Minggu, 18 Oktober 2015

Permasalahan Dalam Hubungan Intim (2)

5.     Melakukan Hubungan dengan Dua Istri Bersamaan dalam Satu Ranjang


Seorang memiliki istri dua. Hubungan kedua istrinya sangat akrab dan hampir satu sama lain tidak memiliki kecemburuan.

-          Bolehkah sang suami mencium salah satu istrinya dengan dilihat istri yang lain?
-     Bolehkah dia bermesraan dan melakukan jima dengan kedua istrinya dalam satu ranjang bersamaan?

Pertama, Mencium istri dan bermesraan dengan istri dengan diketahui istri yang lain merupakan perbuatan yang tidak selayaknya dilakukan. Karena dalam perbuatan ini telah menghilangkan rasa malu dan menyingkap tabir yang selayaknya ditutupi.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Malu itu salah satu cabang iman.” (HR. Muttafaq ‘alaihi), dalam riwayat Bukhari, “Rasa malu itu hanya mendatangkan kebaikan“, dalam riwayat Muslim disebutkan, “Rasa malu itu semuanya baik.“.

Sementara dalam riwayat Bukhari disebutkan, “Sesungguhnya wasiat yang pertama kali dipahami oleh manusia dari ucapan para nabi adalah jika tidak malu silahkan lakukan sesukamu.”

Jika berciuman di hadapan istrinya yang lain saja hukumnya terlarang karena telah merobek rasa malu maka bagaimana lagi dengan jima. [Fatawa Syabakah Islamiyah, dibawah bimbingan Dr. Abdullah al-Faqih, no. 27093]

Kedua, Sesungguhnya seorang suami yang menggauli dua istrinya sekaligus akan membawa pengaruh negatif bagi istri-istrinya itu sendiri selain dari penampakkan aurat seorang istri kepada istri yang lainnya.

Kemampuan seorang suami sangatlah terbatas untuk bisa memberikan kepuasan yang sama kepada kedua istrinya yang digaulinya secara bersamaan itu baik di dalam permainan-permaianan jima’nya maupun tempat ditumpahkan spermanya. Hal ini akan memunculkan kecemburuan bahkan kebencian di dalam diri istrinya yang tidak merasa terpuaskan oleh suaminya sementara dia menyaksikan secara langsung bahwa kepuasan itu dirasakan oleh istrinya yang lain.

Abdul Wahab Hamudah, penulis kitab “Ar Rasul Fii Baitih” mengatakan bahwa cemburu merupakan salah satu pembawaan wanita yang khas. Kecemburuan merupakan watak wanita dan memiliki bentuk yang bermacam-macam…. Seorang perempuan umumnya cemburu kepada jenisnya yang berpenampilan cantik, walau perempuan itu bukan saingannya terhadap laki-laki yang dicintainya. Perasaan cemburu itu lebih-lebih terhadap perempuan yang benar-benar menjadi saingan atau madunya… Selain itu kaum perempuan juga begitu cemburu atau tidak senang dengan memperlihatkan ekspresi sinisme, karena melihat seorang perempuan yang berhias secara mencolok atau berpakaian secara berlebih-lebihan, sehingga tampak tak wajar.” (Romatika dan Problematika Rumah Tangga Rasul hal 127)

Tentunya kecemburuan seorang istri terhadap istri suaminya yang lain akan jauh lebih besar jika sudah menyangkut perihal hubungan seks diantara mereka dengan suaminya terlebih lagi jika satu sama lain saling melihat mereka berhubungan.

Hal lainnya adalah didalam persetubuhan yang dilakukan seorang suami dengan kedua istrinya secara bersamaan memungkinkan diantara kedua istrinya akan saling memandang aurat mereka dan hal ini diharamkan menurut kesepakatan para fuqaha berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, ”Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki (lain) dan janganlah seorang wanita melihat aurat wanita (lain) dan berada didalam satu selimut.” (HR. Muslim, Abu Daud dan Tirmidzi)

Dengan demikian tidak diperbolehkan bagi seorang suami menggauli kedua istrinya secara bersamaan dalam satu tempat tidur atau menggauli salah satunya dengan disaksikan oleh istrinya yang lain.

Dibolehkan baginya untuk menggauli seorang istrinya setelah ia menggauli istrinya yang di lain di tempat yang terpisah sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang berkeliling untuk menggauli istri-istrinya dalam satu malam.

Diriwayatkan dari Qatadah berkata bahwa Anas bin Malik pernah bercerita kepada kami bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam pernah menggilir istri-istrinya dalam satu waktu sehari semalam dan jumlah mereka ada sebelas orang. Qatadah mengatakan,’Aku bertanya kepada Anas, ’Seberapa kuat beliau shallallahu alaihi wasallam?’ Dia menjawab,’Kami pernah memperbincangkannya bahwa kekuatan beliau shallallahu alaihi wasallam sebanding dengan (kekuatan) tiga puluh orang.” Said berkata dari Qatadah ,’Sesungguhnya Anas menceritakan kepada mereka bahwa jumlah istri-istrinya shallallahu alaihi wasallam adalah sembilan orang.” (HR. Bukhari)

6.     Bolehkah Suami Melakukan Onani Dengan Seijin Istri.

Tidak semua yang ada di sekitar kita menjadi hak kita. Karena kepemilikan segala yang ada di sekitar kita, adalah kepemilikan yang terikat aturan. Kita memiliki uang, memiliki harta, bukan berarti kita bebas memanfaatkan harta itu sesuai keinginan kita.

Ada aturan yang mengikat, dan karena itu, akan dipertanggung-jawabkan pada hari kiamat.
Dari Abu Barzah al-Aslami radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ القِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ، وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَ فَعَلَ، وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ، وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَ أَبْلَاه
Kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat tidak akan bergerak, hingga dia ditanya tentang umurnya, untuk apa dia habiskan. Tentang ilmunya, untuk apa dia amalkan. Tentang hartanya, dari mana dia perolah dan kemana dia belanjakan. Dan tentang badannya, untuk apa dia gunakan. (HR. Turmudzi 2417, ad-Darimi 554, dan dishahihkan al-Albani)

Kita memiliki anak, memiliki istri, memiliki suami, bukan berarti kita bebas memberikan aturan apapun bagi mereka, sesuai keinginan kita. Masalah ranjang, memang hak bersama. Tapi bukan berarti semua bebas bergaya. Di sana ada aturan yang tidak boleh dilanggar.

Dalil pokok yang melarang onani adalah firman Allah,
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ. إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ. فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ
Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,  kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas. (QS. al-Mukminun: 5 – 7)

Allah hanya memberikan dua pilihan terkait kemaluan, dengan istri atau budak wanita. Orang yang menyalurkan syahwatnya melalui selain itu, berarti dia termasuk orang-orang yang melampaui batas.

Memahami keterangan di atas, sejatinya onani bukan hak istri maupun suami. Onani hukumnya terlarang. Dan tetap terlarang meskipun istri mengizinkan. Karena ini di luar wewenang istri, sehingga dia tidak berhak memberi izin untuk masalah ini.

Sebagaimana zina hukumnya haram, sekalipun istri atau suami yang memintanya. Ini ranah aturan syariat, bukan masalah hak pasangan.

Solusi Onani yang Halal

Berdasarkan firman Allah (menceritakan sifat orang mukmin) yang artinya, Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa.”  (QS. Al-Mukminun: 5 – 7).

Ayat ini menjadi dalil, seorang suami bisa melakukan onani dengan tubuh istrinya, selain dubur dan mulut.

Allah menyatakan, ’ kecuali terhadap isteri-isteri mereka

7.     Memuaskan Suami saat Haid


Ada seribu cara halal untuk memuaskan suami ketika sedang haid. Karena islam tidak menghukumi fisik wanita haid sebagai benda najis yang selayaknya dijauhi, sebagaimana praktek yang dilakukan orang yahudi.

Anas bin Malik menceritakan,
أن اليهود كانوا إذا حاضت المرأة فيهم لم يؤاكلوها ولم يجامعوهن في البيوت فسأل الصحابة النبي صلى الله عليه وسلم فأنزل الله تعالى : ويسألونك عن المحيض قل هو أذى فاعتزلوا النساء في المحيض
Sesungguhnya orang yahudi, ketika istri mereka mengalami haid, mereka tidak mau makan bersama istrinya dan tidak mau tinggal bersama istrinya dalam satu rumah. Para sahabatpun bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. kemudian Allah menurunkan ayat, yang artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haid, katakanlah bahwa haid itu kotoran, karena itu hindari wanita di bagian tempat keluarnya darah haid…” (HR. Muslim 302).

Dengan demikian, suami masih bisa melakukan apapun ketika istri haid, selain yang Allah larang dalam Al-quran, yaitu melakukan hubungan intim.

Ada 3 macam interaksi intim antara suami & istri ketika haid:

Pertama, interaksi dalam bentuk hubungan intim ketika haid. Perbuatan ini haram dengan sepakat ulama, berdasarkan firman Allah,
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ
Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah suatu kotoran”. Karena itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (QS. Al-Baqarah: 222)

Orang yang melanggar larangan ini, wajib bertaubat kepada Allah, dan membayar kaffarah, berupa sedekah satu atau setengah dinar.

Kedua, interaksi dalam bentuk bermesraan dan bercumbu selain di daerah antara pusar sampai lutut istri ketika haid. Interaksi semacam ini hukumnya halal dengan sepakat ulama. A’isyah radhiyallahu ‘anha menceritakan,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا حِضْتُ يَأْمُرُنِي أَنْ أَتَّزِرَ، ثُمَّ يُبَاشِرُنِي
Apabila saya haid, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhku untuk memakai sarung kemudian beliau bercumbu denganku. (HR. Ahmad 25563, Turmudzi 132 dan dinilai shahih oleh Al-Albani).

Hal yang sama juga disampaikan oleh Maimunah radhiyallahu ‘anha,
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُبَاشِرُ نِسَاءَهُ فَوْقَ الْإِزَارِ وَهُنَّ حُيَّضٌ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bercumbu dengan istrinya di daerah di atas sarung, ketika mereka sedang haid. (HR. Muslim 294)

Ketiga, interaksi dalam bentuk bermesraan dan bercumbu di semua tubuh istri selain hubungan intim dan anal seks. Interaksi semacam ini diperselisihkan ulama.

1.      Imam Abu Hanifah, Malik, dan As-Syafii berpendapat bahwa perbuatan semacam ini hukumnya haram. Dalil mereka adalah praktek Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana keterangan A’isyah dan Maimunah.

2.      Imam Ahmad, dan beberapa ulama hanafiyah, malikiyah dan syafiiyah berpendapat bahwa itu dibolehkan. Dan pendapat inilah yang dikuatkan An-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim (3/205).

Diantara dalil yang mendukung pendapat kedua adalah
a.       Firman Allah
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah suatu kotoran”. Karena itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari Al-Mahidh..”

Ibn Utsaimin mengatakan,
Makna Al-Mahidh mencakup masa haid atau tempat keluarnya haid. Dan tempat keluarnya haid adalah kamaluan. Selama masa haid, melakukan hubungan intim hukumnya haram. (As-Syarhul Mumthi’, 1/477)

Ibn Qudamah mengatakan,
فتخصيصه موضع الدم بالاعتزال دليل على إباحته فيما عداه
Ketika Allah hanya memerintahkan untuk menjauhi tempat keluarnya darah, ini dalil bahwa selain itu, hukumnya boleh. (Al-Mughni, 1/243)

b.      Hadis dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ketika para sahabat menanyakan tentang istri mereka pada saat haid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اصْنَعُوا كُلَّ شَيْءٍ إِلَّا النِّكَاحَ
“Lakukanlah segala sesuatu (dengan istri kalian) kecuali nikah.” (HR. Muslim 302).

Ketika menjelaskan hadis ini, At-Thibi mengatakan,
إِنَّ الْمُرَادَ بِالنِّكَاحِ الْجِمَاعُ
“Makna kata ‘nikah’ dalam hadis ini adalah hubungan intim.” (Aunul ma’bud, 1/302)

Hubungan intim disebut dengan nikah, karena nikah merupakan sebab utama dihalalkannya hunungan intim.

c.       Disebutkan dalam riwayat lain, bahwa terkadang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melakukan praktek yang berbeda seperti di atas.

Diriwayatkan dari Ikrimah, dari beberapa istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
أن النبي صلى الله عليه وسلم كان إذا أراد من الحائض شيئا ألقى على فرجها ثوبا
“Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika hendak melakukan hubungan intim dengan istrinya yang sedang haid, beliau menyuruhnya untuk memasang pembalut ke kemaluan istrinya.” (HR. Abu Daud 272 dan Al-Hafidz Ibn Hajar mengatakan: Sanadnya kuat).

Melakukan Onani Sendiri Bukan Solusi Bila Istri Sedang Haidh

Memahami hal ini, selayaknya suami tidak perlu risau ketika istrinya haid. Dan jangan sekali-kali melakukan onani tanpa bantuan tubuh istri. Mengeluarkan mani dengan selain tubuh istri adalah perbuatan yang terlarang, sebagaimana firman Allah ketika menyebutkan kriteria orang mukmin yang beruntung,
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ ( ) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ ( ) فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ
Orang-orang yang menjaga kemaluannya, Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas. (QS. Al-Mukminun: 5 – 7)

Diantara sifat mukminin yang beruntung adalah orang yang selalu menjaga kemaluannya dan tidak menyalurkannya, selain kepada istri dan budak wanita. Artinya, selama suami menggunakan tubuh istri untuk mencapai klimaks syahwat, maka tidak dinilai tercela. Berbeda dengan “orang yang mencari selain itu”, baik berzina dengan wanita lain, atau menggunakan bantuan selain istri untuk mencapai klimaks (baca: onani), Allah sebut perbuatan orang ini sebagai tindakan melampaui batas.

Allahu a’lam


8.     Bolehkah Merekam Hubungan Intim Suami-Istri?


Sebagian pasangan suami istri (pasutri) merekam video hubungan intim mereka baik dalam proses pemanasan maupun dalam intinya. Ada yang beralasan itu dalam rangka membangkitkan semangat dan syahwat. Ada yang hanya ‘iseng’dan adapula yang mengatakan itu untuk keperluan dokumentasi. Sebagian orang berdalih bahwa ada orang yang dianggap berilmu yang membolehkan dengan syarat-syarat tertentu. Sebenarnya, apa hukum di dalam Islam mengenai hal ini?

Para ulama rabbani di zaman ini melarang pasutri merekam video hubungan intim dengan argumentasi sebagai berikut:

a.       Membuat video yang di dalamnya ada wanita, apalagi wanita tersebut tidak menutup aurat bahkan telanjang.

Para ulama rabbani di zaman ini memang berselisih pendapat dalam menetapkan hukum video (gambar bergerak atau motion pictures). Hanya saja perlu diketahui bahwa para ulama tersebut bersepakat apabila di dalam video tersebut ada wanita, khususnya yang tidak menutup aurat bahkan telanjang, maka video semacam itu diharamkan dengan tegas.

Ini yang kami ketahui dari Syaikh Saad bin Turkiy Al-Khotslan hafizhahullah (anggota Haiah Kibaril Ulama) saat menghadiri kajian (sesi fiqih kontemporer) beliau di Riyadh, Saudi Arabia sekitar dua tahun lalu.

b.      Orang-orang yang pertama dan sering melakukan hal ini adalah dari kalangan orang kafir barat.

Karenanya, merekam video pasutri sedang berhubungan intim adalah bentuk mengikuti budaya orang kafir dan ini dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Beliau bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk bagian dari kaum tersebut.” (HR. Abu Daud no. 4033 dari sahabat Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, dinilai hasan shahih oleh Syaikh Al-Albani)

c.     Sebagai bentuk sadd adz-dzari’ah (menutup segala jalan) menuju perbuatan haram, kemungkaran dan penyakit sosial lainnya, seperti tersebarnya video porno, anak-anak melihat hubungan intim orang dewasa, fitnah antara suami istri, rusaknya rumah tangga dan kerusakan lainnya yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.

Teknologi bagaimanapun canggihnya, pasti ada kekurangan. Manusia sepintar apapun menutupi aibnya bisa saja ada celah yang terlupakan.

Jika pasutri merekam video hubungan mereka, maka bisa saja suatu ketika video tersebut jatuh ke tangan orang lain. Banyak jalannya, seperti:

  • Data di komputer atau HP dihack oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
  • Alat yang digunakan (kamera atau HP) hilang dicuri orang dan videonya masih tersimpan.
  • HP yang digunakan diperbaiki oleh service center dan videonya masih ada lalu dicopy teknisi.
  • Pasutri meletakkan HP secara sembrono dan dimainkan oleh anak-anak mereka.
  • Tak jarang salah satu dari pasutri itu sendiri yang menyebarkan karena kedunguannya.
Hal seperti ini sudah umum terjadi.

Akibatnya, orang lain bahkan anak-anak melihat video porno yang jelas diharamkan di dalam agama. Bahkan tidak sedikit pula kasus suami istri bercerai dalam kondisi hubungan yang buruk, sementara salah satu dari keduanya menyimpan video intim mereka. Video tersebut kemudian diperlihatkan kepada orang lain untuk membuat kesan buruk tentang mantan pasangannya.

Adapun jatuhnya video hubungan intim ke tangan orang lain, bisa jadi tidak sekarang tapi pada masa yang akan datang. Pasutri tersebut tidak tahu kapan mereka meninggal, hingga memungkinkan mereka meninggal dalam keadaan masih menyimpan video tersebut, hingga suatu hari video mereka ditemukan oleh orang lain.

d.  Melihat aurat diri sendiri adalah perbuatan yang dimakruhkan jika tidak ada kebutuhan.

Pasutri yang mereka video hubungan intim tentu tidak hanya akan melihat aurat pasangan melainkan juga aurat diri sendiri. Padahal, melihat aurat sendiri dimakruhkan jika tidak ada kebutuhan, sebagaimana dinukil oleh Al-Mardawiy dalam Al-Inshaf.

Banyak di antara ulama rabbani yang telah membahas masalah ini, di antaranya adalah para ulama yang duduk di Al-Lajnah Ad-Daimah li Al-Buhuts Al-Ilmiyyah wa Al-Ifta’. Dalam fatwa no. 22659, mereka dengan tegas melarang hal itu, dengan teks fatwa (diringkas) sebagai berikut:

Pertanyaan:
ما حكم تصوير ما يحصل بين الزوجين من المعاشرة الزوجية: الجماع وتوابعه؟ مع العلم أنه قد صدرت فتاوى من بعض المحسوبين على العلم في بعض البلدان بجوازه، مع اشتراطهم المحافظة على الشريط حتى لا يتسرب لأحد ؟
Apa hukum merekam video pergaulan suami istri, seperti yang dilakukan oleh sebagian pasutri yang merekam hubungan mereka berupa jima’ dan hal-hal yang berhubungan dengannya? Untuk diketahui telah keluar fatwa dari sebagian orang yang dianggap berilmu di negeri lain yang menghukumi bolehnya hal itu, dengan syarat hasil rekamannya harus terjaga sehingga tidak bocor ke tangan orang lain.

Jawaban:
تصوير ما يحصل من الزوجين عند المعاشرة الزوجية محرم شديد التحريم؛ لعموم أدلة تحريم التصوير، ولما يفضي إليه تصوير المعاشرة الزوجية خصوصا من المفاسد والشرور التي لا تخفى، مما لا يقره شرع ولا عقل ولا خلق، فالواجب الابتعاد عن ذلك، والحرص على صيانة العرض والعورات، فإن ذلك من الإيمان واستقامة الفطرة، ومما يحبه الله سبحانه.
Merekam video pergaulan suami istri, seperti yang dilakukan oleh sebagian pasutri merupakan perbuatan yang diharamkan dengan pengharaman yang keras. Hal ini berdasarkan dalil umum tentang pengharaman pembuatan gambar dan dampak negatif berupa kerusakan dan keburukan yang timbul, khususnya akibat merekam video hubungan pasutri. Dampak negatif ini terkadang tidak terduga dan tidak bisa diterima baik oleh syari’at, akal, maupun akhlaq.

Wajib menghindari hal-hal seperti itu, benar-benar berusaha menjaga kehormatan dan aurat, karena yang demikian merupakan bagian dari iman dan konsistensi dalam menjaga kesucian dan segala hal yang dicintai Allah subhaanah.


Fatwa ini ditandatangani oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah Alu Syaikh (ketua), Syaikh Abdullah bin Ghudayyan (wakil ketua), Syaikh Shalih Al-Fauzan (anggota) dan Syaikh Bakr Abu Zaid (anggota).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar