Pertama, Mencari Waktu
yang Mustajab
Di antara waktu
yang mustajab adalah hari Arafah, Ramadhan, sore hari Jumat, dan waktu sahur
atau sepertiga malam terakhir.
a. Pada
waktu sepertiga malam terakhir.
Dalilnya
firman Allah Ta’ala:
وَبِالْأَسْحَارِ
هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
“Dan
di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah).” [Adz-Dzaaariyat/51: 18]
Hadits
dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
يَنْزِلُ
رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِيْنَ
يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ اْلآخِرِ يَقُوْلُ: مَنْ يَدْعُوْنِيْ فَأَسْتَجِيْبَ
لَهُ، مَنْ يَسْأَلُنِيْ فَأُعْطِيَهُ، مَنْ يَسْتَغْفِرُنِيْ فَأَغْفِرَ
لَهُ.
“Rabb
kita (Allah) تَبَارَكَ وَتَعَالَى turun ke langit dunia pada sepertiga malam
yang terakhir seraya berfirman; ‘Barangsiapa yang berdo’a kepada-Ku saat ini,
niscaya Aku akan memperkenankannya, barangsiapa yang meminta kepada-Ku niscaya
Aku akan memberikannya, barangsiapa yang meminta ampun kepada-Ku, niscaya Aku
akan mengampuninya.’”
[HR. Al-Bukhari no. 1145, Muslim no. 758 dan at-Tirmidzi no. 3498]
b. Setelah
waktu ‘Ashar pada hari Jum’at.
Setelah
‘Ashar pada hari Jum’at, dalilnya:
فِيهِ
سَاعَةٌ لاَيُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّيْ يَسْأَلُ اللهَ
تَعاَلَى شَيْئًا إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ وَأَشَارَ بِيَدِهِ يُقَلِّلُهَا.
“Pada
hari itu (hari Jum’at) terdapat waktu-waktu tertentu, tidaklah seorang hamba
berdiri melaksanakan shalat dan berdo’a memohon sesuatu kepada Allah, melainkan
Allah pasti akan mengabulkannya. Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memberikan isyarat dengan tangannya (yang menggambaran) waktu itu pendek.” [HR. Al-Bukhari no. 935 dan
Muslim no. 852 (13)]
Waktu
itu adalah saat setelah shalat ‘Ashar sebagaimana yang dikuatkan oleh Ibnul
Qayyim dalam kitabnya Zaadul Ma’ad (I/390).
c. Ketika
hari ‘Arafah.
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
خَيْرُ
الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ...
“Sebaik-baik
do’a ialah do’a hari Arafah…”
[HR. At-Tirmidzi no. 3585, Malik dalam al-Muwaththa’ no. 500, hadits ini
dihasankan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani di dalam Shahiihul Jami’
no. 3274 dan Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah no. 1503]
d. Ketika 10
hari terakhir bulan Ramadhan (Lailatul Qadar). (Lihat ad-Du’a, karya ‘Abdullah
al-Khudhari).
10
hari terakhir bulan Ramadhan (di dalamnya terdapat Lailatul Qadar). Dari
‘Aisyah Radhiyallahu anhuma ia berkata, “Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah,
apakah yang sebaiknya aku baca pada Lailatul Qadar?’ Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Bacalah:
اَللّهُمَّ
إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ العَفْوَ فَاعْفُ عَنِّيْ.
‘Ya
Allah, sesungguhnya Engkau Mahapemberi maaf dan mencintai pemberian maaf, maka
maafkanlah aku.’”
[HR. At-Tirmidzi no. 3513 dan Ibnu Majah no. 3850. Dishahihkan oleh Syaikh
al-Albani dalam Shahiihul Jami’ no. 4423].
Kedua, Memanfaatkan
Keadaan yang Mustajab Untuk Berdoa
Di antara
keadaan yang mustajab untuk berdoa adalah: ketika perang, turun hujan, ketika
sujud, antara adzan dan iqamah, atau ketika puasa menjelang berbuka.
a. Ketika
sedang berkecamuk peperangan.
Dalilnya
sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ثِنْتَانِ
لاَ تُرَدَّانِ أَوْ قَلَّماَ تُرَدَّانِ الدُّعَاءُ عِنْدَ النِّدَاءِ وَ عِنْدَ
الْبَأْسِ حِيْنَ يُلْحِمُ بَعْضُهُمْ بَعْضاً.
“Dua
waktu yang tidak akan ditolak (permohonan yang dipanjatkan di dalamnya, atau
sedikit kemungkinan untuk ditolak, yaitu do’a setelah (dikumandangkan) adzan
dan do’a ketika berkecamuk peperangan, tatkala satu dan lainnya saling
menyerang.”
[HR. Abu Dawud no. 2540, ad-Darimi no. 1200, Syaikh al-Albani menshahihkan
dalam Shahiihul Jami’ no. 3079].
Abu Hurairah radhiallahu’anhu mengatakan,
“Sesungguhnya pintu-pintu langit terbuka ketika jihad fi sabillillah sedang
berkecamuk, ketika turun hujan, dan ketika iqamah shalat wajib. Manfaatkanlah
untuk berdoa ketika itu.” (Syarhus Sunnah al-Baghawi, 1: 327)
b. Ketika
turun hujan.
Dari
Sahl bin Sa’ad Radhiyallahu anhu, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
ثِنْتَانِ
مَا تُرَدَّانِ الدُّعَاءُ عِنْدَ النِّدَاءِ وَ تَحْتَ الْمَطَرِ.
“Dua
waktu yang padanya sebuah permohonan (do’a) tidak akan ditolak oleh Allah, do’a
ketika setelah dikumandangkan adzan dan do’a ketika turun hujan.” [HR. Al-Hakim II/114, Abu
Dawud no. 3540. Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani menghasankannya dalam
Shahihul Jami’ no. 3078]
c. Di saat
dalam sujud.
Dalilnya
sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أََقْرَبُ
مَا يَكُوْنُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَ هُوَ سَاجِدٌ، فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ.
“Saat
yang paling dekat antara seorang hamba dengan Rabb-nya adalah ketika dia sedang
sujud (kepada Rabb-nya), maka perbanyaklah do’a (dalam sujud kalian).” [HR. Muslim no. 482, Abu
Dawud no. 875 dan an-Nasa-i II/226 no. 1137]
d. Di antara
adzan dan iqamah.
Dalilnya
sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
اَلدُّعَاءُ
لاَ يُرَدُّ بَيْنَ اْلأَذَانِ وَاْلإِقَامَةِ فَادْعُوْا.
“Do’a
yang dipanjatkan antara adzan dan iqamah tidak akan ditolak, maka berdo’alah.” [HR. Abu Dawud no. 521,
at-Tirmidzi no. 212, Ahmad III/155 dan at-Tirmidzi berkata: “Hadits hasan
shahih.” Syaikh al-Albani menshahihkan dalam Shahiihul Jaami’ no. 3408).
Ketiga, Menghadap
Kiblat dan Mengangkat Tangan
Dari Jabir radhiallahu
‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berada di
Padang Arafah, beliau menghadap kiblat, dan beliau terus berdoa sampai matahari
terbenam. (HR. Muslim)
Dari Salman radhiallahu
‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ رَبَّكُمْ تَبَارَكَ وَتَعَالىَ
حَيِيٌّ كَرِيْمٌ يَسْتَحِي مِنْ عَبْدِهِ إِذَا رَفَعَ يَدَيْهِ إِلَيْهِ أَنْ
يَرُدَّهَا صِفْرًا خَائِبَيْنِ
Sesungguhnya
Tuhan kalian itu Malu dan Maha Memberi. Dia malu kepada hamba-Nya ketika mereka
mengangkat tangan kepada-Nya kemudian hambanya kembali dengan tangan kosong
(tidak dikabulkan).” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi dan beliau hasankan)
Cara mengangkat
tangan:
Ibnu Abbas radhiallahu’anhu
mengatakan, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berdoa,
beliau menggabungkan kedua telapak tangannya dan mengangkatnya setinggi
wajahnya (wajah menghadap telapak tangan). (HR. Thabrani)
Catatan: Tidak boleh
melihat ke atas ketika berdoa.
Keempat, Dengan Suara
Lirih dan Tidak Dikeraskan
Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman,
وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا
وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا
“Janganlah
kalian mengeraskan doa kalian dan janganlah pula merendahkannya dan carilah
jalan tengah di antara kedua itu.” (QS. Al-Isra: 110)
Allah Subhanahu
wa Ta’ala memuji Nabi Zakariya ‘alaihis salam, yang berdoa dengan
penuh khusyu’ dan suara lirih.
ذِكْرُ رَحْمَتِ رَبِّكَ عَبْدَهُ زَكَرِيَّا (2) إِذْ
نَادَى رَبَّهُ نِدَاءً خَفِيًّا
“(Yang
dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya,
Zakaria,
yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut.” (QS. Maryam: 2–3)
yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut.” (QS. Maryam: 2–3)
Allah Subhanahu
wa Ta’ala juga berfirman,
ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لَا
يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
“Berdoalah
kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-A’raf: 55)
Dari Abu Musa
radhiallahu’anhu bahwa suatu ketika para sahabat pernah berdzikir dengan
teriak-teriak. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ ، ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ ،
فَإِنَّكُمْ لاَ تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلاَ غَائِبًا ، إِنَّهُ مَعَكُمْ ، إِنَّهُ
سَمِيعٌ قَرِيبٌ
“Wahai
manusia, kasihanilah diri kalian. Sesungguhnya kalian tidak menyeru Dzat yang
tuli dan tidak ada, sesungguhnya Allah bersama kalian, Dia Maha mendengar lagi
Maha dekat.” (HR. Bukhari)
Kelima, Tidak Dibuat
Bersajak
Doa yang
terbaik adalah doa yang ada dalam Alquran dan sunah.
Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman,
ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لَا
يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
“Berdoalah
kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-A’raf: 55)
Ada yang
mengatakan: maksudnya adalah berlebih-lebihan dalam membuat kalimat doa, dengan
dipaksakan bersajak.
Keenam, Khusyu’,
Merendahkan Hati, dan Penuh Harap
Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman,
إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ
وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ
“Sesungguhnya
mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan)
perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan
cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.” (QS.
Al-Anbiya': 90)
Ketujuh, Memantapkan
Hati Dalam Berdoa dan Berkeyakinan Untuk Dikabulkan
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
لا يقل أحدكم إذا دعا اللهم اغفر لي إن شئت اللهم ارحمني
إن شئت ليعزم المسألة فإنه لا مُكرِه له
“Janganlah
kalian ketika berdoa dengan mengatakan, ‘Ya Allah, ampunilah aku jika Engkau
mau. Ya Allah, rahmatilah aku, jika Engkau mau’. Hendaknya dia mantapkan
keinginannya, karena tidak ada yang memaksa Allah.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Dari Abu
Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Apabila kalian berdoa, hendaknya dia mantapkan keinginannya. Karena
Allah tidak keberatan dan kesulitan untuk mewujudkan sesuatu.” (HR. Ibn Hibban
dan dishahihkan Syua’ib Al-Arnauth)
Di antara
bentuk yakin ketika berdoa adalah hatinya sadar bahwa dia sedang meminta
sesuatu. Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
ادعوا الله وأنتم موقنون بالإجابة واعلموا أن الله لا
يستجيب دعاء من قلب غافل لاه
“Berdoalah
kepada Allah dan kalian yakin akan dikabulkan. Ketahuilah, sesungguhnya Allah
tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai, dan lengah (dengan doanya).”
(HR. Tirmidzi dan dishahihkan Al-Albani)
Banyak orang
yang lalai dalam berdoa atau bahkan tidak tahu isi doa yang dia ucapkan. Karena
dia tidak paham bahasa Arab, sehingga hanya dia ucapkan tanpa direnungkan
isinya.
Dalam hadits lain dari Abu Sa‘id Al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ
لَيْسَ فِيْهَا إثْمٌ وَلاَقَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّأَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى
ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّ خِرَهَا لَهُ
فِي الآخِرَةِ وَإِمَّا اَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنْ السُّوءِ مِثْلَهَا قَالُوا
إِذًا نُكثِرُ قَالَ اللَّهُ أَكْثَرُ
“Tidaklah seorang Muslim berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan
sebuah doa yang tidak ada dosa atau pemutusan ikatan kekeluargaan di dalamnya,
melainkan Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberinya satu di antara tiga
perkara; 1) boleh jadi Allah Subhanahu wa Ta’ala segera mengabulkan doa
tersebut, 2) atau menyimpan sebagai tabungan baginya di akhirat, 3) atau
menyelamatkannya dari kejahatan yang setara dengan doa yang dipanjatkannya.”
Para sahabat berkata : “Jika demikian, kami akan memperbanyak (doa).”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Allah Subhanahu wa Ta’ala
lebih banyak.” (HR Bukhâri
dalam Al-Adâbul-Mufrad no: 547, Tirmidzi 2728, Ahmad: 11133, al-Hâkim dalam
al-Mustadrak: 1816)
Ibnu Katsîr rahimahullah berkata : “Yang dimaksud adalah bahwa Allah
Subhanahu wa Ta’ala tidak akan menyia-nyiakan doa seseorang, dan Allah
Subhanahu wa Ta’ala tidak disibukkan dengan sesuatu apapun. Dia Subhanahu wa
Ta’ala Maha mendengar doa. Dalam hal ini terdapat anjuran (memperbanyak) berdoa
kerana tidak satu pun yang luput dari-Nya Subhanahu wa Ta’ala .”
Kedelapan,
Mengulang-ulang Doa dan Merengek-rengek Dalam Berdoa
Misalnya, orang
berdoa: Yaa Allah, ampunilah hambu-MU, ampunilah hambu-MU…, ampunilah hambu-MU
yang penuh dosa ini. ampunilah ya Allah…. Dia ulang-ulang permohonannya.
Semacam ini menunjukkan kesungguhhannya dalam berdoa.
Telah diriwayatkan dengan shahih dalam
as-Sunnah, sebagaimana hadits riwayat Muslim yang panjang dari Sahabat Ibnu
Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata,
فَلَمَّا قَضَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلاَتَهُ رَفَعَ صَوْتَهُ ثُمَّ دَعَا عَلَيْهِمْ وَكَانَ
إِذَا دَعَا دَعَا ثَلاَثاً وَإِذَا سَأَلَ سَأَلَ ثَلاَثاً ثُمَّ قَالَ:
اَللّهُمَّ عَلَيْكَ بِقُرَيْشٍ، اللّهُمَّ عَلَيْكَ بِقُرَيْشٍ، اللّهُمَّ
عَلَيْكَ بِقُرَيْشٍ.
‘Setelah Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai dari shalatnya, beliau mengeraskan
suaranya, kemudian mendo’akan kejelekan bagi mereka dan apabila Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a, beliau ulang sebanyak tiga kali dan
apabila beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memohon, diulanginya sebanyak tiga
kali kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a: ‘Ya Allah, atas-Mu
kuserahkan kaum Quraisy, Ya Allah, atas-Mu kuserahkan kaum Quraisy, Ya Allah,
atas-Mu kuserahkan kaum Quraisy.’” (HR Bukhari (no. 240) dan Muslim (no. 1794)
Kesembilan, tidak
tergesa-gesa agar segera dikabulkan, dan menghindari perasaan: mengapa doaku
tidak dikabulkan atau kalihatannya Allah tidak akan mengabulkan doaku.
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
يُسْتَجَابُ لأَحَدِكُمْ مَا لَمْ يَعْجَلْ يَقُولُ
دَعَوْتُ فَلَمْ يُسْتَجَبْ لِى
“Akan
dikabulkan (doa) kalian selama tidak tergesa-gesa. Dia mengatakan, ‘Saya telah
berdoa, namun belum saja dikabulkan‘.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sikap
tergesa-gesa agar segera dikabulkan, tetapi doanya tidak kunjung dikabulkan,
menyebabkan dirinya malas berdoa. Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا يزال الدعاء يستجاب للعبد ما لم يدع بإثم أو قطيعة
رحم، ما لم يستعجل، قيل: يا رسول الله وما الاستعجال؟ قال: يقول قد دعوت وقد دعوت
فلم أر يستجيب لي، فيستحسر عند ذلك ويدع الدعاء رواه مسلم
“Doa para
hamba akan senantiasa dikabulkan, selama tidak berdoa yang isinya dosa atau
memutus silaturrahim, selama dia tidak terburu-buru.” Para sahabat
bertanya, “Ya Rasulullah, apa yang dimaksud terburu-buru dalam berdoa?” Beliau
bersabda, “Orang yang berdoa ini berkata, ‘Saya telah berdoa, Saya telah
berdoa, dan belum pernah dikabulkan’. Akhirnya dia putus asa dan meninggalkan
doa.” (HR. Muslim dan Abu Daud)
Sebagian ulama
mengatakan: “Saya pernah berdoa kepada Allah dengan satu permintaan selama dua
puluh tahun dan belum dikabulkan, padahal aku berharap agar dikabulkan. Aku
meminta kepada Allah agar diberi taufiq untuk meninggalkan segala sesuatu yang
tidak penting bagiku.”
Kesepuluh, Memulai Doa
dengan Memuji Allah dan Bershalawat Kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam
Bagian dari
adab ketika memohon dan meminta adalah memuji Dzat yang diminta. Demikian pula
ketika hendak berdoa kepada Allah. Hendaknya kita memuji Allah dengan menyebut
nama-nama-Nya yang mulia (Asma-ul husna).
Hal itu karena kita memohon kepada
Allah suatu pemberian rahmat dan ampunan, maka pertama kali yang harus
dilakukan adalah memberikan sanjungan dan pengagungan sesuai dengan kedudukan
Allah Yang Mahasuci.
عَنْ فَضَالَةَ بْنِ عُبَيْدٍ قَالَ:
بَيْنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَاعِدًا إِذْ دَخَلَ
رَجُلٌ فَصَلَّى فَقَالَ: اَللّهُمَّ اغْفِرْلِيْ
وَارْحَمْنِيْ، فَقَالَ رَسُوْلَُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَجِلْتَ
أَيُّهَا الْمُصَلِّيْ إِذَا صَلَّيْتَ فَقَعَدْتَ فَاحْمَدِاللهَ بِمَا هُوَ
أَهْلُهُ وَصَلِّ عَلَيَّ ثُمَّ ادْعُهُ قَالَ ثُمَّ صَلَّى رَجُلٌ آخَرُ بَعْدَ
ذَلِكَ فَحَمِدَ اللهَ وَصَلَّى عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّهَا الْمُصَلِّي ادْعُ
تُجَبْ.
Dari Fadhalah bin ‘Ubad Radhiyallahu
anhu, ia berkata: “Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
keadaan duduk-duduk, masuklah seorang laki-laki. Orang itu kemudian
melaksanakan shalat dan berdo’a: ‘Ya Allah, ampunilah (dosaku) dan berikanlah
rahmat-Mu kepadaku.’ Maka, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‘Engkau telah tergesa-gesa, wahai orang yang tengah berdo’a. Apabila engkau
telah selesai melaksanakan shalat lalu engkau duduk berdo’a, maka (terlebih
dahulu) pujilah Allah dengan puji-pujian yang layak bagi-Nya dan bershalawatlah
kepadaku, kemudian berdo’alah.’ Kemudian datang orang lain, setelah melakukan
shalat dia berdo’a dengan terlebih dahulu mengucapkan puji-pujian dan
bershalawat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya, ‘Wahai orang yang tengah
berdo’a, berdo’alah kepada Allah niscaya Allah akan mengabulkan do’amu.’”(HR
Tirmidzi (no. 3476) dan Abu Dawud (no. 1481). Dishahihkan oleh Syaikh Muhammad
Nashiruddin al-Albani rahimahullah dalam Shahiihul Jaami’ (no. 3988).
كلُّ دُعَاءٍ مَحْجُوْبٍ حَتَّى يُصَلىَّ
عَلىَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم
"Setiap do'a akan terhalangi sampai
orang tersebut membaca shalawat kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam.” (HR.
Al-Thabrani di dalam kitab Al-Ausath, dihasnkan oleh Al-Albani dalam kitab
Shahihul Jami' no: 4523.)
Kesebelas, Memperbanyak
Taubat dan Memohon Ampun Kepada Allah
Banyak
mendekatkan diri kepada Allah merupakan sarana terbesar untuk mendapatkan
cintanya Allah. Dengan dicintai Allah, doa seseorang akan mudah dikabulkan. Di
antara amal yang sangat dicintai Allah adalah memperbanyak taubat dan
istighfar.
Dari Abu
Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
وَمَا تَقَرَّبَ إِلَىَّ عَبْدِى بِشَىْءٍ أَحَبَّ
إِلَىَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِى يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ
بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ….، وَإِنْ
سَأَلَنِى لأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِى لأُعِيذَنَّهُ
“Tidak ada
ibadah yang dilakukan hamba-Ku yang lebih Aku cintai melebihi ibadah yang Aku
wajibkan. Ada hamba-Ku yang sering beribadah kepada-Ku dengan amalan sunah,
sampai Aku mencintainya. Jika Aku mencintainya maka …jika dia meminta-Ku, pasti
Aku berikan dan jika minta perlindungan kepada-KU, pasti Aku lindungi..”
(HR. Bukhari)
Diriwayatkan
bahwa ketika terjadi musim kekeringan di masa Umar bin Khatab, beliau meminta
kepada Abbas untuk berdoa. Ketika berdoa, Abbas mengatakan, “Ya Allah,
sesungguhnya tidaklah turun musibah dari langit kecuali karena perbuatan dosa.
dan musibah ini tidak akan hilang, kecuali dengan taubat…”
Kedua Belas, Hindari
Mendoakan Keburukan, Baik Untuk Diri Sendiri, Anak, Maupun Keluarga
Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman, mencela manusia yang berdoa dengan doa yang buruk,
وَيَدْعُ الإِنسَانُ بِالشَّرِّ دُعَاءهُ بِالْخَيْرِ
وَكَانَ الإِنسَانُ عَجُولاً
“Manusia
berdoa untuk kejahatan sebagaimana ia berdoa untuk kebaikan. Dan adalah manusia
bersifat tergesa-gesa.” (QS. Al-Isra': 11)
وَلَوْ يُعَجِّلُ اللَّهُ لِلنَّاسِ الشَّرَّ
اسْتِعْجَالَهُم بِالْخَيْرِ لَقُضِيَ إِلَيْهِمْ أَجَلُهُمْ
“Kalau
sekiranya Allah menyegerakan keburukan bagi manusia seperti permintaan mereka
untuk menyegerakan kebaikan, pastilah diakhiri umur mereka (binasa).” (QS.
Yunus: 11)
Ayat ini
berbicara tentang orang yang mendoakan keburukan untuk dirinya, hartanya,
keluarganya, dengan doa keburukan.
Dari Jabir radhiallahu’anhu,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا تدعوا على أنفسكم، ولا تدعوا على أولادكم، ولا تدعوا
على خدمكم، ولا تدعوا على أموالكم، لا توافق من الله ساعة يسأل فيها عطاء فيستجاب
لكم
“Janganlah
kalian mendoakan keburukan untuk diri kalian, jangan mendoakan keburukan untuk
anak kalian, jangan mendoakan keburukan untuk pembantu kalian, jangan mendoakan
keburukan untuk harta kalian. Bisa jadi ketika seorang hamba berdoa kepada
Allah bertepatan dengan waktu mustajab, pasti Allah kabulkan.” (HR. Abu
Daud)
Dari Abu
Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا يزال الدعاء يستجاب للعبد ما لم يدع بإثم أو قطيعة
رحم
“Doa para
hamba akan senantiasa dikabulkan, selama tidak berdoa yang isinya dosa atau
memutus silaturrahim.” (HR. Muslim dan Abu Daud)
Ketiga Belas, Menghindari
Makanan dan Harta Haram
Makanan yang
haram menjadi sebab tertolaknya doa.
Dari Abu
Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ
إِلاَّ طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ
فَقَالَ ( يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا
إِنِّى بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ) وَقَالَ (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ
طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ) ». ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ
أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ
وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِىَ
بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ
“Wahai
sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu thoyib (baik). Dia tidak akan menerima
sesuatu melainkan yang baik pula. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan
kepada orang-orang mukmin seperti yang diperintahkan-Nya kepada para Rasul.
Firman-Nya, ‘Wahai para Rasul! Makanlah makanan yang baik-baik (halal) dan
kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan’. Dan Allah juga berfirman, ‘Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah
rezeki yang baik-baik yang telah kami rezekikan kepadamu’. Kemudian Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang seroang laki-laki yang telah
lama berjalan karena jauhnya jarak yang ditempuhnya. Sehingga rambutnya kusut,
masai dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdo’a,
‘Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku’. Padahal, makanannya dari barang yang haram,
minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dengan
makanan yang haram, maka bagaimanakah Allah akan mengabulkan do’anya?” (HR.
Muslim)
Allahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar