Sesungguhnya segala puji hanya untuk
Allah ta'ala semata, kami meminta pertolongan, ampunan dan bertaubat
kepada-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan dan keburukan segala
perbuatan kami. Siapa yang diberinya hidayah, maka tidak ada yang
menyesatkannya, siapa yang disesatkannya, maka tidak ada yang dapat memberinya
petunjuk. Saya bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah selain Allah
semata tidak ada sekutu baginya. Dan aku bersaksi bahwa Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam semoga Allah memberinya shalawat dan salam kepadanya dan para
shahabatnya serta orang yang mengikuti mereka dengan baik.
Merupakan kebaikan dari syariat Islam
adalah diperhatikannya keadilan dan diberinya hak terhadap setiap sesuatu yang
memiliki hak dengan tidak berlebih- lebihan dan kekurangan. Allah telah
memerintahkan agar bersikap adil, ihsan (perbuatan baik) dan memenuhi
(kebutuhan) kaum kerabat. Untuk keadilanlah, para rasul diutus, kitab-kitab
diturunkan dan semua perkara dunia dan akhirat ditegakkan.
Keadilan artinya memberikan hak terhadap
segala sesuatu yang memiliki hak dan menempatkannya sesuai dengan kedudukannya.
Hal tersebut tidak akan terlaksana dengan baik kecuali dengan mengetahui
hak-haknya. Berdasarkan hal tersebut kami akan uraikan sebuah penjelasan yang
menerangkan beberapa hal yang penting dari hak-hak tersebut agar seseorang
dapat menunaikannya sesuai pemahaman yang ada padanya dan sesuai dengan kemampuannya.
Kami ringkas hal tersebut dalam beberapa butir berikut:
1.
Hak
Allah ta'ala.
2.
Hak
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
3.
Hak
kedua orang tua.
4.
Hak
Anak-anak.
5.
Hak
sanak-saudara.
6.
Hak
suami istri.
7.
Hak
tetangga.
8.
Hak
pemimpin dan rakyat.
9.
Hak
kaum muslimin secara umum.
10. Hak orang-orang non muslim.
Itulah beberapa hak yang ingin kami
bicarakan dalam uraian singkat berikut ini.
Hak Pertama
HAK ALLAH TA'ALA
Ini merupakan hak yang paling utama dan
paling besar kewajibannya untuk ditunaikan. Karena dia merupakan hak Allah
ta'ala sang Pencipta Yang Maha Agung dan Berkuasa, Yang Maha Mengatur atas
semua perkara. Hak Penguasa, pemilik Kebenaran dan Penjelasan, Yang Maha Hidup
dan Terjaga, yang dengannya langit dan bumi ditegakkan, Dia menciptakan segala
sesuatu dan mengaturnya dengan penuh kecermatan. Hak Allah yang telah
menciptakanmu dari tidak ada dan tidak disebut sebelumnya. Hak Allah yang telah
merawatmu dengan segala ni'mat saat engkau berada di perut ibumu dalam
kegelapan, saat tidak ada seorangpun yang dapat menyampaikan makanan dan semua
kebutuhan untuk pertumbuhanmu. Dialah yang menyiapkan engkau air susu ibu dan
memberimu petunjuk, kemudian disediakannya kedua orang tua yang memiliki kasih
sayang kepadamu. Dia yang memberimu berbagai ni'mat, akal dan pemahaman serta
menyiapkan dirimu untuk menerima ni'mat dan memanfaatkannya.
وَاللّهُ
أَخْرَجَكُم مِّن بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لاَ تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ
الْسَّمْعَ وَالأَبْصَارَ وَالأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
"Dan Allah mengeluarkan kamu dari
perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur." (An Nahl: 78).
Seandainya karunia Allah dihentikan
sekejap mata saja niscaya kamu akan binasa, dan seandainya rahmat Allah diputus
sesaat saja niscaya kamu tidak akan hidup. Jika demikian halnya karunia Allah
kepadamu maka hakNya merupakan hak yang paling besar, karena berkaitan dengan
hak yang menciptakanmu dan memberimu kesiapan (menghadapi hidup) dan pertolongan.
Dia tidak mengharapkan darimu rizki atau makanan.
لَا
نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَّحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى
"Kami tidak minta rezki darimu,
Kamilah yang memberi rezki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi
orang yang bertakwa". (Thaha:
132).
Yang Dia minta dari kita hanyalah satu
dan itupun kebaikannya akan kembali kepada kita, Dia meminta kita untuk
beribadah kepada-Nya semata dan tidak menyekutukan-Nya.
وَمَا
خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ مَا أُرِيدُ مِنْهُم مِّن رِّزْقٍ وَمَا
أُرِيدُ أَن يُطْعِمُونِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezki
sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku
makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi Rezki Yang Mempunyai Kekuatan
lagi Sangat Kokoh".
(Adz-Dzariyaat: 56-58).
Dia menginginkan agar kita menjadi
hamba-Nya dengan semua makna yang terkandung dalam kalimat penghambaan, sebagaimana
Dia adalah Tuhan kita dengan semua makna yang terkandung dalam kalimat
ketuhanan.
Seorang hamba yang tunduk kepada-Nya,
mengerjakan segala perintah-Nya dan menghindari setiap larangan-Nya,
membenarkan seluruh berita-Nya, karena semua ni'mat-Nya meliputi seluruh diri
anda, tidakkah kita malu untuk membalas segala ni'mat tersebut dengan
kekufuran?
Seandainya anda berhutang budi kepada
seseorang, niscaya anda enggan untuk melakukan perbuatan sewenang-wenang
terhadapnya atau jelas-jelas menentangnya, maka bagaimana halnya dengan Rabb-mu
yang segala karunia-Nya untukmu, Dialah yang dengan kasih sayang-Nya
menghindarkan anda dari berbagai mara bahaya. Dia berfirman:
وَمَا
بِكُم مِّن نِّعْمَةٍ فَمِنَ اللّهِ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ
تَجْأَرُونَ
"Dan apa saja nikmat yang ada pada
kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan,
maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan". (An Nahl: 53).
Sesungguhnya hak yang telah Allah
wajibkan untuk diri-Nya ini sangatlah mudah bagi siapa yang Dia berikan
kemudahan. Hal itu karena Dia tidak mendatangkan kesulitan dan kesusahan. Allah
ta'ala berfirman:
وَجَاهِدُوا
فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي
الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِّلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ
الْمُسْلِمينَ مِن قَبْلُ وَفِي هَذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ
وَتَكُونُوا شُهَدَاء عَلَى النَّاسِ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ
وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلَاكُمْ فَنِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ
النَّصِيرُ
"Dan berjihadlah kamu pada jalan
Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia
sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.
(Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian
orang-orang muslim dari dahulu. Dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya
Rasul itu menjadi saksi atas kamu sekalian dan kamu sekalian menjadi saksi atas
segenap manusia, maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah
kamu kepada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik- baiknya
Pelindung dan sebaik-baik Penolong". (Al Hajj: 78).
Hal tersebut merupakan aqidah yang
agung, keimanan terhadap kebenaran serta amal shaleh yang mendatangkan hasil,
aqidah yang batangnya adalah cinta dan pengagungan sedang buahnya adalah
keikhlasan dan kesabaran.
Shalat lima waktu sehari semalam,
dengannya Allah menghapuskan segala kesalahan dan mengangkat derajat serta
memperbaiki hati dan keadaan. Seorang hamba dapat melakukannya sesuai dengan
kemampuannya.
فَاتَّقُوا
اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
"Maka bertakwalah kalian kepada
Allah semampu kalian". (At
Thaghabun:16).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda kepada Imran bin Hushain saat dia sakit:
صَلِّ
قَائِمًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى
جَنْبٍ
"Shalatlah kamu dengan berdiri,
jika tidak mampu maka duduklah, jika tidak mampu, berbaring dengan miring ke
kanan ". (Riwayat Bukhari dan lainnya)
Kemudian zakat, merupakan sejumlah uang
yang tidak seberapa dari harta anda untuk dibagikan kepada kaum muslimin yang
membutuhkan, fakir miskin, Ibnu sabil, orang-orang yang terlilit hutang dan
lain-lainnya yang termasuk golongan penerima zakat. Zakat bermanfaat bagi orang
miskin dan tidak merugikan orang kaya.
Kemudian puasa pada bulan Ramadhan
sekali dalam setahun, dan siapa yang sakit atau bepergian (lalu berbuka
karenanya), maka (wajiblah dia bepuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu,
pada hari-hari yang lain, dan siapa yang tidak mampu berpuasa selamanya dia
wajib memberi makan setiap hari puasa yang tidak dilakukannya seorang miskin.
Lalu pergi haji ke Baitullah sekali
dalam seumur hidup bagi yang mampu.
Demikianlah pokok-pokok ibadah dalam
ajaran Allah ta'ala. Adapun yang selainnya diwajibkan berdasarkan tuntutan yang
ada seperti jihad fi sabilillah atau karena adanya sebab yang mewajibkan
perbuatan tersebut seperti menolong orang yang dizalimi.
Perhatikanlah -wahai saudaraku- hak
Allah yang mudah dilaksanakan dan mendatangkan banyak pahala. Jika anda
melaksanakannya niscaya anda akan menjadi orang yang berbahagia di dunia dan di
akhirat, anda akan selamat dari api neraka dan akan masuk syurga.
فَمَن
زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَما الْحَيَاةُ
الدُّنْيَا إِلاَّ مَتَاعُ الْغُرُورِ
"Barang siapa dijauhkan dari neraka
dan dimasukkan ke dalam syurga maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia
itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan." (Ali Imran: 185).
Hak Kedua
HAK RASULULLAH shallallahu 'alaihi wa sallam
Hak ini merupakan hak makhluk yang
paling besar, tidak ada hak untuk makhluk yang melebihi besarnya hak Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam, Allah ta'ala berfirman:
إِنَّا
أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ
وَتُعَزِّرُوهُ وَتُوَقِّرُوهُ
"Sesungguhnya kami telah mengutusmu
sebagai saksi, pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. Supaya kamu
sekalian beriman kepada Allah dan RasulNya, menguatkan (agama)-Nya, membesarkan-Nya". (Al Fath 8-9).
Oleh karena itu wajib mendahulukan cinta
terhadap nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dari kecintaan terhadap semua
manusia bahkan termasuk kecintaan terhadap diri sendiri, anak dan orang tua.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا
يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ
"Tidak beriman salah seorang di
antara kamu sebelum aku dicintainya melebihi cintanya kepada anaknya, orang
tuanya dan semua manusia."
(Riwayat Bukhari dan Muslim).
Di antara hak-hak Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam adalah, memuliakan dan menghormatinya serta mengagungkannya
dengan pengagungan yang sesuai dengannya tanpa berlebih-lebihan dan kekurangan.
Penghormatan terhadapnya semasa hidupnya adalah dengan menghormati
sunnah-sunnahnya dan pribadinya yang mulia, sedangkan penghormatannya setelah
kematiannya adalah penghormatan terhadap sunnah- sunnahnya dan ajaran-ajarannya
yang lurus.
Siapa yang mengamati bagaimana para
shahabat menghormati Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam akan dapat
mengetahui bagaimana mereka mempraktekkan kewajiban mereka terhadap Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam. Adalah Urwah bin Mas'ud kepala bangsa Quraisy
ketika dia diutus oleh mereka untuk berunding dengan Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam pada peristiwa perdamaian Hudaibiyah, dia berkata:
"Saya telah mendatangi raja-raja
Kisra, Qaishar dan Najasyi, tetapi tidak ada seorangpun di antara mereka yang
dihormati pengikut-pengikutnya sebagaimana para shahabat Muhammad
memuliakannya. Jika dia (Muhammad) memerintahkan, mereka (para shahabatnya)
segera melaksanakannya dan jika dia berwudhu, mereka berebut untuk mendapatkan
bekas wudhunya, dan jika dia berbicara mereka semua terdiam dan tidak ada di
antara mereka yang berani menatap pandangannya karena penghormatan".
Begitulah mereka para shahabat
radiallahu anhum menghormatinya karena Allah telah mengkaruniakannya akhlak
mulia, kepribadian yang menarik serta sikap yang santun, seandainya dia
berwatak keras niscaya mereka akan lari menjauh darinya.
Termasuk hak-hak Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam adalah: membenarkan apa yang diberitakannya dari
perkara-perkara yang telah lalu dan yang akan datang, melaksanakan segala
perintahnya dan menjauhkan segala larangan dan ancamannya dan beriman bahwa
petunjuk dan ajarannya adalah yang paling sempurna dari semua petunjuk dan
ajaran yang ada, tidak boleh ada ajaran atau aturan yang didahulukan dari
ajaran dan aturannya darimanapun sumbernya.
فَلاَ
وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ حَتَّىَ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ
لاَ يَجِدُواْ فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُواْ
تَسْلِيمًا
"Maka demi Tuhanmu, mereka (pada
hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara
yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati
mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan
sepenuhnya." (An Nisa: 65).
قُلْ
إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّهُ وَيَغْفِرْ
لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
"Katakanlah: "Jika kamu
(benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan
mengampuni dosa-dosamu" Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Ali Imran: 31).
Termasuk hak-hak Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam adalah membela ajaran dan petunjuknya sesuai kemampuannya dan
tuntutan yang ada, baik dengan kekuatan ataupun dengan senjata. Jika musuh
menyerangnya dengan argumen-argumen dan syubhat- syubhat maka dibelanya dengan
ilmu dan meruntuhkan argumen dan syubhat mereka serta menjelaskan kebatilannya,
jika mereka menyerang dengan senjata atau meriam maka pembelaannya juga dengan
hal serupa.
Bagi seorang mu'min tidak mungkin dapat
menerima jika ada orang yang menyerang ajaran Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam atau pribadinya yang mulia sementara dia berdiam diri saja padahal dia
mampu untuk melawannya.
Hak Ketiga
HAK KEDUA ORANG TUA
Tidak ada seorangpun yang mengingkari
keutamaan orang tua atas anak-anaknya. Kedua orang tua merupakan sebab adanya
anak dan bagi mereka atas anak-anaknya terdapat hak yang besar. Mereka
mendidiknya sejak kecil, menanggung keletihan demi kebahagiaannya, bergadang
demi tidur anaknya yang nyenyak. Ibumu mengandungmu dalam perutnya dan kamu
hidup di dalamnya mengkonsumsi makanan yang dikonsumsinya dan bergantung pada
kesehatannya selama sembilan bulan pada kebiasaannya, sebagaimana yang
disinggung Allah ta'ala dalam firman-Nya:
حَمَلَتْهُ
أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ
Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan
lemah yang bertambah-tambah.
(Luqman: 14).
Kemudian setelah itu dia mengasuhnya dan
menyusuinya selama dua tahun dengan segala keletihan dan susah payah. Begitu
pula halnya dengan sang bapak yang bekerja demi kehidupan dan pertumbuhanmu
sejak kecil hingga remaja, dia berusaha mendidikmu dan mengarahkanmu pada saat
engkau belum dapat berbuat apa-apa. Oleh karena itu Allah ta'ala memerintahkan
kepada setiap anak untuk berbuat baik terhadap kedua orang tuanya, sebagai
balasan atas kebaikannya dan tanda terima kasih terhadapnya:
وَاخْفِضْ
لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا
رَبَّيَانِي صَغِيرًا رَّبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا فِي نُفُوسِكُمْ إِن تَكُونُواْ صَالِحِينَ
فَإِنَّهُ كَانَ لِلأَوَّابِينَ غَفُورًا
"Dan Tuhanmu telah memerintahkan
supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada
ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau
kedua- duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali
janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan: "ah" dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan
dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana
mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (Al Isra': 23-24).
Hak kedua orang tua atas anaknya adalah
berbakti kepadanya, yaitu dengan cara berbuat baik kepadanya baik dengan ucapan
dan perbuatan, harta dan jiwa. Memenuhi segala perintahnya yang bukan maksiat
kepada Allah serta tidak menimbulkan bahaya kepada anda, berbicara kepadanya
dengan lemah-lembut dan wajah berseri-seri serta melayaninya sesuai dengan
kebutuhannya.
Jangan bersikap kasar kepada keduanya
disaat mereka sudah berusia lanjut, sakit-sakitan dan lemah, jangan memberatkan
mereka karena sesungguhnya anda nanti akan menemui hal seperti mereka, menjadi
seorang bapak sebagaimana orang tua mereka dahulu, anda juga akan menjadi orang
tua jika berumur panjang sebagaimana orang tua anda dan anda akan membutuhkan
bakti anak-anak anda sebagaimana orang tua anda membutuhkan bakti anda
sekarang.
Jika anda sekarang telah berbakti kepada
keduanya maka berbahagialah anda dengan pahala yang besar dan balasan yang
setimpal, siapa yang berbakti kepada orang tuanya maka anak-anaknya akan
berbakti kepadanya, dan siapa yang durhaka kepada orang tuanya maka anak-
anaknya akan durhaka kepadanya. Karena balasan seseorang itu sesuai dengan
perbuatan yang telah dilakukannya. Bagaimana kamu berbuat begitulah kamu akan
dibalas.
Allah ta'ala menempatkan hak kedua orang
tua pada derajat yang tinggi, karena Dia menempatkannya setelah hak-Nya yang
juga terkandung hak Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Allah ta'ala berfirman:
وَاعْبُدُواْ
اللّهَ وَلاَ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
"Dan beribadahlah kalian kepada
Allah dan janganlah kalian menyekutukan-Nya sedikitpun, dan terhadap kedua
orang tua, hendaklah kalian berbuat baik." (An Nisa': 36).
أَنِ
اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ
"Dan bersyukurlah engkau kepada-Ku
dan kepada orang tuamu."
(Luqman: 14).
Bahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam mendahulukan berbakti kepada orang tua atas jihad fisabilillah
sebagaimana terdapat dalam hadits Ibnu Mas'ud radiallahu 'anhu dia berkata: Aku
berkata:
سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ الصَّلَاةُ عَلَى
وَقْتِهَا قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ
الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
"Ya Rasulullah perbuatan apa yang
paling disukai Allah? Beliau bersabda: "Shalat tepat pada waktunya",
"Kemudian apa lagi? Beliau bersabda: "Berbakti kepada orang
tua", "Kemudian apa lagi? Beliau bersabda: "Jihad di jalan
Allah". (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Hal ini menunjukkan pentingnya hak kedua
orang tua yang banyak diabaikan oleh manusia dengan berbuat durhaka dan
memutuskan silaturrahim kepadanya. Sehingga ada seseorang yang tidak mengakui
adanya hak terhadap orang tuanya, bahkan dia merendahkannya dan berbuat kasar
serta angkuh dihadapannya. Orang seperti itu akan mendapatkan balasannya cepat
atau lambat.
Hak Keempat
HAK ANAK-ANAK
Yang dimaksud anak adalah mencakup anak
laki-laki dan wanita. Anak-anak memiliki banyak hak, yang terpenting adalah
tarbiyah (pendidikan), yaitu menanamkan din (agama) dan akhlak dalam diri
mereka sehingga mereka memiliki (pendidikan) agama serta akhlak yang baik.
Allah ta'ala berfirman:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا
النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
"Wahai manusia, jagalah diri kalian
dan keluarga kalian dari api neraka. Bahan bakarnya dari manusia dan
batu." (At Tahrim: 6).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ
فَالْإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِهِ وَهُوَ
مَسْئُولٌ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ
"Kalian semua adalah pemimpin, dan
kalian bertanggung-jawab atas orang-orang yang dipimpinnya, seorang laki-laki
adalah pemimpin di keluarganya dan dia bertanggung jawab atas siapa yang
dipimpinnya." (HR. Bukhari dan
Muslim).
Anak-anak adalah amanah di pundak kedua
orang tuanya dan mereka berdua akan diminta pertanggung jawabannya pada hari
kiamat akan anak-anak mereka.
Dengan memberi mereka pendidikan Islam
dan akhlak mulia membuat kedua orang tuanya terbebas dari tanggung jawab
tersebut dan anak-anaknya menjadi keturunan yang shaleh sehingga mereka menjadi
buah hati kedua orang tuanya di dunia dan akhirat. Allah ta'ala berfirman:
وَالَّذِينَ
آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُم بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ
ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُم مِّنْ عَمَلِهِم مِّن شَيْءٍ كُلُّ امْرِئٍ
بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ
"Dan orang-orang yang beriman, dan
yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu
mereka dengan mereka, dan kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal
mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dia kerjakan." (Ath Thur: 21).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ
عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ
عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
"Jika seorang manusia meninggal
dunia maka terputuslah amalnya kecuali yang tiga: Shadaqah jariyah, ilmu yang
bermanfaat sesudahnya atau anak shaleh yang mendoakannya." (HR. Muslim).
Ini adalah termasuk buah dari pendidikan
terhadap anak jika dia dididik dengan cara yang benar, dapat mendatangkan
manfaat bagi orang tuanya bahkan hingga setelah kematiannya.
Sebagian orang tua ada yang menganggap
remeh hak ini, mereka melalaikan anak-anaknya dan melupakannya seakan-akan
tidak ada tanggung jawab bagi mereka terhadap anak-anaknya, tidak ditanyakan
kemana mereka pergi dan kapan mereka datang, siapa teman dan sahabatnya, mereka
tidak diarahkan kepada kebaikan dan tidak dilarang dari perbuatan buruk.
Yang mengherankan adalah bahwa sebagian
di antara mereka bersusah payah menjaga harta bendanya dan mengembangkannya,
mengusahakannya hingga larut malam padahal maslahat dari upaya tersebut pada
umumnya untuk orang lain. Sementara untuk anak- anaknya tidak mereka perhatikan
sama sekali, padahal memperhatikan mereka lebih utama dan lebih bermanfaat di
dunia dan akhirat.
Kedua orang tuanya juga berkewajiban
atas sandang pangannya, seperti makanan dan minuman serta pakaian, mereka juga
wajib memperhatikan kebutuhan ruhaninya berupa ilmu dan iman dan mengenakan
untuknya pakaian takwa, itulah yang terbaik.
Termasuk hak anak-anak adalah membiayai
mereka untuk hal-hal yang baik tanpa berlebih-lebihan dan kekurangan karena itu
termasuk kewajiban terhadap anak-anaknya dan sebagai tanda syukur kepada Allah
ta'ala atas apa yang mereka terima berupa harta.
Seharusnya mereka tidak menahan hartanya
dan bakhil memberikannya kepada anak-anaknya, padahal anak-anaknya tetap akan
mengambilnya setelah kematiannya. Bahkan seandainya ada kepala keluarga yang
bakhil mengeluarkan harta yang merupakan kewajibannya maka anaknya boleh
mengambil harta orang tuanya sesuai dengan kebutuhannya sebagaimana yang
difatwakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Hindun binti
Utbah.
Termasuk hak anak-anak adalah tidak
membedakan di antara mereka satu sama lain dalam pemberian, tidak boleh
sebagian anaknya diberi sesuatu sementara yang lainnya diabaikan, hal tersebut
merupakan kezaliman dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim, karena itu
akan mengakibatkan mereka yang terabaikan menjauh dan menimbulkan permusuhan di
antara yang diberi dan yang diabaikan bahkan bisajadi permusuhan akan terjadi
antara mereka yang tidak diberi dengan orang tuanya.
Sebagian orang mengistimewakan sebagian
anaknya dibanding yang lainnya dengan perlakuan dan kasih sayang, maka orang
tuanya mengkhususkannya dalam hal pemberian dengan alasan bahwa anaknya
tersebut berbakti kepadanya melebihi yang lainnya. Hal tersebut tidak dapat
dijadikan alasan untuk membedakan perlakuan terhadap mereka. Baktinya anak
melebihi yang lainnya tidak boleh diberi sesuatu sebagai imbalan atas baktinya
tersebut karena balasan dari baktinya tersebut (adalah pahala) dari Allah
ta'ala, di samping itu mengistimewakannya akan membuatnya takabbur dan
menganggap dirinya lebih utama sementara yang lainnya akan menjauh dan semakin
durhaka, kemudian kitapun tidak tahu, bisa jadi ada perubahan keadaan, anak
yang tadinya berbakti berbalik menjadi anak durhaka sementara yang durhaka
menjadi anak yang berbakti, karena hati seseorang berada di Tangan Allah, Dia
membolak-balikkannya kapan saja sesuka-Nya.
Dalam Ash-Shahihain; shahih Bukhari dan
Muslim dari Nu'man bin Basyir, (diriwayatkan bahwa) bapaknya memberinya seorang
budak, lalu dia memberitahukan hal tersebut kepada Nabi, maka bersabdalah
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Apakah semua
anakmu engkau beri seperti ini?”
Dia menjawab: "Tidak",
Beliaubersabda:
"kembalikan”
Dalam riwayat lain
beliau bersabda: "Bertakwalah engkau dan berlaku adillah di antara
anak-anakmu”
Pada lafaz yang
lain (beliau bersabda): "Carilah saksi selain-ku, karena sesungguhnya aku
tidak mau menjadi saksi dalam hal kezaliman!”
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
menamakan sikap yang melebihkan antara anak sebagai sesuatu yang aniaya,
sedangkan perbuatan aniaya adalah kezaliman dan haram hukumnya.
Akan tetapi dapat saja orang tua memberi
sebagian anaknya karena kebutuhannya dan sebagian lainnya tidak diberi karena
bukan kebutuhannya. Seperti ada di antara mereka yang membutuhkan alat-alat
tulis, atau biaya pengobatan atau pernikahan, maka tidaklah mengapa
mengkhususkan apa yang mereka perlukan, karena pengkhususan tersebut karena
adanya kebutuhan seperti nafkah.
Dan ketika orang tua menunaikan
kewajibannya terhadap anaknya berupa tarbiyah (pendidikan) dan nafkah, maka
besar harapan baginya mendapatkan perlakuan yang baik dari anaknya dengan
baktinya dan pemenuhan hak-haknya. Sementara ketika orang tua mengabaikan
kewajibannya maka sangat mungkin mengakibatkan anak-anaknya tidak megakui
hak-haknya dan mendapatkan perlakuan yang setimpal, siapa yang menabur angin
dialah yang menuai badai.
Hak Kelima
HAK SANAK SAUDARA
Sanak saudara yang memiliki ikatan
secara langsung kepada anda, seperti: saudara kandung, paman dari bapak dan ibu
dan anak-anak mereka dan semua yang memiliki hubungan dengan anda mereka
memiliki hak karena adanya hubungan kekerabatan, Allah ta'ala berfirman:
وَآتِ
ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ
"Dan berilah kepada kaum kerabat
hak-haknya." (Al Isra': 26).
وَاعْبُدُواْ
اللّهَ وَلاَ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي
الْقُرْبَى
"Dan beribadahlah kalian kepada
Allah dan janganlah kalian mensekutukan-Nya dengan sesuatupun, dan kepada kedua
orang tua berbuat baiklah dan (juga) kepada kaum kerabat." (An Nisa: 36).
Wajib bagi seseorang untuk menyambung
silaturrahim dengan sanak saudaranya dengan cara yang ma'ruf dengan memberikan
manfaat kedudukan, jiwa dan hartanya sesuai dengan kuatnya hubungan kekerabatan
dan tuntutan yang ada. Inilah yang dituntut oleh syariat, akal dan fitrah.
Banyak dalil yang menganjurkan
silaturrahim terhadap sanak saudara dan janji yang menggembirakan atas
perbuatan tersebut. Dalam Ash-Shahihain dari Abu Hurairah, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ خَلَقَ الْخَلْقَ حَتَّى
إِذَا فَرَغَ مِنْ خَلْقِهِ قَالَتْ الرَّحِمُ هَذَا مَقَامُ الْعَائِذِ بِكَ مِنْ
الْقَطِيعَةِ قَالَ نَعَمْ أَمَا تَرْضَيْنَ أَنْ أَصِلَ مَنْ وَصَلَكِ وَأَقْطَعَ
مَنْ قَطَعَكِ قَالَتْ بَلَى يَا رَبِّ قَالَ فَهُوَ لَكِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ
"Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk,
setelah selesai berdiri tegaklah rahim seraya berkata: "Ini adalah tempat
orang yang berlindung kepada-Mu untuk tidak memutuskan silaturrahim",
Allah berfirman: "Ya, tidakkah engkau ridha Aku menyambungkan orang yang
menyambungkanmu (silaturrahmi) dan memutuskan orang yang memutuskanmu",
dia berkata: "Ya", Dia berfirman: "Itu adalah untukmu". Kemudian bersabdalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam, bacalah jika kalian suka:
فَهَلْ
عَسَيْتُمْ إِن تَوَلَّيْتُمْ أَن تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا
أَرْحَامَكُمْ أُوْلَئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَى
أَبْصَارَهُمْ
"Maka apakah kiranya jika kamu
berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan
kekeluargaan. Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya
telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka." (Muhammad: 22-23)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
"Siapa yang beriman kepada Allah
dan hari akhir maka hendaklah dia menyambung silaturrahim."
Banyak orang yang mengabaikan hak ini.
Ada di antara mereka yang tidak mengenal sanak saudaranya. Sekian hari dan
sekian bulan berlalu, mereka tidak melihatnya, tidak juga menziarahinya dan
tidak menumbuhkan kecintaan dengan pemberian hadiah, tidak juga menolak bencana
dengan membantu meringankan kesulitan mereka, bahkan justru ada yang berlaku
buruk terhadap sanak saudaranya baik dengan perkataan maupun perbuatan atau
dengan kedua-duanya, dia menyambung hubungan dengan yang jauh (bukan sanak
saudara) dan memutuskan yang dekat (sanak saudaranya).
Sebagian orang ada yang menyambangi
sanak saudaranya jika dia disambangi dan memutuskannya jika diputuskan, hal ini
pada hakikatnya bukanlah orang yang menyambung silaturrahim akan tetapi tak
lebih orang yang membalas kebaikan dengan kebaikan, dan hal tersebut dapat
terjadi terhadap sanak saudara ataupun bukan karena hal tersebut bukan
merupakan kekhususan sanak saudara.
Orang yang sebenarnya menyambung
silaturrahim adalah mereka yang menyambung hubungan karena Allah ta'ala dan
tidak peduli apakah mereka menerimanya atau memutuskannya, sebagaimana terdapat
dalam hadits Bukhari dari Abdullah bin Amr bin 'Ash, bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَ
الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ وَلَكِنْ الْوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ
وَصَلَهَا
"Bukanlah dinamakan orang yang
menyambung silaturrahim orang yang membalas kebaikan dengan kebaikan, akan
tetapi orang yang apabila diputuskan hubungan silaturrahimnya dia
menyambungnya."
Dari Abu Hurairah, bahwasanya seseorang
bertanya kepada Rasulullah:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَجُلًا
قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ لِي قَرَابَةً أَصِلُهُمْ وَيَقْطَعُونِي
وَأُحْسِنُ إِلَيْهِمْ وَيُسِيئُونَ إِلَيَّ وَأَحْلُمُ عَنْهُمْ وَيَجْهَلُونَ
عَلَيَّ فَقَالَ
"Ya Rasulullah sesungguhnya saya
punya seorang kerabat yang saya selalu menyambanginya tetapi dia memutuskan
hubungan dengan saya, saya berbuat baik terhadapnya tapi dia berbuat buruk
terhadap saya, saya selalu sopan terhadap mereka tapi mereka berlaku kasar
kepada saya", maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَئِنْ كُنْتَ كَمَا قُلْتَ فَكَأَنَّمَا
تُسِفُّهُمْ الْمَلَّ وَلَا يَزَالُ مَعَكَ مِنْ اللَّهِ ظَهِيرٌ عَلَيْهِمْ مَا
دُمْتَ عَلَى ذَلِكَ
"Seandainya kamu seperti apa yang
kamu katakan maka seakan-akan kamu sedang menyuapkan debu (ke mulutnya) dan
kamu akan selalu mendapat pertolongan Allah atas mereka selama hal tersebut
terus terjadi." (HR.
Muslim).
Selain bahwa silaturrahim menjadikan
seseorang dekat kepada Allah ta'ala sehingga Dia melimpahkan rahmat-Nya
kepadanya di dunia dan akhirat, memudahkan segala urusannya dan dilepaskannya
dari segala kesulitan, silaturrahim juga menjadikan keluarga dekat satu sama
lain, saling mengasihi dan mencintai di antara mereka, tolong-menolong di
antara mereka baik saat sulit maupun saat bahagia, semua itu dapat diraih
berkat silaturrahim dan dapat diketahui berdasarkan pengalaman yang ada. Dan
sebaliknya akan terjadi, jika hubungan silaturrahim diputuskan atau jauh.
Hak Keenam
HAK SUAMI ISTRI
Pernikahan memiliki dampak dan
konsekwensi yang sangat besar. Dia merupakan ikatan antara suami istri yang
menuntut setiap mereka untuk memenuhi hak-hak pasangannya, baik hak fisik, hak
sosial dan hak harta.
Maka wajib bagi pasangan suami istri
untuk memperlakukan pasangannya dengan baik (ma'ruf) dan memenuhi haknya yang
merupakan kewajibannya dengan penuh keikhlasan dan kemudahan tidak dengan
perasaan berat dan ditunda-tunda. Allah ta'ala berfirman:
وَعَاشِرُوهُنَّ
بِالْمَعْرُوفِ
"Dan pergaulilah mereka
(istri-istri) dengan cara yang ma'ruf." (An Nisa: 19).
وَلَهُنَّ
مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ
"Dan para wanita mempunyai hak yang
seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami,
mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya." (Al Baqarah: 228).
Bagi seorang istri wajib baginya untuk
memenuhi segala hak suaminya yang merupakan kewajiban bagi dirinya. Jika setiap
pasangan suami istri melakukan segala kewajibannya masing-masing maka kehidupan
mereka akan bahagia dan rumah tangganya akan tetap harmonis dan jika yang
terjadi sebaliknya maka akan timbul berbagai macam pertikaian dan kehidupan
mereka menjadi tidak harmonis.
Banyak nash-nash yang menganjurkan kita
untuk berbuat baik terhadap istri dan memperhatikan keadaannya. Mengharapkan
kesempurnaan tanpa cacat dalam dirinya adalah sebuah kemustahilan, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا
فَإِنَّهُنَّ خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ
أَعْلَاهُ فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ
أَعْوَجَ فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا
"Perlakukanlah wanita dengan baik,
karena wanita terbuat dari tulang rusuk, dan bagian yang paling bengkok dari
tulang rusuk adalah sebelah atas, jika engkau luruskan maka akan membuatnya
patah dan jika kamu biarkan maka dia akan tetap bengkok, maka berlaku baiklah
terhadap wanita." (HR.
Bukhari dan Muslim)
Dalam sebuah riwayat juga dikatakan :
إِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ
لَنْ تَسْتَقِيمَ لَكَ عَلَى طَرِيقَةٍ فَإِنْ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اسْتَمْتَعْتَ
بِهَا وَبِهَا عِوَجٌ وَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهَا كَسَرْتَهَا وَكَسْرُهَا
طَلَاقُهَا
“Sesungguhnya wanita terbuat dari tulang
rusuk dan dia tidak akan lurus dengan sebuah cara apapun, jika kamu ingin
bersenang-senang dengannya, kamu dapat melakukannya tapi dalam dirinya tetap
saja ada yang bengkok (kekurangan) jika kamu memaksanya untuk meluruskannya
niscaya dia akan patah, dan yang dimaksud patah disini artinya
menthalaqnya." (HR. Muslim).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
لَا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ
كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ
"Janganlah seorang mu'min membenci
seorang mu'minah (istrinya), jika ada sesuatu yang tidak disukainya pada
dirinya bisa jadi masih banyak hal lainnya yang disukainya." (HR. Muslim).
Dalam hadits ini terdapat petunjuk dari
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepada umatnya bagaimana mereka
seharusnya memperlakukan seorang wanita. Seyogyanya setiap kekurangan diterima
dengan lapang dada karena hal tersebut akan selalu, maka tidak mungkin seorang
suami dapat berbahagia dengan istrinya kecuali dia bersedia menerima apa yang ada
padanya.
Dalam hadits di atas terdapat pelajaran
bahwa seyogyanya seorang suami membandingkan kekurangan dan kelebihan yang ada
pada istrinya,jika ada yang tidak dia suka pada dirinya maka bandingkanlah
dengan sisi lainnya yang dia suka dan janganlah dia melihat istrinya selalu
dengan pandangan benci dan keengganan semata.
Banyak kalangan suami istri yang
menginginkan kesempurnaan dari pasangan mereka, ini adalah sesuatu yang tidak
mungkin, karena itu banyak di antara mereka yang cek-cok dan tidak mendapatkan
keharmonisan dan kesenangan dalam rumah tangga mereka dan kemungkinan akan
bermuara pada perceraian, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam: "Jika kamu paksakan meluruskannya maka akan membuatnya patah,
dan yang dimaksud patah adalah menceraikannya."
Maka hendaknya setiap suami memberikan
kelonggaran dan kemudahan terhadap apa yang dilakukan istri sepanjang tidak
merusak agama dan kemuliaannya.
Hak-Hak Istri Atas Suaminya
Termasuk hak istri atas suaminya adalah
menunaikan kewajiban nafkah, berupa; sandang, pangan dan papan berdasarkan
firman Allah ta'ala:
وَعلَى
الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لاَ تُكَلَّفُ
"Dan kewajiban ayah memberikan
makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma'ruf." (Al Baqarah: 233).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
أَنْ تُحْسِنُوا إِلَيْهِنَّ فِي
كِسْوَتِهِنَّ وَطَعَامِهِنَّ
"Dan kewajiban kalian atas mereka
(para istri) adalah memberi pakaian dan nafkah dengan ma'ruf." (HR. Turmuzi, dia menshahihkannya).
Dalam satu riwayat Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya tentang hak istri, beliau bersabda:
أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ
وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ أَوْ اكْتَسَبْتَ وَلَا تَضْرِبْ الْوَجْهَ وَلَا
تُقَبِّحْ وَلَا تَهْجُرْ إِلَّا فِي الْبَيْتِ
"Kamu memberinya makan apa yang
kamu makan, kamu memberinya pakaian apa yang kamu kenakan, jangan memukul wajah
dan jangan mencacinya dan jangan mengasingkannya kecuali di dalam rumah." (Hadits Hasan riwayat Ahmad, Abu Daud, dan Ibnu Majah).
Termasuk hak istri adalah berlaku adil
di antara mereka jika memiliki istri lebih dari satu, baik dalam sandang,
pangan dan papan dan segala sesuatu yang dituntut baginya untuk berlaku adil.
Jika hanya memperhatikan sebagiannya maka hal tersebut merupakan dosa besar,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَانَتْ لَهُ امْرَأَتَانِ يَمِيلُ
مَعَ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَحَدُ شِقَّيْهِ
سَاقِطٌ
"Siapa yang memiliki dua istri
kemudian hanya memperhatikan salah seorang di antara mereka, maka dia akan
datang pada hari kiamat dalam keadaan miring." (HR. Ahmad dan Ahlussunan dengan sanad shahih).
Adapun dalam masalah yang anda tidak
mungkin untuk berlaku adil seperti rasa cinta dan kelapangan dada, hal tersebut
bukanlah merupakan dosa karena hal tersebut di luar kemampuannya. Allah
subhanahu wa ta'ala berfirman:
وَلَن
تَسْتَطِيعُواْ أَن تَعْدِلُواْ بَيْنَ النِّسَاء وَلَوْ حَرَصْتُمْ
"Dan kamu sekali-kali tidak akan
dapat berlaku adil di antara istri-istri(mu), walaupun kamu sangat ingin
berbuat demikian." (An
Nisa: 129).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
telah berlaku adil terhadap para istrinya lalu bersabda:
اللَّهُمَّ هَذَا فِعْلِي فِيمَا أَمْلِكُ
فَلَا تَلُمْنِي فِيمَا تَمْلِكُ وَلَا أَمْلِكُ
"Ya Allah inilah pembagian yang
dapat aku lakukan dan jangan Engkau cela aku yang ada Engkau miliki apa yang
tidak aku miliki." (HR.
penyusun kitab sunan yang empat)
Akan tetapi jika ada seorang suami
menggunakan jatah salah seorang istrinya untuk menginap lalu digunakan untuk
istrinya yang lain tidaklah mengapa jika istri yang pertama merelakannya
sebagaimana yang dilakukan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu
ketika dia menggunakan jatah istrinya Saudah untuk
Aisyah karena Saudah memberikannya untuk
Aisyah (Hadits Aisyah muttafaq alaih). Dan ketika Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam sakit pada akhir-akhir kehidupannya dia selalu
bertanya-tanya:
أَيْنَ أَنَا غَدًا أَيْنَ أَنَا غَدًا
يُرِيدُ يَوْمَ عَائِشَةَ فَأَذِنَ لَهُ أَزْوَاجُهُ يَكُونُ حَيْثُ شَاءَ فَكَانَ
فِي بَيْتِ عَائِشَةَ حَتَّى مَاتَ عِنْدَهَا
"Dimana (giliran) saya besok,
dimana (giliran) saya besok, maka para istrinya mengizin-kannya untuk tinggal
di mana saja dia suka, dan dia memilih untuk tinggal di Rumah Aisyah hingga
meninggal." (HR. Bukhari dan
Muslim).
Hak Suami Atas Istrinya.
Adapun hak suami atas istrinya adalah
lebih besar dari haknya atas suaminya. Firman Allah ta'ala :
وَلَهُنَّ
مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ
"Dan para wanita mempunyai hak yang
seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami,
mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya." (Al Baqarah: 228).
Seorang suami merupakan Qawwam
(pemimpin) atas istrinya, penanggung jawab dalam kemaslahatannya,
pengajarannya, pengarahannya, sebagaimana firman Allah ta'ala:
الرِّجَالُ
قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ اللّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ
وَبِمَا أَنفَقُواْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ
"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin
bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka
(laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki)
telah menafkahkan sebagian dari harta mereka." (An-Nisa: 34).
Termasuk hak-hak suami atas istrinya
adalah mentaatinya dalam perkara yang bukan maksiat kepada Allah serta menjaga
rahasia dan hartanya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ
لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
"Seandainya aku boleh memerintahkan
seseorang untuk sujud kepada seseorang niscaya aku akan memerintahkan seorang
wanita untuk sujud kepada suaminya." (HR Turmuzi dan dia berkata: "hadits ini
hasan.").
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
juga bersabda:
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى
فِرَاشِهِ فَأَبَتْ فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ
حَتَّى تُصْبِحَ
"Jika seorang suami mengajak
istrinya ke pembaringannya kemudian dia menolak untuk memenuhinya sehingga pada
malam tersebut suaminya marah kepadanya, maka malaikat akan melaknatnya hingga
Shubuh ". (HR. Bukhari dan
Muslim).
Termasuk hak suami atas istrinya adalah
tidak melakukan perbuatan yang dapat mengurangi kesempatan bagi suaminya untuk
bersenang-senang terhadapnya walaupun hal tersebut berupa perbuatan sunnah
dalam ibadah, berdasarkan hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
لَا يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ
وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلَّا بِإِذْنِهِ وَلَا تَأْذَنَ فِي بَيْتِهِ إِلَّا
بِإِذْنِهِ
"Tidak diperbolehkan bagi seorang
istri untuk berpuasa (sunnah) sementara suaminya ada di sisinya kecuali dengan
izinnya dan tidak boleh seorang istri mengizinkan seseorang (masuk) ke rumahnya
kecuali dengan izin suaminya.'' (HR.
Bukhari).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
telah menjadikan keridhaan suami atas istrinya sebagai syarat bagi istrinya
untuk masuk syurga, At-Turmuzi meriwayatkan hadits Ummu Salamah radiallahuanha
bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ مَاتَتْ وَزَوْجُهَا
عَنْهَا رَاضٍ دَخَلَتْ الْجَنَّةَ
"Seorang istri yang meninggal
sementara suaminya meridhainya niscaya dia akan masuk syurga." (HR. Ibnu Majah dan Turmuzi dan dia berkata bahwa hadits
ini hasan gharib).
Hak Ketujuh
HAK PEMIMPIN DAN RAKYATNYA
Yang dimaksud adalah pemimpin yang
mengatur semua perkara kaum muslimin, baik kepemimpinannya bersifat umum
seperti kepala negara atau bersifat khusus seperti dalam sebuah lembaga
tertentu atau dalam pekerjaan tertentu, setiap mereka memiliki hak yang wajib dipenuhi
oleh rakyatnya dan rakyatnya juga memiliki hak yang wajib dipenuhi oleh
pemimpinnya.
Hak rakyat yang merupakan kewajiban
pemimpin adalah menunaikan amanah yang Allah bebankan kepada mereka dan wajib
memberikan pengarahan kepada rakyatnya serta berjalan di atas
peraturan-peraturan yang lurus yang menjamin kemaslahatan dunia dan akhirat.
Hal tersebut terwujud dengan cara
mengikuti jejak kaum muslimin dan jalan yang telah dilalui oleh Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam, karena sesungguhnya di dalamnya terdapat
kebahagiaan bagi mereka dan rakyatnya dan siapa saja yang di bawah tanggung
jawabnya dan inilah hal yang paling efektif untuk membuat rakyat ridha kepada
pemimpinnya, hubungan terjalin di antara mereka, rakyat akan tunduk terhadap
perintah mereka dan menjaga amanah yang dilimpahkan kepada mereka.
Sesungguhnya siapa yang bertakwa kepada
Allah maka manusia akan segan kepadanya dan siapa yang mengejar keridhaan
Allah, maka cukuplah Allah yang akan menjadikan manusia sebagai pendukungnya
dan ridha kepadanya karena hati manusia berada di Tangan Allah, Dia yang
merubahnya sesuka-Nya.
Adapun hak para pemimpin yang merupakan
kewajiban rakyatnya adalah memberikan nasihat atas kepemimpinan mereka atas
berbagai urusan rakyatnya serta memberikan peringatan jika mereka melakukan
kelalaian dan mendoakan mereka jika mereka mulai berpaling dari kebenaran.
Melaksanakan segala perintah mereka jika
di dalamnya tidak terdapat maksiat kepada Allah, karena hal tersebut menjadikan
segala urusan berjalan tertib dan teratur. Sebaliknya jika tidak tunduk kepada
setiap perintah mereka, terjadilah kekacaun dan berbagai urusan menjadi kacau.
Karena itu Allah ta'ala memerintahkan untuk ta'at kepada-Nya, ta'at kepada Rasul-Nya dan kepada para pemimpin.
Firman-Nya:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي
الأَمْرِ مِنكُمْ
"Wahai orang-orang yang beriman
ta'atlah kalian kepada Allah dan ta'atlah kalian kepada Rasul dan pemimpin di
antara kalian." (An-Nisa
:59).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ عَلَى الْمَرْءِ
الْمُسْلِمِ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ فَإِذَا
أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ
"Bagi seorang muslim wajib
mendengar dan ta'at (kepada para pemimpinnya), baik hal itu dia sukai ataupun
dia benci, kecuali jika dia diperintahkan melakukan maksiat, jika (pemimpin)
memerintahkan kepada kemaksiatan maka tidak boleh didengar dan dita'ati" (Muttafaq alaih).
Abdullah bin Umar berkata: "Saat
kami bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sebuah perjalanan,
kami singgah pada sebuah tempat, maka seseorang penyeru Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam menyerukan: "Asshalaatu Jaami 'ah (Mari shalat
berjamaah), maka berkumpullah kami bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam lalu dia bersabda: "Tidak ada seorang nabipun yang diutus Allah
ta'ala kecuali dia harus mengarahkan ummatnya kepada kebaikan yang dia ketahui
untuk mereka (umatnya), dan memperingatkan mereka dari keburukan apa yang dia
ketahui, dan sesungguhnya ummat kalian kebaikannya telah diberikan kepada
generasi pertama, sedangkan generasi berikutnya akan ditimpa ujian dan berbagai
perkara yang mereka tolak, Akan datang fitnah sehingga satu sama lain saling
memperbudak, dan kemudian datang fitnah hingga seorang mu'min akan berkata:
"Inilah kehancuranku", kemudian datang lagi fitnah dan orang-orang
akan berkata serupa. Maka siapa yang ingin dihindarkan dari api neraka dan
dimasukkan dalam syurga hendaklah dia menemui kematiannya dalam keadaan beriman
kepada Allah dan hari akhir dan hendaklah kamu melakukan sesuatu terhadap orang
lain apa-apa yang kamu suka seandainya hal tersebut dilakukan orang lain
terhadap kamu. Dan barang siapa yang berbai 'at kepada seorang imam dengan
mengulurkan tangannya dan dengan sepenuh hati maka hendaklah dia mentaatinya
semampunya dan jika datang (pemimpin) yang lainnya dan menentangnya maka
tebaslah batang leher pemimpin yang lain itu". Seseorang bertanya
kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam "Wahai Rasulullah
bagaimana pendapatmu jika ada seorang pemimpin yang selalu menuntut kepada kami
hak mereka dan menahan hak-hak kami, apa yang engkau perintahkan, lalu beliau
berpaling darinya, kemudian dia bertanya hal itu lagi, maka bersabdalah
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: "Dengarkanlah (pemimpin itu)
dan ta'atilah, karena bagi mereka apa yang dibebankan untuk mereka dan bagi
kalian apa yang dibebankan untuk kalian." (HR. Muslim).
Di antara hak-hak para pemimpin yang
merupakan kewajiban rakyatnya adalah bantuan rakyatnya dalam melaksanakan
kewajiban mereka dalam bentuk realisasi atas setiap tuntutan yang ditugaskan
kepada mereka dan agar setiap warga negara mengetahui perannya dan tanggung
jawabnya dalam masyarakat sehingga semua perkara berjalan tertib sesuai yang
diharapkan, karena seorang pemimpin jika tidak dibantu rakyatnya dalam memenuhi
setiap kewajiban mereka niscaya kepemimpinannya tidak akan berhasil.
Hak Kedelapan
HAK TETANGGA
Tetangga adalah orang yang tinggal dekat
rumah anda, baginya terdapat hak yang banyak. Jika dia sanak saudara anda dan
muslim maka baginya ada tiga hak: Hak tetangga, hak kekerabatan dan hak Islam,
adapun jika dia termasuk sanak saudara tapi non muslim maka baginya ada dua
hak: hak tetangga dan hak kekerabatan sedangkanjika bukan sanak saudara danjuga
non muslim maka baginya satu hak: hak tetangga (Berdasarkan hadits yang
diriwayatkan oleh Abu Bakar Al Bazzar dari jalur Hasan dari Jabir bin Abdullah,
disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsir surat An Nisa ayat 36).
Allah ta'ala berfirman:
وَبِالْوَالِدَيْنِ
إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي
الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ
"Dan berbuat baiklah kepada dua
orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga
yang dekat dan tetangga yang jauh ." (An Nisa: 36).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
مَا زَالَ جِبْرِيلُ يُوصِينِي بِالْجَارِ
حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ
"(Malaikat) Jibril selalu
mewasiatkan kepadaku tentang tetangga hingga aku mengira bahwa tetangga
mendapat warisan (tetangga lain)-nya." (Muttafaq alaih).
Di antara hak-hak tetangga terhadap
tetangganya adalah berlaku baik kepadanya semampunya, baik berupa; harta,
kehormatan dan manfaat, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
وَخَيْرُ الْجِيرَانِ عِنْدَ اللَّهِ
خَيْرُهُمْ لِجَارِهِ
"Sebaik-baik tetangga disisi Allah
adalah yang paling baik terhadap tetangganya.” (HR. Turmuzi dan dia berkata hadits ini hasan gharib).
Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam
juga bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُحْسِنْ إِلَى جَارِهِ
"Siapa yang beriman kepada Allah
dan hari akhir maka hendaklah ia berlaku baik terhadap tetangganya." (HR. Muslim).
إِذَا طَبَخْتَ مَرَقَةً فَأَكْثِرْ
مَاءَهَا وَتَعَاهَدْ جِيرَانَكَ
"Jika engkau memasak masakan
berkuah maka banyakkanlah airnya dan bagilah tetanggamu." (HR. Muslim).
Termasuk berbuat baik terhadap tetangga
adalah memberikan hadiah kepadanya dalam peristiwa-peristiwa tertentu, karena
hadiah dapat mendatangkan rasa cinta dan menghapus permusuhan.
Termasuk hak tetangga atas tetangganya
adalah menahan perkataan dan perbuatannya dari perbuatan yang menyakitinya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ وَاللَّهِ لَا
يُؤْمِنُ وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ قِيلَ وَمَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الَّذِي
لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَايِقَهُ -...-لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ
لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ
"Demi Allah tidak beriman, demi
Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman", mereka bertanya
"Siapa yaa Rasulullah? beliau bersabda: "Yang tetangganya tidak aman
dari kejahatannya " -dalam
riwayat yang lain- "Tidak masuk syurga orang yang tetangganya tidak
aman dari kejahatannya." (HR. Bukhari).
Pada zaman sekarang banyak orang yang
tidak memperhatikan hak tetangga sehingga tetangganya tidak aman dari
keburukannya. Seringkali tampak di antara mereka terjadi percekcokan dan
sengketa serta pelecehan terhadap hak-haknya, baik berupa perkataan maupun
perbuatan. Semua itu bertentangan dengan apa yang diperintahkan Allah ta'ala
dan Rasul-Nya dan dapat menyebabkan perpecahan serta ketidak harmonisan di
kalangan muslimin dan hilangnya penghormatan di antara mereka satu sama lain.
Hak Kesembilan
HAK KAUM MUSLIMIN SECARA UMUM
Hak dalam masalah ini banyak sekali, di
antaranya adalah apa yang disebutkan dalam sebuah hadits shahih bahwa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ
سِتٌّ قِيلَ مَا هُنَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ
عَلَيْهِ وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ
وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ فَسَمِّتْهُ وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ وَإِذَا
مَاتَ فَاتَّبِعْهُ
Hak seorang muslim atas muslim lainnya ada
enam: Jika engkau menemuinya maka berilah salam, dan jika dia mengundangmu maka
penuhilah, jika dia minta nasihat kepadamua berilah nasihat, jika dia bersin
dan mengucapkan hamdalah maka balaslah (dengan doa فَحَمِدَ اللَّهَ ),
jika dia sakit maka kunjungilah dan jika dia meninggal maka antarkanlah (ke
kuburan)." (HR. Muslim).
Dalam hadits di atas terdapat keterangan
tentang beberapa hak di antara kaum muslimin:
Hak pertama: Mengucapkan salam.
Mengucapkan salam adalah sunnah yang
sangat dianjurkan, karena dia merupakan penyebab tumbuhnya rasa cinta dan
kedekatan di kalangan kaum muslimin sebagaimana dapat disaksikan dan
sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
لَا تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى
تُؤْمِنُوا وَلَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا أَوَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ
إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ أَفْشُوا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ
"Demi Allah tidak akan masuk syurga
hingga kalian beriman dan tidak beriman hingga kalian saling mencintai, maukah
kalian jika aku beritakan kepada kalian sesuatu yang jika kalian praktekkan
akan menumbuhkan rasa cinta di antara kalian? Sebarkan salam di antara
kalian." (HR. Muslim).
Adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam yang selalu memulai salam kepada siapa saja yang dia temui dan bahkan
dia memberi salam kepada anak-anakjika dia menemui mereka.
Sunnahnya adalah yang kecil memberi
salam kepada yang besar, yang sedikit memberi salam kepada yang banyak, yang
berkendaraan memberi salam kepada pejalan kaki, akan tetapi jika yang lebih
utama tidak juga memberikan salam maka yang lainlah yang hendaknya memberikan
salam agar sunnah tersebut tidak hilang. Jika yang kecil tidak memberi salam
maka yang besar memberikan salam, jika yang sedikit tidak memberi salam maka
yang banyak memberi salam agar pahalanya tetap dapat diraih.
Ammar bin Yasir radiallahuanhu berkata:
"Ada tiga hal yang jika ketiganya diraih maka sempurnalah iman seseorang:
Jujur (dalam menilai) dirinya, memberi salam kepada khalayak dan berinfaq saat
kesulitan." (HR. Muslim).
Jika memulai salam hukumnya sunnah maka
menjawabnya adalah fardhu kifayah, jika sebagian melakukannya maka yang lain
gugur kewajibannya. Misalnya jika seseorang memberi salam kepada sejumlah orang
maka yang menjawabnya hanya seorang maka yang lain gugur kewajibannya. Allah
ta'ala berfirman:
وَإِذَا
حُيِّيْتُم بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّواْ بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا
"Apabila kamu dihormati dengan
sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik,
atau balaslah dengan yang serupa." (An Nisa: 86).
Tidak cukup menjawab salam dengan
mengucapkan: "Ahlan Wasahlan" saja, karena dia bukan termasuk "yang
lebih baik darinya", maka jika seseorang berkata: "Assalamualaikum",
maka jawablah: "Wa'alaikum salam", jika dia berkata: "Ahlan",
maka jawablah: "Ahlan"
juga, danjika dia menambah ucapan selamatnya maka itu lebih utama.
Hak Kedua: Memenuhi undangan
Misalnya, seseorang mengundang anda
untuk makan- makan atau lainnya maka penuhilah dan memenuhi undangan adalah
sunnah mu'akkadah dan hal itu dapat menarik hati orang yang mengundang serta
mendatangkan rasa cinta dan kasih sayang. Dikecualikan dari hal tersebut adalah
undangan perkawinan, sebab memenuhi undangan tersebut adalah wajib dengan
syarat-syarat yang telah dikenal. Yaitu:
1.
Dilakukan pada hari pertama
2.
Pengundangnya adalah orang muslim,
3.
Pengundangnya bukan orang yang sedang diisolir (karena
melanggar ajaran Islam)
4.
Undanganya langsung diarahkan (dikhususkan) kepada yang
bersangkutan
5.
Mata pencaharian pengundang halal, 6.Tidak Terdapat
kemunkaran yang tidak dapat dia hilangkan. (Al Salsabil Fi Ma'rifati Ad
Dalil, hal. 735).
Rasulullah bersabda:
وَمَنْ لَمْ يُجِبْ الدَّعْوَةَ فَقَدْ
عَصَى اللَّهَ وَرَسُولَهُ
"Dan siapa yang tidak memenuhi
(undangan) maka dia telah durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam. : “Jika seseorang mengundangmu maka penuhilah" termasuk
juga undangan untuk memberikan bantuan atau pertolongan. Karena anda
diperintahkan untuk menjawabnya, maka jika dia memohon kepada anda agar anda
menolongnya untuk membawa sesuatu misalnya atau membuang sesuatu, maka anda
diperintahkan untuk menolongnya, berdasarkan hadits Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam:
الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ
يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
"Setiap mu'min satu sama lainnya
bagaikan bangunan yang saling menopang." (HR. Bukhari dan Muslim).
Hak ketiga: Jika dia meminta nasihat
maka penuhilah.
Yaitu: jika seseorang datang meminta
nasihat kepadamu dalam suatu masalah maka nasihatilah karena hal itu termasuk
agama sebagaimana hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
الدِّينُ النَّصِيحَةُ قُلْنَا لِمَنْ
قَالَ لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ
وَعَامَّتِهِمْ
"Agama adalah nasihat: Kepada
Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya dan kepada para pemimpin kaum muslimin serta rakyat
pada umumnya." (HR. Muslim).
Adapun jika seseorang datang kepadamu
tidak untuk meminta nasihat namun pada dirinya terdapat bahaya atau perbuatan
dosa yang akan dilakukannya maka wajib menasihatinya walaupun perbuatan
tersebut tidak diarahkan kepadanya, karena hal tersebut termasuk menghilangkan
bahaya dan kemunkaran dari kaum muslimin. Adapun jika tidak terdapat bahaya
dalam dirinya dan tidak ada dosa padanya dan dia melihat bahwa hal lainnya
(selain nasihat) lebih bermanfaat maka tidak perlu menasihatinya kecuali jika
dia meminta nasihat kepadanya maka saat itu wajib menasihatinya.
Hak keempat: Jika dia bersin lalu
mengucapkan "Al Hamdulillah" maka jawablah dengan ucapan: "Yarhamukallah".
Sebagai rasa syukur kepada-Nya yang
memuji Allah saat bersin, adapun jika dia bersin tetapi tidak mengucapkan
hamdalah maka dia tidak berhak untuk diberikan ucapan tersebut, dan itulah
balasan bagi orang bersin yang tidak mengucapkan hamdalah.
Menjawab orang bersin (jika dia
mengucapkan hamdalah) hukumnya wajib, dan wajib pula menjawab orang yang
mengucapkan: "Yarhamukallah" dengan ucapan "Yahdikumullah
wa yuslihu balakum", dan jika seseorang bersin terus-menerus lebih
dari tiga kali maka keempat kalinya ucapkanlah "Aafakallah"
(Semoga Allah menyembuhkan anda) sebagai ganti dari ucapan: "Yarhamukallah
"
Hak kelima: Membesuknya jika dia sakit.
Hal ini merupakan hak orang sakit dan
kewajiban saudara saudaranya seiman, apalagi jika yang sakit memiliki
kekerabatan, teman dan tetangga maka membesuknya sangat dianjurkan.
Cara membesuk sangat tergantung orang
yang sakit dan penyakitnya. Kadang kondisinya menuntut untuk sering dikunjungi,
maka yang utama adalah memperhatikan keadaannya. Disunnahkan bagi yang membesuk
orang sakit untuk menanyakan keadaannya, mendoakannya serta menghiburnya dan memberinya
harapan karena hal tersebut merupakan sebab yang paling besar mendatangkan
kesembuhan dan kesehatan. Layak juga untuk mengingatkannya akan taubat dengan
cara yang tidak menakutkannya, seperti berkata kepadanya: "Sesunguhnya
sakit yang engkau derita sekarang ini mendatangkan kebaikan, karena penyakit
dapat berfungsi menghapus dosa dan kesalahan dan dengan kondisi yang tidak
dapat kemana-mana engkau dapat meraih pahala yang banyak, dengan membaca zikir,
istighfar dan berdoa".
Hak keenam: Mengantarkan jenazahnya jika
meninggal.
Hal ini juga merupakan hak seorang
muslim atas saudaranya dan di dalamnya terdapat pahala yang besar. Terdapat
riwayat dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa dia bersabda:
مَنْ صَلَّى عَلَى جَنَازَةٍ فَلَهُ قِيرَاطٌ
وَمَنْ اتَّبَعَهَا حَتَّى تُوضَعَ فِي الْقَبْرِ فَقِيرَاطَانِقَالَ قُلْتُ يَا
أَبَا هُرَيْرَةَ وَمَا الْقِيرَاطُ قَالَ مِثْلُ أُحُدٍ
"Siapa yang mengantarkan jenazah
hingga menshalatkannya maka baginya pahala satu qhirath, dan siapa yang
mengantarkannya hingga dimakamkan maka baginya pahala dua qhirath", beliau
ditanya: "Apakah yang dimaksud qhirath?” beliau menjawab: "Bagaikan
dua gunung yang besar. " (HR.
Bukhari dan Muslim).
Hak Ketujuh : Tidak menyakiti saudaranya
Termasuk hak muslim kepada muslim yang
lainnya adalah menahan diri untuk tidak menyakitinya, karena menyakiti kaum
muslimin adalah dosa yang sangat besar. Allah ta'ala berfirman:
وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا
اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُّبِينًا
“Dan orang-orang yang menyakiti
orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, Maka
Sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.”
(Al Ahzab:58)
Dan pada umumnya siapa yang melakukan perbuatan yang
menyakitkan saudaranya maka Allah akan membalasnya di dunia sebelum dibalan di
akhirat. Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda:
لَا تَحَاسَدُوا وَلَا
تَنَاجَشُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَلَا يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى
بَيْعِ بَعْضٍ وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا الْمُسْلِمُ أَخُو
الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يَخْذُلُهُ وَلَا يَحْقِرُهُ التَّقْوَى
هَاهُنَا وَيُشِيرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنْ الشَّرِّ
أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ
دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ
“Janganlah kalian saling mendengki,
saling memfitnah, saling membenci, dan saling memusuhi. Janganlah ada seseorang
di antara kalian yang berjual beli sesuatu yang masih dalam penawaran muslim
lainnya dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang saling bersaudara. Muslim
yang satu dengan muslim yang lainnya adalah bersaudara tidak boleh menyakiti,
merendahkan, ataupun menghina. Takwa itu ada di sini (Rasulullah menunjuk
dadanya), Beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali. Seseorang telah dianggap
berbuat jahat apabila ia menghina saudaranya sesama muslim. Muslim yang satu
dengan yang Iainnya haram darahnya. hartanya, dan kehormatannya." (HR. Muslim).
Hak-hak muslim atas saudaranya yang
muslim banyak sekali, akan tetapi kita dapat menyimpulkan semua itu dalam
sebuah hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ
"Seorang muslim adalah saudara bagi
muslim yang lainnya"
Jika seseorang mewujudkan sikap ukhuwwah
terhadap saudaranya maka dia akan berusaha untuk mendatangkan kebaikan kepada
semua saudaranya serta menghindar dari semua perbuatan yang menyakitkannya.
Hak Kesepuluh
HAK NON MUSLIM
Non muslim mencakup semua orang kafir,
mereka terbagi menjadi empat bagian: Harbi (kafir yang memerangi kamu
muslimin), musta'min (kafir yang meminta perlindungan kepada kaum muslimin), mu
'ahid (Kafir yang terikat perjanjian dengan kaum muslimin) dan dzimmi (Kafir
yang berada dibawah kekuasaan dan perlindungan kaum muslimin).
Terhadap kafir harbi maka kaum muslimin
tidak memiliki kewajiban atas mereka, baik berupa perlindungan ataupun
pengawasan.
Terhadap kafir musta'min maka kaum
muslim wajib melindungi mereka pada waktu dan tempat yang telah ditentukan
untuk memberikan keamanan kepada mereka. Berdasarkan firman Allah ta'ala:
وَإِنْ
أَحَدٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلاَمَ
اللّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ
"Dan jika seorang di antara
orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia
supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang
aman baginya." (At Taubah: 6).
Terhadap kafir mu'ahid maka kita wajib
melaksanakan perjanjian yang telah kita sepakati kepada mereka selama mereka
juga konsisten kepada kita dalam perjanjian tersebut, tidak menguranginya dan
tidak membantu seorangpun untuk mencelakakan kita dan tidak melecehkan agama
kita, berdasarkan firman Allah ta'ala:
إِلاَّ
الَّذِينَ عَاهَدتُّم مِّنَ الْمُشْرِكِينَ ثُمَّ لَمْ يَنقُصُوكُمْ شَيْئًا
وَلَمْ يُظَاهِرُواْ عَلَيْكُمْ أَحَدًا فَأَتِمُّواْ إِلَيْهِمْ عَهْدَهُمْ إِلَى
مُدَّتِهِمْ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ
"Kecuali orang-orang musyrikin yang
kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi
sesuatupun (dari isi perjanjian)mu dan tidak (pula) mereka membantu seseorang
yang memusuhi kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas
waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa." (At-Taubah: 4).
وَإِن
نَّكَثُواْ أَيْمَانَهُم مِّن بَعْدِ عَهْدِهِمْ وَطَعَنُواْ فِي دِينِكُمْ
فَقَاتِلُواْ أَئِمَّةَ الْكُفْرِ إِنَّهُمْ لاَ أَيْمَانَ لَهُمْ لَعَلَّهُمْ
يَنتَهُونَ
"Jika mereka merusak sumpah
(janji)nya sesudah mereka berjanji, dan mereka mencerca agamamu, maka
perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka
itu adalah orang-orang yang tidak dapat dipegang janjinya." (At Taubah: 12).
Adapun terhadap orang-orang dzimmi maka
mereka adalah merupakan golongan yang paling banyak hak dan kewajibannya. Hal
tersebut karena mereka hidup di negri kaum muslimin dan di bawah perlindungan
dan pengawasannya sesuai dengan jizyah (upeti) yang mereka bayar.
Wajib bagi pemerintahan muslim untuk
memerintah mereka dengan hukum Islam baik dalam urusan jiwanya, hartanya dan
kehormatannya juga (wajib) dilaksanakan hudud atas mereka yang melakukan tindak
kriminalitas. Wajib pula melindungi mereka serta menjauhkan perbuatan yang
menyakiti mereka.
Juga wajib membedakan mereka dari kaum
muslimin dalam masalah pakaian dan tidak boleh bagi mereka menampakkan
syi'ar-syi'ar agama mereka seperti lonceng atau salib.
Hukum-hukum yang berkaitan dengan ahli
dzimmah banyak terdapat dalam kitab-kitab para ulama dan kami tidak membahasnya
lebih panjang lagi.
Catatan:
Mengerjakan hak-hak ini merupakan salah
satu sebab tumbuhnya kecintaan antara kaum muslimin serta dapat menghilangkan
permusuhan dan pertikaian di antara mereka sebagaimana perbuatan-perbuatan
tersebut dapat menjadi sebab terhapusnya keburukan dan berlipat gandanya
kebaikan serta terangkatnya derajat. Semoga Allah ta'ala memberi taufiq bagi
kaum muslimin untuk mengamalkannya.
Wallahu ‘alam bi showab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar