapat menunaikannya sesuai pemahaman yang ada padanya dan sesuai dengan kemampuannya. Kami ringkas hal tersebut dalam beberapa butir berikut:

1.      Hak Allah ta'ala.
2.      Hak Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
3.      Hak kedua orang tua.
4.      Hak Anak-anak.
5.      Hak sanak-saudara.
6.      Hak suami istri.
7.      Hak tetangga.
8.      Hak pemimpin dan rakyat.
9.      Hak kaum muslimin secara umum.
10.  Hak orang-orang non muslim.

Itulah beberapa hak yang ingin kami bicarakan dalam uraian singkat berikut ini.

Hak Pertama
HAK ALLAH TA'ALA

Ini merupakan hak yang paling utama dan paling besar kewajibannya untuk ditunaikan. Karena dia merupakan hak Allah ta'ala sang Pencipta Yang Maha Agung dan Berkuasa, Yang Maha Mengatur atas semua perkara. Hak Penguasa, pemilik Kebenaran dan Penjelasan, Yang Maha Hidup dan Terjaga, yang dengannya langit dan bumi ditegakkan, Dia menciptakan segala sesuatu dan mengaturnya dengan penuh kecermatan. Hak Allah yang telah menciptakanmu dari tidak ada dan tidak disebut sebelumnya. Hak Allah yang telah merawatmu dengan segala ni'mat saat engkau berada di perut ibumu dalam kegelapan, saat tidak ada seorangpun yang dapat menyampaikan makanan dan semua kebutuhan untuk pertumbuhanmu. Dialah yang menyiapkan engkau air susu ibu dan memberimu petunjuk, kemudian disediakannya kedua orang tua yang memiliki kasih sayang kepadamu. Dia yang memberimu berbagai ni'mat, akal dan pemahaman serta menyiapkan dirimu untuk menerima ni'mat dan memanfaatkannya.
وَاللّهُ أَخْرَجَكُم مِّن بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لاَ تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ الْسَّمْعَ وَالأَبْصَارَ وَالأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
"Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur." (An Nahl: 78).

Seandainya karunia Allah dihentikan sekejap mata saja niscaya kamu akan binasa, dan seandainya rahmat Allah diputus sesaat saja niscaya kamu tidak akan hidup. Jika demikian halnya karunia Allah kepadamu maka hak­Nya merupakan hak yang paling besar, karena berkaitan dengan hak yang menciptakanmu dan memberimu kesiapan (menghadapi hidup) dan pertolongan. Dia tidak mengharapkan darimu rizki atau makanan.
لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَّحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى
"Kami tidak minta rezki darimu, Kamilah yang memberi rezki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa". (Thaha: 132).

Yang Dia minta dari kita hanyalah satu dan itupun kebaikannya akan kembali kepada kita, Dia meminta kita untuk beribadah kepada-Nya semata dan tidak menyekutukan-Nya.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ مَا أُرِيدُ مِنْهُم مِّن رِّزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَن يُطْعِمُونِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi Rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh". (Adz-Dzariyaat: 56-58).

Dia menginginkan agar kita menjadi hamba-Nya dengan semua makna yang terkandung dalam kalimat penghambaan, sebagaimana Dia adalah Tuhan kita dengan semua makna yang terkandung dalam kalimat ketuhanan.

Seorang hamba yang tunduk kepada-Nya, mengerjakan segala perintah-Nya dan menghindari setiap larangan-Nya, membenarkan seluruh berita-Nya, karena semua ni'mat-Nya meliputi seluruh diri anda, tidakkah kita malu untuk membalas segala ni'mat tersebut dengan kekufuran?

Seandainya anda berhutang budi kepada seseorang, niscaya anda enggan untuk melakukan perbuatan sewenang-wenang terhadapnya atau jelas-jelas menentangnya, maka bagaimana halnya dengan Rabb-mu yang segala karunia-Nya untukmu, Dialah yang dengan kasih sayang-Nya menghindarkan anda dari berbagai mara bahaya. Dia berfirman:
وَمَا بِكُم مِّن نِّعْمَةٍ فَمِنَ اللّهِ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْأَرُونَ
"Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan". (An Nahl: 53).

Sesungguhnya hak yang telah Allah wajibkan untuk diri-Nya ini sangatlah mudah bagi siapa yang Dia berikan kemudahan. Hal itu karena Dia tidak mendatangkan kesulitan dan kesusahan. Allah ta'ala berfirman:
وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِّلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمينَ مِن قَبْلُ وَفِي هَذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاء عَلَى النَّاسِ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلَاكُمْ فَنِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ
"Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu. Dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas kamu sekalian dan kamu sekalian menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu kepada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik- baiknya Pelindung dan sebaik-baik Penolong". (Al Hajj: 78).

Hal tersebut merupakan aqidah yang agung, keimanan terhadap kebenaran serta amal shaleh yang mendatangkan hasil, aqidah yang batangnya adalah cinta dan pengagungan sedang buahnya adalah keikhlasan dan kesabaran.

Shalat lima waktu sehari semalam, dengannya Allah menghapuskan segala kesalahan dan mengangkat derajat serta memperbaiki hati dan keadaan. Seorang hamba dapat melakukannya sesuai dengan kemampuannya.
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
"Maka bertakwalah kalian kepada Allah semampu kalian". (At Thaghabun:16).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada Imran bin Hushain saat dia sakit:
صَلِّ قَائِمًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ
"Shalatlah kamu dengan berdiri, jika tidak mampu maka duduklah, jika tidak mampu, berbaring dengan miring ke kanan ". (Riwayat Bukhari dan lainnya)

Kemudian zakat, merupakan sejumlah uang yang tidak seberapa dari harta anda untuk dibagikan kepada kaum muslimin yang membutuhkan, fakir miskin, Ibnu sabil, orang-orang yang terlilit hutang dan lain-lainnya yang termasuk golongan penerima zakat. Zakat bermanfaat bagi orang miskin dan tidak merugikan orang kaya.

Kemudian puasa pada bulan Ramadhan sekali dalam setahun, dan siapa yang sakit atau bepergian (lalu berbuka karenanya), maka (wajiblah dia bepuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain, dan siapa yang tidak mampu berpuasa selamanya dia wajib memberi makan setiap hari puasa yang tidak dilakukannya seorang miskin.

Lalu pergi haji ke Baitullah sekali dalam seumur hidup bagi yang mampu.

Demikianlah pokok-pokok ibadah dalam ajaran Allah ta'ala. Adapun yang selainnya diwajibkan berdasarkan tuntutan yang ada seperti jihad fi sabilillah atau karena adanya sebab yang mewajibkan perbuatan tersebut seperti menolong orang yang dizalimi.

Perhatikanlah -wahai saudaraku- hak Allah yang mudah dilaksanakan dan mendatangkan banyak pahala. Jika anda melaksanakannya niscaya anda akan menjadi orang yang berbahagia di dunia dan di akhirat, anda akan selamat dari api neraka dan akan masuk syurga.
فَمَن زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَما الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ مَتَاعُ الْغُرُورِ
"Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan." (Ali Imran: 185).



Hak Kedua
HAK RASULULLAH shallallahu 'alaihi wa sallam

Hak ini merupakan hak makhluk yang paling besar, tidak ada hak untuk makhluk yang melebihi besarnya hak Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Allah ta'ala berfirman:
إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُعَزِّرُوهُ وَتُوَقِّرُوهُ
"Sesungguhnya kami telah mengutusmu sebagai saksi, pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. Supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul­Nya, menguatkan (agama)-Nya, membesarkan-Nya". (Al Fath 8-9).

Oleh karena itu wajib mendahulukan cinta terhadap nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dari kecintaan terhadap semua manusia bahkan termasuk kecintaan terhadap diri sendiri, anak dan orang tua. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ
"Tidak beriman salah seorang di antara kamu sebelum aku dicintainya melebihi cintanya kepada anaknya, orang tuanya dan semua manusia." (Riwayat Bukhari dan Muslim).

Di antara hak-hak Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah, memuliakan dan menghormatinya serta mengagungkannya dengan pengagungan yang sesuai dengannya tanpa berlebih-lebihan dan kekurangan. Penghormatan terhadapnya semasa hidupnya adalah dengan menghormati sunnah-sunnahnya dan pribadinya yang mulia, sedangkan penghormatannya setelah kematiannya adalah penghormatan terhadap sunnah- sunnahnya dan ajaran-ajarannya yang lurus.

Siapa yang mengamati bagaimana para shahabat menghormati Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam akan dapat mengetahui bagaimana mereka mempraktekkan kewajiban mereka terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Adalah Urwah bin Mas'ud kepala bangsa Quraisy ketika dia diutus oleh mereka untuk berunding dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pada peristiwa perdamaian Hudaibiyah, dia berkata:

"Saya telah mendatangi raja-raja Kisra, Qaishar dan Najasyi, tetapi tidak ada seorangpun di antara mereka yang dihormati pengikut-pengikutnya sebagaimana para shahabat Muhammad memuliakannya. Jika dia (Muhammad) memerintahkan, mereka (para shahabatnya) segera melaksanakannya dan jika dia berwudhu, mereka berebut untuk mendapatkan bekas wudhunya, dan jika dia berbicara mereka semua terdiam dan tidak ada di antara mereka yang berani menatap pandangannya karena penghormatan".

Begitulah mereka para shahabat radiallahu anhum menghormatinya karena Allah telah mengkaruniakannya akhlak mulia, kepribadian yang menarik serta sikap yang santun, seandainya dia berwatak keras niscaya mereka akan lari menjauh darinya.

Termasuk hak-hak Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah: membenarkan apa yang diberitakannya dari perkara-perkara yang telah lalu dan yang akan datang, melaksanakan segala perintahnya dan menjauhkan segala larangan dan ancamannya dan beriman bahwa petunjuk dan ajarannya adalah yang paling sempurna dari semua petunjuk dan ajaran yang ada, tidak boleh ada ajaran atau aturan yang didahulukan dari ajaran dan aturannya darimanapun sumbernya.
فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ حَتَّىَ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُواْ فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُواْ تَسْلِيمًا
"Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (An Nisa: 65).
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
"Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu" Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Ali Imran: 31).

Termasuk hak-hak Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah membela ajaran dan petunjuknya sesuai kemampuannya dan tuntutan yang ada, baik dengan kekuatan ataupun dengan senjata. Jika musuh menyerangnya dengan argumen-argumen dan syubhat- syubhat maka dibelanya dengan ilmu dan meruntuhkan argumen dan syubhat mereka serta menjelaskan kebatilannya, jika mereka menyerang dengan senjata atau meriam maka pembelaannya juga dengan hal serupa.

Bagi seorang mu'min tidak mungkin dapat menerima jika ada orang yang menyerang ajaran Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam atau pribadinya yang mulia sementara dia berdiam diri saja padahal dia mampu untuk melawannya.

Hak Ketiga
HAK KEDUA ORANG TUA

Tidak ada seorangpun yang mengingkari keutamaan orang tua atas anak-anaknya. Kedua orang tua merupakan sebab adanya anak dan bagi mereka atas anak-anaknya terdapat hak yang besar. Mereka mendidiknya sejak kecil, menanggung keletihan demi kebahagiaannya, bergadang demi tidur anaknya yang nyenyak. Ibumu mengandungmu dalam perutnya dan kamu hidup di dalamnya mengkonsumsi makanan yang dikonsumsinya dan bergantung pada kesehatannya selama sembilan bulan pada kebiasaannya, sebagaimana yang disinggung Allah ta'ala dalam firman-Nya:
حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ
Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah. (Luqman: 14).

Kemudian setelah itu dia mengasuhnya dan menyusuinya selama dua tahun dengan segala keletihan dan susah payah. Begitu pula halnya dengan sang bapak yang bekerja demi kehidupan dan pertumbuhanmu sejak kecil hingga remaja, dia berusaha mendidikmu dan mengarahkanmu pada saat engkau belum dapat berbuat apa-apa. Oleh karena itu Allah ta'ala memerintahkan kepada setiap anak untuk berbuat baik terhadap kedua orang tuanya, sebagai balasan atas kebaikannya dan tanda terima kasih terhadapnya:
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا رَّبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا فِي نُفُوسِكُمْ إِن تَكُونُواْ صَالِحِينَ فَإِنَّهُ كَانَ لِلأَوَّابِينَ غَفُورًا
"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua- duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan: "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (Al Isra': 23-24).

Hak kedua orang tua atas anaknya adalah berbakti kepadanya, yaitu dengan cara berbuat baik kepadanya baik dengan ucapan dan perbuatan, harta dan jiwa. Memenuhi segala perintahnya yang bukan maksiat kepada Allah serta tidak menimbulkan bahaya kepada anda, berbicara kepadanya dengan lemah-lembut dan wajah berseri-seri serta melayaninya sesuai dengan kebutuhannya.

Jangan bersikap kasar kepada keduanya disaat mereka sudah berusia lanjut, sakit-sakitan dan lemah, jangan memberatkan mereka karena sesungguhnya anda nanti akan menemui hal seperti mereka, menjadi seorang bapak sebagaimana orang tua mereka dahulu, anda juga akan menjadi orang tua jika berumur panjang sebagaimana orang tua anda dan anda akan membutuhkan bakti anak-anak anda sebagaimana orang tua anda membutuhkan bakti anda sekarang.

Jika anda sekarang telah berbakti kepada keduanya maka berbahagialah anda dengan pahala yang besar dan balasan yang setimpal, siapa yang berbakti kepada orang tuanya maka anak-anaknya akan berbakti kepadanya, dan siapa yang durhaka kepada orang tuanya maka anak- anaknya akan durhaka kepadanya. Karena balasan seseorang itu sesuai dengan perbuatan yang telah dilakukannya. Bagaimana kamu berbuat begitulah kamu akan dibalas.

Allah ta'ala menempatkan hak kedua orang tua pada derajat yang tinggi, karena Dia menempatkannya setelah hak-Nya yang juga terkandung hak Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Allah ta'ala berfirman:
وَاعْبُدُواْ اللّهَ وَلاَ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
"Dan beribadahlah kalian kepada Allah dan janganlah kalian menyekutukan-Nya sedikitpun, dan terhadap kedua orang tua, hendaklah kalian berbuat baik." (An Nisa': 36).
أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ
"Dan bersyukurlah engkau kepada-Ku dan kepada orang tuamu." (Luqman: 14).

Bahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendahulukan berbakti kepada orang tua atas jihad fisabilillah sebagaimana terdapat dalam hadits Ibnu Mas'ud radiallahu 'anhu dia berkata: Aku berkata:
سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ الصَّلَاةُ عَلَى وَقْتِهَا قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
"Ya Rasulullah perbuatan apa yang paling disukai Allah? Beliau bersabda: "Shalat tepat pada waktunya", "Kemudian apa lagi? Beliau bersabda: "Berbakti kepada orang tua", "Kemudian apa lagi? Beliau bersabda: "Jihad di jalan Allah". (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Hal ini menunjukkan pentingnya hak kedua orang tua yang banyak diabaikan oleh manusia dengan berbuat durhaka dan memutuskan silaturrahim kepadanya. Sehingga ada seseorang yang tidak mengakui adanya hak terhadap orang tuanya, bahkan dia merendahkannya dan berbuat kasar serta angkuh dihadapannya. Orang seperti itu akan mendapatkan balasannya cepat atau lambat.

Hak Keempat
HAK ANAK-ANAK

Yang dimaksud anak adalah mencakup anak laki-laki dan wanita. Anak-anak memiliki banyak hak, yang terpenting adalah tarbiyah (pendidikan), yaitu menanamkan din (agama) dan akhlak dalam diri mereka sehingga mereka memiliki (pendidikan) agama serta akhlak yang baik. Allah ta'ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
"Wahai manusia, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka. Bahan bakarnya dari manusia dan batu." (At Tahrim: 6).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ فَالْإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ
"Kalian semua adalah pemimpin, dan kalian bertanggung-jawab atas orang-orang yang dipimpinnya, seorang laki-laki adalah pemimpin di keluarganya dan dia bertanggung jawab atas siapa yang dipimpinnya." (HR. Bukhari dan Muslim).

Anak-anak adalah amanah di pundak kedua orang tuanya dan mereka berdua akan diminta pertanggung jawabannya pada hari kiamat akan anak-anak mereka.

Dengan memberi mereka pendidikan Islam dan akhlak mulia membuat kedua orang tuanya terbebas dari tanggung jawab tersebut dan anak-anaknya menjadi keturunan yang shaleh sehingga mereka menjadi buah hati kedua orang tuanya di dunia dan akhirat. Allah ta'ala berfirman:
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُم بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُم مِّنْ عَمَلِهِم مِّن شَيْءٍ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ
"Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dia kerjakan." (Ath Thur: 21).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
"Jika seorang manusia meninggal dunia maka terputuslah amalnya kecuali yang tiga: Shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat sesudahnya atau anak shaleh yang mendoakannya." (HR. Muslim).

Ini adalah termasuk buah dari pendidikan terhadap anak jika dia dididik dengan cara yang benar, dapat mendatangkan manfaat bagi orang tuanya bahkan hingga setelah kematiannya.

Sebagian orang tua ada yang menganggap remeh hak ini, mereka melalaikan anak-anaknya dan melupakannya seakan-akan tidak ada tanggung jawab bagi mereka terhadap anak-anaknya, tidak ditanyakan kemana mereka pergi dan kapan mereka datang, siapa teman dan sahabatnya, mereka tidak diarahkan kepada kebaikan dan tidak dilarang dari perbuatan buruk.

Yang mengherankan adalah bahwa sebagian di antara mereka bersusah payah menjaga harta bendanya dan mengembangkannya, mengusahakannya hingga larut malam padahal maslahat dari upaya tersebut pada umumnya untuk orang lain. Sementara untuk anak- anaknya tidak mereka perhatikan sama sekali, padahal memperhatikan mereka lebih utama dan lebih bermanfaat di dunia dan akhirat.

Kedua orang tuanya juga berkewajiban atas sandang pangannya, seperti makanan dan minuman serta pakaian, mereka juga wajib memperhatikan kebutuhan ruhaninya berupa ilmu dan iman dan mengenakan untuknya pakaian takwa, itulah yang terbaik.

Termasuk hak anak-anak adalah membiayai mereka untuk hal-hal yang baik tanpa berlebih-lebihan dan kekurangan karena itu termasuk kewajiban terhadap anak-anaknya dan sebagai tanda syukur kepada Allah ta'ala atas apa yang mereka terima berupa harta.

Seharusnya mereka tidak menahan hartanya dan bakhil memberikannya kepada anak-anaknya, padahal anak-anaknya tetap akan mengambilnya setelah kematiannya. Bahkan seandainya ada kepala keluarga yang bakhil mengeluarkan harta yang merupakan kewajibannya maka anaknya boleh mengambil harta orang tuanya sesuai dengan kebutuhannya sebagaimana yang difatwakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Hindun binti Utbah.

Termasuk hak anak-anak adalah tidak membedakan di antara mereka satu sama lain dalam pemberian, tidak boleh sebagian anaknya diberi sesuatu sementara yang lainnya diabaikan, hal tersebut merupakan kezaliman dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim, karena itu akan mengakibatkan mereka yang terabaikan menjauh dan menimbulkan permusuhan di antara yang diberi dan yang diabaikan bahkan bisajadi permusuhan akan terjadi antara mereka yang tidak diberi dengan orang tuanya.

Sebagian orang mengistimewakan sebagian anaknya dibanding yang lainnya dengan perlakuan dan kasih sayang, maka orang tuanya mengkhususkannya dalam hal pemberian dengan alasan bahwa anaknya tersebut berbakti kepadanya melebihi yang lainnya. Hal tersebut tidak dapat dijadikan alasan untuk membedakan perlakuan terhadap mereka. Baktinya anak melebihi yang lainnya tidak boleh diberi sesuatu sebagai imbalan atas baktinya tersebut karena balasan dari baktinya tersebut (adalah pahala) dari Allah ta'ala, di samping itu mengistimewakannya akan membuatnya takabbur dan menganggap dirinya lebih utama sementara yang lainnya akan menjauh dan semakin durhaka, kemudian kitapun tidak tahu, bisa jadi ada perubahan keadaan, anak yang tadinya berbakti berbalik menjadi anak durhaka sementara yang durhaka menjadi anak yang berbakti, karena hati seseorang berada di Tangan Allah, Dia membolak-balikkannya kapan saja sesuka-Nya.

Dalam Ash-Shahihain; shahih Bukhari dan Muslim dari Nu'man bin Basyir, (diriwayatkan bahwa) bapaknya memberinya seorang budak, lalu dia memberitahukan hal tersebut kepada Nabi, maka bersabdalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:

"Apakah semua anakmu engkau beri seperti ini?”
Dia menjawab: "Tidak",
Beliaubersabda: "kembalikan”
Dalam riwayat lain beliau bersabda: "Bertakwalah engkau dan berlaku adillah di antara anak-anakmu”
Pada lafaz yang lain (beliau bersabda): "Carilah saksi selain-ku, karena sesungguhnya aku tidak mau menjadi saksi dalam hal kezaliman!”

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menamakan sikap yang melebihkan antara anak sebagai sesuatu yang aniaya, sedangkan perbuatan aniaya adalah kezaliman dan haram hukumnya.

Akan tetapi dapat saja orang tua memberi sebagian anaknya karena kebutuhannya dan sebagian lainnya tidak diberi karena bukan kebutuhannya. Seperti ada di antara mereka yang membutuhkan alat-alat tulis, atau biaya pengobatan atau pernikahan, maka tidaklah mengapa mengkhususkan apa yang mereka perlukan, karena pengkhususan tersebut karena adanya kebutuhan seperti nafkah.

Dan ketika orang tua menunaikan kewajibannya terhadap anaknya berupa tarbiyah (pendidikan) dan nafkah, maka besar harapan baginya mendapatkan perlakuan yang baik dari anaknya dengan baktinya dan pemenuhan hak-haknya. Sementara ketika orang tua mengabaikan kewajibannya maka sangat mungkin mengakibatkan anak-anaknya tidak megakui hak-haknya dan mendapatkan perlakuan yang setimpal, siapa yang menabur angin dialah yang menuai badai.

Hak Kelima
HAK SANAK SAUDARA

Sanak saudara yang memiliki ikatan secara langsung kepada anda, seperti: saudara kandung, paman dari bapak dan ibu dan anak-anak mereka dan semua yang memiliki hubungan dengan anda mereka memiliki hak karena adanya hubungan kekerabatan, Allah ta'ala berfirman:
وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ
"Dan berilah kepada kaum kerabat hak-haknya." (Al Isra': 26).
وَاعْبُدُواْ اللّهَ وَلاَ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى
"Dan beribadahlah kalian kepada Allah dan janganlah kalian mensekutukan-Nya dengan sesuatupun, dan kepada kedua orang tua berbuat baiklah dan (juga) kepada kaum kerabat." (An Nisa: 36).

Wajib bagi seseorang untuk menyambung silaturrahim dengan sanak saudaranya dengan cara yang ma'ruf dengan memberikan manfaat kedudukan, jiwa dan hartanya sesuai dengan kuatnya hubungan kekerabatan dan tuntutan yang ada. Inilah yang dituntut oleh syariat, akal dan fitrah.

Banyak dalil yang menganjurkan silaturrahim terhadap sanak saudara dan janji yang menggembirakan atas perbuatan tersebut. Dalam Ash-Shahihain dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ خَلَقَ الْخَلْقَ حَتَّى إِذَا فَرَغَ مِنْ خَلْقِهِ قَالَتْ الرَّحِمُ هَذَا مَقَامُ الْعَائِذِ بِكَ مِنْ الْقَطِيعَةِ قَالَ نَعَمْ أَمَا تَرْضَيْنَ أَنْ أَصِلَ مَنْ وَصَلَكِ وَأَقْطَعَ مَنْ قَطَعَكِ قَالَتْ بَلَى يَا رَبِّ قَالَ فَهُوَ لَكِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ
"Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk, setelah selesai berdiri tegaklah rahim seraya berkata: "Ini adalah tempat orang yang berlindung kepada-Mu untuk tidak memutuskan silaturrahim", Allah berfirman: "Ya, tidakkah engkau ridha Aku menyambungkan orang yang menyambungkanmu (silaturrahmi) dan memutuskan orang yang memutuskanmu", dia berkata: "Ya", Dia berfirman: "Itu adalah untukmu". Kemudian bersabdalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bacalah jika kalian suka:
فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِن تَوَلَّيْتُمْ أَن تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ أُوْلَئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَى أَبْصَارَهُمْ
"Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan. Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka." (Muhammad: 22-23)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
"Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia menyambung silaturrahim."

Banyak orang yang mengabaikan hak ini. Ada di antara mereka yang tidak mengenal sanak saudaranya. Sekian hari dan sekian bulan berlalu, mereka tidak melihatnya, tidak juga menziarahinya dan tidak menumbuhkan kecintaan dengan pemberian hadiah, tidak juga menolak bencana dengan membantu meringankan kesulitan mereka, bahkan justru ada yang berlaku buruk terhadap sanak saudaranya baik dengan perkataan maupun perbuatan atau dengan kedua-duanya, dia menyambung hubungan dengan yang jauh (bukan sanak saudara) dan memutuskan yang dekat (sanak saudaranya).

Sebagian orang ada yang menyambangi sanak saudaranya jika dia disambangi dan memutuskannya jika diputuskan, hal ini pada hakikatnya bukanlah orang yang menyambung silaturrahim akan tetapi tak lebih orang yang membalas kebaikan dengan kebaikan, dan hal tersebut dapat terjadi terhadap sanak saudara ataupun bukan karena hal tersebut bukan merupakan kekhususan sanak saudara.

Orang yang sebenarnya menyambung silaturrahim adalah mereka yang menyambung hubungan karena Allah ta'ala dan tidak peduli apakah mereka menerimanya atau memutuskannya, sebagaimana terdapat dalam hadits Bukhari dari Abdullah bin Amr bin 'Ash, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ وَلَكِنْ الْوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا
"Bukanlah dinamakan orang yang menyambung silaturrahim orang yang membalas kebaikan dengan kebaikan, akan tetapi orang yang apabila diputuskan hubungan silaturrahimnya dia menyambungnya."

Dari Abu Hurairah, bahwasanya seseorang bertanya kepada Rasulullah:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ لِي قَرَابَةً أَصِلُهُمْ وَيَقْطَعُونِي وَأُحْسِنُ إِلَيْهِمْ وَيُسِيئُونَ إِلَيَّ وَأَحْلُمُ عَنْهُمْ وَيَجْهَلُونَ عَلَيَّ فَقَالَ
"Ya Rasulullah sesungguhnya saya punya seorang kerabat yang saya selalu menyambanginya tetapi dia memutuskan hubungan dengan saya, saya berbuat baik terhadapnya tapi dia berbuat buruk terhadap saya, saya selalu sopan terhadap mereka tapi mereka berlaku kasar kepada saya", maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَئِنْ كُنْتَ كَمَا قُلْتَ فَكَأَنَّمَا تُسِفُّهُمْ الْمَلَّ وَلَا يَزَالُ مَعَكَ مِنْ اللَّهِ ظَهِيرٌ عَلَيْهِمْ مَا دُمْتَ عَلَى ذَلِكَ
"Seandainya kamu seperti apa yang kamu katakan maka seakan-akan kamu sedang menyuapkan debu (ke mulutnya) dan kamu akan selalu mendapat pertolongan Allah atas mereka selama hal tersebut terus terjadi." (HR. Muslim).

Selain bahwa silaturrahim menjadikan seseorang dekat kepada Allah ta'ala sehingga Dia melimpahkan rahmat-Nya kepadanya di dunia dan akhirat, memudahkan segala urusannya dan dilepaskannya dari segala kesulitan, silaturrahim juga menjadikan keluarga dekat satu sama lain, saling mengasihi dan mencintai di antara mereka, tolong-menolong di antara mereka baik saat sulit maupun saat bahagia, semua itu dapat diraih berkat silaturrahim dan dapat diketahui berdasarkan pengalaman yang ada. Dan sebaliknya akan terjadi, jika hubungan silaturrahim diputuskan atau jauh.

Hak Keenam
HAK SUAMI ISTRI

Pernikahan memiliki dampak dan konsekwensi yang sangat besar. Dia merupakan ikatan antara suami istri yang menuntut setiap mereka untuk memenuhi hak-hak pasangannya, baik hak fisik, hak sosial dan hak harta.

Maka wajib bagi pasangan suami istri untuk memperlakukan pasangannya dengan baik (ma'ruf) dan memenuhi haknya yang merupakan kewajibannya dengan penuh keikhlasan dan kemudahan tidak dengan perasaan berat dan ditunda-tunda. Allah ta'ala berfirman:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
"Dan pergaulilah mereka (istri-istri) dengan cara yang ma'ruf." (An Nisa: 19).
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ
"Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya." (Al Baqarah: 228).

Bagi seorang istri wajib baginya untuk memenuhi segala hak suaminya yang merupakan kewajiban bagi dirinya. Jika setiap pasangan suami istri melakukan segala kewajibannya masing-masing maka kehidupan mereka akan bahagia dan rumah tangganya akan tetap harmonis dan jika yang terjadi sebaliknya maka akan timbul berbagai macam pertikaian dan kehidupan mereka menjadi tidak harmonis.

Banyak nash-nash yang menganjurkan kita untuk berbuat baik terhadap istri dan memperhatikan keadaannya. Mengharapkan kesempurnaan tanpa cacat dalam dirinya adalah sebuah kemustahilan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا فَإِنَّهُنَّ خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلَاهُ فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا
"Perlakukanlah wanita dengan baik, karena wanita terbuat dari tulang rusuk, dan bagian yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah sebelah atas, jika engkau luruskan maka akan membuatnya patah dan jika kamu biarkan maka dia akan tetap bengkok, maka berlaku baiklah terhadap wanita." (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam sebuah riwayat juga dikatakan :
إِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ لَنْ تَسْتَقِيمَ لَكَ عَلَى طَرِيقَةٍ فَإِنْ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اسْتَمْتَعْتَ بِهَا وَبِهَا عِوَجٌ وَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهَا كَسَرْتَهَا وَكَسْرُهَا طَلَاقُهَا
“Sesungguhnya wanita terbuat dari tulang rusuk dan dia tidak akan lurus dengan sebuah cara apapun, jika kamu ingin bersenang-senang dengannya, kamu dapat melakukannya tapi dalam dirinya tetap saja ada yang bengkok (kekurangan) jika kamu memaksanya untuk meluruskannya niscaya dia akan patah, dan yang dimaksud patah disini artinya menthalaqnya." (HR. Muslim).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ
"Janganlah seorang mu'min membenci seorang mu'minah (istrinya), jika ada sesuatu yang tidak disukainya pada dirinya bisa jadi masih banyak hal lainnya yang disukainya." (HR. Muslim).

Dalam hadits ini terdapat petunjuk dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepada umatnya bagaimana mereka seharusnya memperlakukan seorang wanita. Seyogyanya setiap kekurangan diterima dengan lapang dada karena hal tersebut akan selalu, maka tidak mungkin seorang suami dapat berbahagia dengan istrinya kecuali dia bersedia menerima apa yang ada padanya.

Dalam hadits di atas terdapat pelajaran bahwa seyogyanya seorang suami membandingkan kekurangan dan kelebihan yang ada pada istrinya,jika ada yang tidak dia suka pada dirinya maka bandingkanlah dengan sisi lainnya yang dia suka dan janganlah dia melihat istrinya selalu dengan pandangan benci dan keengganan semata.

Banyak kalangan suami istri yang menginginkan kesempurnaan dari pasangan mereka, ini adalah sesuatu yang tidak mungkin, karena itu banyak di antara mereka yang cek-cok dan tidak mendapatkan keharmonisan dan kesenangan dalam rumah tangga mereka dan kemungkinan akan bermuara pada perceraian, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: "Jika kamu paksakan meluruskannya maka akan membuatnya patah, dan yang dimaksud patah adalah menceraikannya."

Maka hendaknya setiap suami memberikan kelonggaran dan kemudahan terhadap apa yang dilakukan istri sepanjang tidak merusak agama dan kemuliaannya.

Hak-Hak Istri Atas Suaminya

Termasuk hak istri atas suaminya adalah menunaikan kewajiban nafkah, berupa; sandang, pangan dan papan berdasarkan firman Allah ta'ala:
وَعلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لاَ تُكَلَّفُ
"Dan kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma'ruf." (Al Baqarah: 233).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أَنْ تُحْسِنُوا إِلَيْهِنَّ فِي كِسْوَتِهِنَّ وَطَعَامِهِنَّ
"Dan kewajiban kalian atas mereka (para istri) adalah memberi pakaian dan nafkah dengan ma'ruf." (HR. Turmuzi, dia menshahihkannya).

Dalam satu riwayat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya tentang hak istri, beliau bersabda:
أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ أَوْ اكْتَسَبْتَ وَلَا تَضْرِبْ الْوَجْهَ وَلَا تُقَبِّحْ وَلَا تَهْجُرْ إِلَّا فِي الْبَيْتِ
"Kamu memberinya makan apa yang kamu makan, kamu memberinya pakaian apa yang kamu kenakan, jangan memukul wajah dan jangan mencacinya dan jangan mengasingkannya kecuali di dalam rumah." (Hadits Hasan riwayat Ahmad, Abu Daud, dan Ibnu Majah).

Termasuk hak istri adalah berlaku adil di antara mereka jika memiliki istri lebih dari satu, baik dalam sandang, pangan dan papan dan segala sesuatu yang dituntut baginya untuk berlaku adil. Jika hanya memperhatikan sebagiannya maka hal tersebut merupakan dosa besar, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَانَتْ لَهُ امْرَأَتَانِ يَمِيلُ مَعَ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَحَدُ شِقَّيْهِ سَاقِطٌ
"Siapa yang memiliki dua istri kemudian hanya memperhatikan salah seorang di antara mereka, maka dia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan miring." (HR. Ahmad dan Ahlussunan dengan sanad shahih).

Adapun dalam masalah yang anda tidak mungkin untuk berlaku adil seperti rasa cinta dan kelapangan dada, hal tersebut bukanlah merupakan dosa karena hal tersebut di luar kemampuannya. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
وَلَن تَسْتَطِيعُواْ أَن تَعْدِلُواْ بَيْنَ النِّسَاء وَلَوْ حَرَصْتُمْ
"Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian." (An Nisa: 129).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah berlaku adil terhadap para istrinya lalu bersabda:
اللَّهُمَّ هَذَا فِعْلِي فِيمَا أَمْلِكُ فَلَا تَلُمْنِي فِيمَا تَمْلِكُ وَلَا أَمْلِكُ
"Ya Allah inilah pembagian yang dapat aku lakukan dan jangan Engkau cela aku yang ada Engkau miliki apa yang tidak aku miliki." (HR. penyusun kitab sunan yang empat)

Akan tetapi jika ada seorang suami menggunakan jatah salah seorang istrinya untuk menginap lalu digunakan untuk istrinya yang lain tidaklah mengapa jika istri yang pertama merelakannya sebagaimana yang dilakukan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu ketika dia menggunakan jatah istrinya Saudah untuk

Aisyah karena Saudah memberikannya untuk Aisyah (Hadits Aisyah muttafaq alaih). Dan ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sakit pada akhir-akhir kehidupannya dia selalu bertanya-tanya:
أَيْنَ أَنَا غَدًا أَيْنَ أَنَا غَدًا يُرِيدُ يَوْمَ عَائِشَةَ فَأَذِنَ لَهُ أَزْوَاجُهُ يَكُونُ حَيْثُ شَاءَ فَكَانَ فِي بَيْتِ عَائِشَةَ حَتَّى مَاتَ عِنْدَهَا
"Dimana (giliran) saya besok, dimana (giliran) saya besok, maka para istrinya mengizin-kannya untuk tinggal di mana saja dia suka, dan dia memilih untuk tinggal di Rumah Aisyah hingga meninggal." (HR. Bukhari dan Muslim).

Hak Suami Atas Istrinya.

Adapun hak suami atas istrinya adalah lebih besar dari haknya atas suaminya. Firman Allah ta'ala :
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ
"Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya." (Al Baqarah: 228).

Seorang suami merupakan Qawwam (pemimpin) atas istrinya, penanggung jawab dalam kemaslahatannya, pengajarannya, pengarahannya, sebagaimana firman Allah ta'ala:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ اللّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُواْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ
"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka." (An-Nisa: 34).

Termasuk hak-hak suami atas istrinya adalah mentaatinya dalam perkara yang bukan maksiat kepada Allah serta menjaga rahasia dan hartanya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
"Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada seseorang niscaya aku akan memerintahkan seorang wanita untuk sujud kepada suaminya." (HR Turmuzi dan dia berkata: "hadits ini hasan.").

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
"Jika seorang suami mengajak istrinya ke pembaringannya kemudian dia menolak untuk memenuhinya sehingga pada malam tersebut suaminya marah kepadanya, maka malaikat akan melaknatnya hingga Shubuh ". (HR. Bukhari dan Muslim).

Termasuk hak suami atas istrinya adalah tidak melakukan perbuatan yang dapat mengurangi kesempatan bagi suaminya untuk bersenang-senang terhadapnya walaupun hal tersebut berupa perbuatan sunnah dalam ibadah, berdasarkan hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
لَا يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلَّا بِإِذْنِهِ وَلَا تَأْذَنَ فِي بَيْتِهِ إِلَّا بِإِذْنِهِ
"Tidak diperbolehkan bagi seorang istri untuk berpuasa (sunnah) sementara suaminya ada di sisinya kecuali dengan izinnya dan tidak boleh seorang istri mengizinkan seseorang (masuk) ke rumahnya kecuali dengan izin suaminya.'' (HR. Bukhari).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjadikan keridhaan suami atas istrinya sebagai syarat bagi istrinya untuk masuk syurga, At-Turmuzi meriwayatkan hadits Ummu Salamah radiallahuanha bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ مَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَنْهَا رَاضٍ دَخَلَتْ الْجَنَّةَ
"Seorang istri yang meninggal sementara suaminya meridhainya niscaya dia akan masuk syurga." (HR. Ibnu Majah dan Turmuzi dan dia berkata bahwa hadits ini hasan gharib).


Hak Ketujuh
HAK PEMIMPIN DAN RAKYATNYA

Yang dimaksud adalah pemimpin yang mengatur semua perkara kaum muslimin, baik kepemimpinannya bersifat umum seperti kepala negara atau bersifat khusus seperti dalam sebuah lembaga tertentu atau dalam pekerjaan tertentu, setiap mereka memiliki hak yang wajib dipenuhi oleh rakyatnya dan rakyatnya juga memiliki hak yang wajib dipenuhi oleh pemimpinnya.

Hak rakyat yang merupakan kewajiban pemimpin adalah menunaikan amanah yang Allah bebankan kepada mereka dan wajib memberikan pengarahan kepada rakyatnya serta berjalan di atas peraturan-peraturan yang lurus yang menjamin kemaslahatan dunia dan akhirat.

Hal tersebut terwujud dengan cara mengikuti jejak kaum muslimin dan jalan yang telah dilalui oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, karena sesungguhnya di dalamnya terdapat kebahagiaan bagi mereka dan rakyatnya dan siapa saja yang di bawah tanggung jawabnya dan inilah hal yang paling efektif untuk membuat rakyat ridha kepada pemimpinnya, hubungan terjalin di antara mereka, rakyat akan tunduk terhadap perintah mereka dan menjaga amanah yang dilimpahkan kepada mereka.

Sesungguhnya siapa yang bertakwa kepada Allah maka manusia akan segan kepadanya dan siapa yang mengejar keridhaan Allah, maka cukuplah Allah yang akan menjadikan manusia sebagai pendukungnya dan ridha kepadanya karena hati manusia berada di Tangan Allah, Dia yang merubahnya sesuka-Nya.

Adapun hak para pemimpin yang merupakan kewajiban rakyatnya adalah memberikan nasihat atas kepemimpinan mereka atas berbagai urusan rakyatnya serta memberikan peringatan jika mereka melakukan kelalaian dan mendoakan mereka jika mereka mulai berpaling dari kebenaran.

Melaksanakan segala perintah mereka jika di dalamnya tidak terdapat maksiat kepada Allah, karena hal tersebut menjadikan segala urusan berjalan tertib dan teratur. Sebaliknya jika tidak tunduk kepada setiap perintah mereka, terjadilah kekacaun dan berbagai urusan menjadi kacau. Karena itu Allah ta'ala memerintahkan untuk ta'at kepada-Nya, ta'at  kepada Rasul-Nya dan kepada para pemimpin. Firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ
"Wahai orang-orang yang beriman ta'atlah kalian kepada Allah dan ta'atlah kalian kepada Rasul dan pemimpin di antara kalian." (An-Nisa :59).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ
"Bagi seorang muslim wajib mendengar dan ta'at (kepada para pemimpinnya), baik hal itu dia sukai ataupun dia benci, kecuali jika dia diperintahkan melakukan maksiat, jika (pemimpin) memerintahkan kepada kemaksiatan maka tidak boleh didengar dan dita'ati" (Muttafaq alaih).

Abdullah bin Umar berkata: "Saat kami bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sebuah perjalanan, kami singgah pada sebuah tempat, maka seseorang penyeru Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyerukan: "Asshalaatu Jaami 'ah (Mari shalat berjamaah), maka berkumpullah kami bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu dia bersabda: "Tidak ada seorang nabipun yang diutus Allah ta'ala kecuali dia harus mengarahkan ummatnya kepada kebaikan yang dia ketahui untuk mereka (umatnya), dan memperingatkan mereka dari keburukan apa yang dia ketahui, dan sesungguhnya ummat kalian kebaikannya telah diberikan kepada generasi pertama, sedangkan generasi berikutnya akan ditimpa ujian dan berbagai perkara yang mereka tolak, Akan datang fitnah sehingga satu sama lain saling memperbudak, dan kemudian datang fitnah hingga seorang mu'min akan berkata: "Inilah kehancuranku", kemudian datang lagi fitnah dan orang-orang akan berkata serupa. Maka siapa yang ingin dihindarkan dari api neraka dan dimasukkan dalam syurga hendaklah dia menemui kematiannya dalam keadaan beriman kepada Allah dan hari akhir dan hendaklah kamu melakukan sesuatu terhadap orang lain apa-apa yang kamu suka seandainya hal tersebut dilakukan orang lain terhadap kamu. Dan barang siapa yang berbai 'at kepada seorang imam dengan mengulurkan tangannya dan dengan sepenuh hati maka hendaklah dia mentaatinya semampunya dan jika datang (pemimpin) yang lainnya dan menentangnya maka tebaslah batang leher pemimpin yang lain itu". Seseorang bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam "Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu jika ada seorang pemimpin yang selalu menuntut kepada kami hak mereka dan menahan hak-hak kami, apa yang engkau perintahkan, lalu beliau berpaling darinya, kemudian dia bertanya hal itu lagi, maka bersabdalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: "Dengarkanlah (pemimpin itu) dan ta'atilah, karena bagi mereka apa yang dibebankan untuk mereka dan bagi kalian apa yang dibebankan untuk kalian." (HR. Muslim).

Di antara hak-hak para pemimpin yang merupakan kewajiban rakyatnya adalah bantuan rakyatnya dalam melaksanakan kewajiban mereka dalam bentuk realisasi atas setiap tuntutan yang ditugaskan kepada mereka dan agar setiap warga negara mengetahui perannya dan tanggung jawabnya dalam masyarakat sehingga semua perkara berjalan tertib sesuai yang diharapkan, karena seorang pemimpin jika tidak dibantu rakyatnya dalam memenuhi setiap kewajiban mereka niscaya kepemimpinannya tidak akan berhasil.

Hak Kedelapan
HAK TETANGGA

Tetangga adalah orang yang tinggal dekat rumah anda, baginya terdapat hak yang banyak. Jika dia sanak saudara anda dan muslim maka baginya ada tiga hak: Hak tetangga, hak kekerabatan dan hak Islam, adapun jika dia termasuk sanak saudara tapi non muslim maka baginya ada dua hak: hak tetangga dan hak kekerabatan sedangkanjika bukan sanak saudara danjuga non muslim maka baginya satu hak: hak tetangga (Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Bakar Al Bazzar dari jalur Hasan dari Jabir bin Abdullah, disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsir surat An Nisa ayat 36).

Allah ta'ala berfirman:
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ
"Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh ." (An Nisa: 36).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَا زَالَ جِبْرِيلُ يُوصِينِي بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ
"(Malaikat) Jibril selalu mewasiatkan kepadaku tentang tetangga hingga aku mengira bahwa tetangga mendapat warisan (tetangga lain)-nya." (Muttafaq alaih).

Di antara hak-hak tetangga terhadap tetangganya adalah berlaku baik kepadanya semampunya, baik berupa; harta, kehormatan dan manfaat, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
وَخَيْرُ الْجِيرَانِ عِنْدَ اللَّهِ خَيْرُهُمْ لِجَارِهِ

"Sebaik-baik tetangga disisi Allah adalah yang paling baik terhadap tetangganya.” (HR. Turmuzi dan dia berkata hadits ini hasan gharib).

Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُحْسِنْ إِلَى جَارِهِ
"Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berlaku baik terhadap tetangganya." (HR. Muslim).
إِذَا طَبَخْتَ مَرَقَةً فَأَكْثِرْ مَاءَهَا وَتَعَاهَدْ جِيرَانَكَ
"Jika engkau memasak masakan berkuah maka banyakkanlah airnya dan bagilah tetanggamu." (HR. Muslim).

Termasuk berbuat baik terhadap tetangga adalah memberikan hadiah kepadanya dalam peristiwa-peristiwa tertentu, karena hadiah dapat mendatangkan rasa cinta dan menghapus permusuhan.

Termasuk hak tetangga atas tetangganya adalah menahan perkataan dan perbuatannya dari perbuatan yang menyakitinya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ قِيلَ وَمَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الَّذِي لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَايِقَهُ  -...-لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ
"Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman", mereka bertanya "Siapa yaa Rasulullah? beliau bersabda: "Yang tetangganya tidak aman dari kejahatannya " -dalam riwayat yang lain- "Tidak masuk syurga orang yang tetangganya tidak aman dari kejahatannya." (HR. Bukhari).

Pada zaman sekarang banyak orang yang tidak memperhatikan hak tetangga sehingga tetangganya tidak aman dari keburukannya. Seringkali tampak di antara mereka terjadi percekcokan dan sengketa serta pelecehan terhadap hak-haknya, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Semua itu bertentangan dengan apa yang diperintahkan Allah ta'ala dan Rasul-Nya dan dapat menyebabkan perpecahan serta ketidak harmonisan di kalangan muslimin dan hilangnya penghormatan di antara mereka satu sama lain.

Hak Kesembilan
HAK KAUM MUSLIMIN SECARA UMUM

Hak dalam masalah ini banyak sekali, di antaranya adalah apa yang disebutkan dalam sebuah hadits shahih bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ قِيلَ مَا هُنَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ فَسَمِّتْهُ وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ
Hak seorang muslim atas muslim lainnya ada enam: Jika engkau menemuinya maka berilah salam, dan jika dia mengundangmu maka penuhilah, jika dia minta nasihat kepadamua berilah nasihat, jika dia bersin dan mengucapkan hamdalah maka balaslah (dengan doa  فَحَمِدَ اللَّهَ  ), jika dia sakit maka kunjungilah dan jika dia meninggal maka antarkanlah (ke kuburan)." (HR. Muslim).

Dalam hadits di atas terdapat keterangan tentang beberapa hak di antara kaum muslimin:

Hak pertama: Mengucapkan salam.

Mengucapkan salam adalah sunnah yang sangat dianjurkan, karena dia merupakan penyebab tumbuhnya rasa cinta dan kedekatan di kalangan kaum muslimin sebagaimana dapat disaksikan dan sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
لَا تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا أَوَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ أَفْشُوا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ
"Demi Allah tidak akan masuk syurga hingga kalian beriman dan tidak beriman hingga kalian saling mencintai, maukah kalian jika aku beritakan kepada kalian sesuatu yang jika kalian praktekkan akan menumbuhkan rasa cinta di antara kalian? Sebarkan salam di antara kalian." (HR. Muslim).

Adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang selalu memulai salam kepada siapa saja yang dia temui dan bahkan dia memberi salam kepada anak-anakjika dia menemui mereka.

Sunnahnya adalah yang kecil memberi salam kepada yang besar, yang sedikit memberi salam kepada yang banyak, yang berkendaraan memberi salam kepada pejalan kaki, akan tetapi jika yang lebih utama tidak juga memberikan salam maka yang lainlah yang hendaknya memberikan salam agar sunnah tersebut tidak hilang. Jika yang kecil tidak memberi salam maka yang besar memberikan salam, jika yang sedikit tidak memberi salam maka yang banyak memberi salam agar pahalanya tetap dapat diraih.

Ammar bin Yasir radiallahuanhu berkata: "Ada tiga hal yang jika ketiganya diraih maka sempurnalah iman seseorang: Jujur (dalam menilai) dirinya, memberi salam kepada khalayak dan berinfaq saat kesulitan." (HR. Muslim).

Jika memulai salam hukumnya sunnah maka menjawabnya adalah fardhu kifayah, jika sebagian melakukannya maka yang lain gugur kewajibannya. Misalnya jika seseorang memberi salam kepada sejumlah orang maka yang menjawabnya hanya seorang maka yang lain gugur kewajibannya. Allah ta'ala berfirman:
وَإِذَا حُيِّيْتُم بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّواْ بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا
"Apabila kamu dihormati dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah dengan yang serupa." (An Nisa: 86).

Tidak cukup menjawab salam dengan mengucapkan: "Ahlan Wasahlan" saja, karena dia bukan termasuk "yang lebih baik darinya", maka jika seseorang berkata: "Assalamualaikum", maka jawablah: "Wa'alaikum salam", jika dia berkata: "Ahlan", maka jawablah: "Ahlan"  juga, danjika dia menambah ucapan selamatnya maka itu lebih utama.

Hak Kedua: Memenuhi undangan

Misalnya, seseorang mengundang anda untuk makan- makan atau lainnya maka penuhilah dan memenuhi undangan adalah sunnah mu'akkadah dan hal itu dapat menarik hati orang yang mengundang serta mendatangkan rasa cinta dan kasih sayang. Dikecualikan dari hal tersebut adalah undangan perkawinan, sebab memenuhi undangan tersebut adalah wajib dengan syarat-syarat yang telah dikenal. Yaitu:

1.      Dilakukan pada hari pertama
2.      Pengundangnya adalah orang muslim,
3.      Pengundangnya bukan orang yang sedang diisolir (karena melanggar ajaran Islam)
4.      Undanganya langsung diarahkan (dikhususkan) kepada yang bersangkutan
5.      Mata pencaharian pengundang halal, 6.Tidak Terdapat kemunkaran yang tidak dapat dia hilangkan. (Al Salsabil Fi Ma'rifati Ad Dalil, hal. 735).

Rasulullah bersabda:
وَمَنْ لَمْ يُجِبْ الدَّعْوَةَ فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَرَسُولَهُ
"Dan siapa yang tidak memenuhi (undangan) maka dia telah durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya." (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. : “Jika seseorang mengundangmu maka penuhilah" termasuk juga undangan untuk memberikan bantuan atau pertolongan. Karena anda diperintahkan untuk menjawabnya, maka jika dia memohon kepada anda agar anda menolongnya untuk membawa sesuatu misalnya atau membuang sesuatu, maka anda diperintahkan untuk menolongnya, berdasarkan hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
"Setiap mu'min satu sama lainnya bagaikan bangunan yang saling menopang." (HR. Bukhari dan Muslim).

Hak ketiga: Jika dia meminta nasihat maka penuhilah.

Yaitu: jika seseorang datang meminta nasihat kepadamu dalam suatu masalah maka nasihatilah karena hal itu termasuk agama sebagaimana hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
الدِّينُ النَّصِيحَةُ قُلْنَا لِمَنْ قَالَ لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ
"Agama adalah nasihat: Kepada Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya dan kepada para pemimpin kaum muslimin serta rakyat pada umumnya." (HR. Muslim).

Adapun jika seseorang datang kepadamu tidak untuk meminta nasihat namun pada dirinya terdapat bahaya atau perbuatan dosa yang akan dilakukannya maka wajib menasihatinya walaupun perbuatan tersebut tidak diarahkan kepadanya, karena hal tersebut termasuk menghilangkan bahaya dan kemunkaran dari kaum muslimin. Adapun jika tidak terdapat bahaya dalam dirinya dan tidak ada dosa padanya dan dia melihat bahwa hal lainnya (selain nasihat) lebih bermanfaat maka tidak perlu menasihatinya kecuali jika dia meminta nasihat kepadanya maka saat itu wajib menasihatinya.

Hak keempat: Jika dia bersin lalu mengucapkan "Al Hamdulillah" maka jawablah dengan ucapan: "Yarhamukallah".

Sebagai rasa syukur kepada-Nya yang memuji Allah saat bersin, adapun jika dia bersin tetapi tidak mengucapkan hamdalah maka dia tidak berhak untuk diberikan ucapan tersebut, dan itulah balasan bagi orang bersin yang tidak mengucapkan hamdalah.

Menjawab orang bersin (jika dia mengucapkan hamdalah) hukumnya wajib, dan wajib pula menjawab orang yang mengucapkan: "Yarhamukallah" dengan ucapan "Yahdikumullah wa yuslihu balakum", dan jika seseorang bersin terus-menerus lebih dari tiga kali maka keempat kalinya ucapkanlah "Aafakallah" (Semoga Allah menyembuhkan anda) sebagai ganti dari ucapan: "Yarhamukallah "

Hak kelima: Membesuknya jika dia sakit.

Hal ini merupakan hak orang sakit dan kewajiban saudara saudaranya seiman, apalagi jika yang sakit memiliki kekerabatan, teman dan tetangga maka membesuknya sangat dianjurkan.

Cara membesuk sangat tergantung orang yang sakit dan penyakitnya. Kadang kondisinya menuntut untuk sering dikunjungi, maka yang utama adalah memperhatikan keadaannya. Disunnahkan bagi yang membesuk orang sakit untuk menanyakan keadaannya, mendoakannya serta menghiburnya dan memberinya harapan karena hal tersebut merupakan sebab yang paling besar mendatangkan kesembuhan dan kesehatan. Layak juga untuk mengingatkannya akan taubat dengan cara yang tidak menakutkannya, seperti berkata kepadanya: "Sesunguhnya sakit yang engkau derita sekarang ini mendatangkan kebaikan, karena penyakit dapat berfungsi menghapus dosa dan kesalahan dan dengan kondisi yang tidak dapat kemana-mana engkau dapat meraih pahala yang banyak, dengan membaca zikir, istighfar dan berdoa".

Hak keenam: Mengantarkan jenazahnya jika meninggal.

Hal ini juga merupakan hak seorang muslim atas saudaranya dan di dalamnya terdapat pahala yang besar. Terdapat riwayat dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa dia bersabda:
مَنْ صَلَّى عَلَى جَنَازَةٍ فَلَهُ قِيرَاطٌ وَمَنْ اتَّبَعَهَا حَتَّى تُوضَعَ فِي الْقَبْرِ فَقِيرَاطَانِقَالَ قُلْتُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ وَمَا الْقِيرَاطُ قَالَ مِثْلُ أُحُدٍ
"Siapa yang mengantarkan jenazah hingga menshalatkannya maka baginya pahala satu qhirath, dan siapa yang mengantarkannya hingga dimakamkan maka baginya pahala dua qhirath", beliau ditanya: "Apakah yang dimaksud qhirath?” beliau menjawab: "Bagaikan dua gunung yang besar. " (HR. Bukhari dan Muslim).

Hak Ketujuh : Tidak menyakiti saudaranya

Termasuk hak muslim kepada muslim yang lainnya adalah menahan diri untuk tidak menyakitinya, karena menyakiti kaum muslimin adalah dosa yang sangat besar. Allah ta'ala berfirman:
وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُّبِينًا
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, Maka Sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.”  (Al Ahzab:58)

Dan pada umumnya siapa yang melakukan perbuatan yang menyakitkan saudaranya maka Allah akan membalasnya di dunia sebelum dibalan di akhirat. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَا تَحَاسَدُوا وَلَا تَنَاجَشُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَلَا يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يَخْذُلُهُ وَلَا يَحْقِرُهُ التَّقْوَى هَاهُنَا وَيُشِيرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنْ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ
“Janganlah kalian saling mendengki, saling memfitnah, saling membenci, dan saling memusuhi. Janganlah ada seseorang di antara kalian yang berjual beli sesuatu yang masih dalam penawaran muslim lainnya dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang saling bersaudara. Muslim yang satu dengan muslim yang lainnya adalah bersaudara tidak boleh menyakiti, merendahkan, ataupun menghina. Takwa itu ada di sini (Rasulullah menunjuk dadanya), Beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali. Seseorang telah dianggap berbuat jahat apabila ia menghina saudaranya sesama muslim. Muslim yang satu dengan yang Iainnya haram darahnya. hartanya, dan kehormatannya." (HR. Muslim).

Hak-hak muslim atas saudaranya yang muslim banyak sekali, akan tetapi kita dapat menyimpulkan semua itu dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ
"Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya"

Jika seseorang mewujudkan sikap ukhuwwah terhadap saudaranya maka dia akan berusaha untuk mendatangkan kebaikan kepada semua saudaranya serta menghindar dari semua perbuatan yang menyakitkannya.

Hak Kesepuluh
HAK NON MUSLIM

Non muslim mencakup semua orang kafir, mereka terbagi menjadi empat bagian: Harbi (kafir yang memerangi kamu muslimin), musta'min (kafir yang meminta perlindungan kepada kaum muslimin), mu 'ahid (Kafir yang terikat perjanjian dengan kaum muslimin) dan dzimmi (Kafir yang berada dibawah kekuasaan dan perlindungan kaum muslimin).

Terhadap kafir harbi maka kaum muslimin tidak memiliki kewajiban atas mereka, baik berupa perlindungan ataupun pengawasan.

Terhadap kafir musta'min maka kaum muslim wajib melindungi mereka pada waktu dan tempat yang telah ditentukan untuk memberikan keamanan kepada mereka. Berdasarkan firman Allah ta'ala:
وَإِنْ أَحَدٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلاَمَ اللّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ
"Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya." (At Taubah: 6).

Terhadap kafir mu'ahid maka kita wajib melaksanakan perjanjian yang telah kita sepakati kepada mereka selama mereka juga konsisten kepada kita dalam perjanjian tersebut, tidak menguranginya dan tidak membantu seorangpun untuk mencelakakan kita dan tidak melecehkan agama kita, berdasarkan firman Allah ta'ala:
إِلاَّ الَّذِينَ عَاهَدتُّم مِّنَ الْمُشْرِكِينَ ثُمَّ لَمْ يَنقُصُوكُمْ شَيْئًا وَلَمْ يُظَاهِرُواْ عَلَيْكُمْ أَحَدًا فَأَتِمُّواْ إِلَيْهِمْ عَهْدَهُمْ إِلَى مُدَّتِهِمْ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ
"Kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatupun (dari isi perjanjian)mu dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa." (At-Taubah: 4).
وَإِن نَّكَثُواْ أَيْمَانَهُم مِّن بَعْدِ عَهْدِهِمْ وَطَعَنُواْ فِي دِينِكُمْ فَقَاتِلُواْ أَئِمَّةَ الْكُفْرِ إِنَّهُمْ لاَ أَيْمَانَ لَهُمْ لَعَلَّهُمْ يَنتَهُونَ
"Jika mereka merusak sumpah (janji)nya sesudah mereka berjanji, dan mereka mencerca agamamu, maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang tidak dapat dipegang janjinya." (At Taubah: 12).

Adapun terhadap orang-orang dzimmi maka mereka adalah merupakan golongan yang paling banyak hak dan kewajibannya. Hal tersebut karena mereka hidup di negri kaum muslimin dan di bawah perlindungan dan pengawasannya sesuai dengan jizyah (upeti) yang mereka bayar.

Wajib bagi pemerintahan muslim untuk memerintah mereka dengan hukum Islam baik dalam urusan jiwanya, hartanya dan kehormatannya juga (wajib) dilaksanakan hudud atas mereka yang melakukan tindak kriminalitas. Wajib pula melindungi mereka serta menjauhkan perbuatan yang menyakiti mereka.

Juga wajib membedakan mereka dari kaum muslimin dalam masalah pakaian dan tidak boleh bagi mereka menampakkan syi'ar-syi'ar agama mereka seperti lonceng atau salib.

Hukum-hukum yang berkaitan dengan ahli dzimmah banyak terdapat dalam kitab-kitab para ulama dan kami tidak membahasnya lebih panjang lagi.

Catatan:

Mengerjakan hak-hak ini merupakan salah satu sebab tumbuhnya kecintaan antara kaum muslimin serta dapat menghilangkan permusuhan dan pertikaian di antara mereka sebagaimana perbuatan-perbuatan tersebut dapat menjadi sebab terhapusnya keburukan dan berlipat gandanya kebaikan serta terangkatnya derajat. Semoga Allah ta'ala memberi taufiq bagi kaum muslimin untuk mengamalkannya.


Wallahu ‘alam bi showab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar