Tidak
diragukan lagi bahwasanya pengetahuan para penuntut ilmu terhadap kemuliaan
yang besar yang akan mereka dapati dengan menuntut ilmu dan kedudukan yang
tinggi yang akan mereka peroleh, akan menjadikan mereka paling bersemangat
dalam menempuh jalannya ilmu dan belajar, dan beradab dengan adab-adab yang
syar'i yang akan menambah kedudukan dan keutamaan mereka di sisi Allah Subhanahu
wa Ta’ala, serta akan meninggikan kemuliaan mereka dan akan terbuktilah
kemanfaatan mereka terhadap manusia.
Ayat-ayat
Al-Qur`an yang Menjelaskan Keutamaan Menuntut Ilmu dan Kedudukan Ulama
Allah
Ta'ala berfirman menerangkan keutamaan ulama dan apa-apa yang mereka miliki
dari kedudukan dan ketinggian:
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لاَ يَعْلَمُونَ
إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الأَلْبَابِ
"Katakanlah:
"Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?" Sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran." (Az-Zumar:9)
Dan Allah
juga berfirman:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ
دَرَجَاتٍ
"Niscaya
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan
orang-orang yang diberi ilmu (agama) beberapa derajat." (Al-Mujaadilah:11)
Ditinggikannya
derajat dengan beberapa derajat, ini menunjukkan atas besarnya keutamaan, dan
ketinggian di sini mencakup ketinggian maknawiyyah di dunia dengan tingginya
kedudukan dan bagusnya suara (artinya dibicarakan orang dengan kebaikan) dan
mencakup pula ketinggian hissiyyah (yang dirasakan oleh tubuh dan panca indera)
di akhirat dengan tingginya kedudukan di jannah. (Fathul Baarii 1/141)
Di antara
dalil yang menunjukkan atas keutamaan ilmu dan wajibnya meminta tambahan
darinya adalah firman Allah Ta'ala yang memerintahkan Rasul-Nya shallallahu
'alaihi wa sallam:
وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا
"Dan
katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu (agama)." (Thaahaa:114)
Allah Subhaanahu
Wa Ta'ala tidaklah memerintahkan Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam
untuk meminta tambahan dari sesuatu kecuali meminta tambahan dari ilmu dan ilmu
yang dimaksudkan di sini adalah ilmu syar'i yang akan menjadikan seorang hamba
mengenal Rabbnya Subhaanah dan mengetahui apa-apa yang diwajibkan atas seorang
mukallaf dari perkara agamanya dalam ibadah dan muamalahnya. (Fathul Baarii
1/141)
Sungguh
Allah telah memuliakan ilmu dan ulama dengan memberikan kepada mereka kebaikan
yang umum dan menyeluruh sebagaimana diterangkan dalam firman-Nya:
يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ
خَيْرًا كَثِيرًا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلاَّ أُولُو الأَلْبَابِ
"Allah
menganugrahkan Al-Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al-Qur`an dan As-Sunnah)
kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugrahi Al-Hikmah itu,
ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang
berakallah yang dapat mengambil pelajaran." (Al-Baqarah:269)
Berkata
Mujahid: Allah menganugrahkan Al-Hikmah, yaitu ilmu dan pemahamannya.
(Akhlaaqul 'Ulamaa`, Al-Imam Abu Bakr Al-Ajurriy hal.9)
Demikian juga di antara dalil-dalil yang menguatkan akan pentingnya ilmu dan keharusan mencarinya adalah firman Allah Ta'ala yang artinya:
فَاعْلَمْ
أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ
وَالْمُؤْمِنَاتِ
"Maka
ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang berhak diibadahi)
melainkan Allah, dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang
mukmin, laki-laki dan perempuan." (Muhammad:19)
Maka
(seseorang) harus memulai dengan ilmu sebelum beramal sebagaimana dikatakan
oleh Al-Imam Al-Bukhariy. (Shahiihul Bukhaariy, Kitaabul 'Ilmi, Baabul 'Ilmi
Qablal 'Amal)
Adapun
ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang mempunyai buah yang agung, dan yang
paling menonjolnya adalah adanya rasa khasy-yah kepada Allah Subhaanah dari
pemiliknya. Maka ulama adalah manusia yang paling takut kepada Rabbnya, karena
apa yang telah mereka pelajari dari ilmu yang akan menambah pengetahuan mereka
kepada Rabbnya dan akan mengokohkan keimanan yang ada pada hati-hati mereka.
Allah Ta'ala berfirman:
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
"Sesungguhnya
yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama." (Faathir:28)
Ulama
adalah orang-orang yang mempunyai pengetahuan yang lurus dan pemahaman yang
mendalam, Allah Ta'ala berfirman:
وَتِلْكَ الأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ وَمَا يَعْقِلُهَا إِلاَّ
الْعَالِمُونَ
"Dan
perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang
memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu." (Al-'Ankabuut:43)
Hadits-hadits yang Menerangkan Keutamaan Menuntut Ilmu dan Kedudukannya
Terdapat
kitab-kitab yang mengandung beratus-ratus hadits yang mulia, di mana dalam
hadits-hadits tersebut Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
memerintahkan kepada ilmu dan menganjurkan atasnya serta menerangkan kedudukan
ulama dan kemuliaannya dan apa-apa yang selayaknya dimiliki oleh mereka agar
berakhlak dengannya dan bersemangat atasnya.
Di dalam
Shahiihul Bukhaariy, misalnya, terdapat lebih dari seratus hadits yang
menjelaskan masalah ilmu, mencarinya dan anjuran atasnya, dan sungguh Al-Imam
Al-Bukhariy telah menyendirikan pembahasan ilmu dengan membuat satu kitab
khusus (yaitu Kitabul 'Ilmi) dalam Shahih-nya dan beliau tempatkan setelah
Kitabul Iman.
Demikian juga kitab-kitab sunnah lainnya yang padanya terdapat sejumlah hadits yang banyak dari hadits-hadits yang marfu' dan atsar-atsar yang mauquf kepada shahabat dan tabi'in, yang semuanya mengisyaratkan kepada kedudukan yang agung yang kembalinya kepada ulama, dan kedudukan yang tinggi yang Allah muliakan penuntut ilmu dengannya.
Di antara hadits-hadits tersebut adalah:
1. Dari Mu'awiyah radhiyallahu 'anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ
"Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan kepadanya,
niscaya Allah akan pahamkan dia tentang agama(nya)." (Muttafaqun
'alaih)
Pemahaman terhadap agama merupakan di antara kebaikan yang
terbesar yang Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya. Dan orang yang tidak mau
tafaqquh fiddiin (mempelajari dan memahami agamanya) berarti telah diharamkan
dari berbagai kebaikan.
2. Dari Abu Musa Al-Asy'ariy radhiyallahu 'anhu dari Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam, beliau bersabda:
مَثَلُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ مِنَ الْهُدَى
وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَصَابَ أَرْضًا فَكَانَتْ مِنْهَا طَائِفَةٌ طَيِبَةٌ
قَبِلَتِ الْمَاءَ، فَأَنْبَتَتِ الْكَلأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيْرَ، وَكَانَ
مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتِ الْمَاءَ، فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَاسَ
فَشَرِبُوْا مِنْهَا وَسَقُوْا وَزَرَعُوا، وَأَصَابَ طَائِفَةً مِنْهَا أُخْرَى
إِنَمَا هِيَ قِيْعَانٌ لاَ تُمْسِكُ مَاءً وَلاَ تُنْبِتُ كَلأَ؛ فَذَلِكَ مَثَلُ
مَنْ فَقُهَ فِي دِيْنِ اللَّهِ وَنَفَعَهُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ فَعَلِمَ
وَعَلّمَ، وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى
اللَّهِ اَلذِي أُرْسِلْتُ بِهِ
"Perumpamaan apa yang aku bawa dari petunjuk dan ilmu
adalah seperti air hujan yang banyak yang menyirami bumi, maka di antara bumi
tersebut terdapat tanah yang subur, menyerap air lalu menumbuhkan rumput dan
ilalang yang banyak. Dan di antaranya terdapat tanah yang kering yang dapat
menahan air maka Allah memberikan manfaat kepada manusia dengannya sehingga
mereka bisa minum darinya, mengairi tanaman dengannya dan bercocok tanam dengan
airnya. Dan air hujan itu pun ada juga yang turun kepada tanah/lembah yang
tandus, tidak bisa menahan air dan tidak pula menumbuhkan rumput-rumputan.
Itulah perumpamaan orang yang memahami agama Allah dan orang yang mengambil
manfaat dengan apa yang aku bawa, maka ia mengetahui dan mengajarkan ilmunya
kepada yang lainnya, dan perumpamaan orang yang tidak perhatian sama sekali
dengan ilmu tersebut dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku diutus
dengannya." (HR. Al-Bukhariy)
Di dalam hadits ini terdapat pengarahan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam agar bersemangat terhadap ilmu dan belajar, yaitu beliau shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan perumpamaan terhadap apa yang beliau bawa dengan hujan yang menyeluruh di mana manusia mengambil dan memanfaatkan air hujan tersebut untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Kemudian beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menyerupakan orang yang mendengar ilmu yang beliau bawa dengan bumi/tanah yang bermacam-macam yang air hujan turun padanya:
- Di antara mereka ada orang yang berilmu, beramal dan
mengajarkan ilmunya kepada yang lainnya, maka orang ini seperti tanah yang
baik, yang menyerap air lalu memberikan manfaat pada dirinya dan menumbuhkan
tanaman dan rumput-rumputan sehingga memberikan manfaat bagi yang lainnya.
- Di antara mereka ada yang mengumpulkan ilmu yang dia sibuk dengannya, di mana ilmu tersebut dimanfaatkan pada masanya dan masa setelahnya dalam keadaan dia belum bisa mengamalkan sebagian darinya atau belum bisa memahami apa yang dia kumpulkan, akan tetapi dia sampaikan kepada yang lainnya, maka orang ini seperti tanah yang menahan air sehingga manusia dapat mengambil manfaat darinya.
- Dan di antara mereka ada orang yang mendengar ilmu tetapi tidak menghafalnya, tidak beramal dengannya dan tidak pula menyampaikannya kepada yang lainnya, maka orang ini seperti tanah lumpur atau tanah tandus yang tidak dapat menerima/menampung air.
Tidaklah dikumpulkan dalam perumpamaan tersebut antara dua kelompok yang pertama kecuali karena kebersamaan mereka dalam kemanfaatan dari ilmu yang mereka miliki walaupun derajat kemanfaatannya bertingkat-tingkat. Dan disendirikanlah kelompok ketiga yang tercela karena tidak adanya kemanfaatan darinya. (Fathul Baarii 1/177)
Dan tidak diragukan lagi bahwasanya terdapat perbedaan yang besar antara orang yang menempuh jalannya ilmu lalu dia memberikan manfaat pada dirinya dan manusia pun mengambil manfaat darinya dan antara orang yang rela dengan kebodohan dan hidup dalam kegelapannya sehingga dia tidak mendapat bagian sedikit pun dari warisannya para Nabi.
3. Dari Abud Darda` radhiyallahu 'anhu berkata: Aku mendengar
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَطْلُبُ فِيْهِ عِلْمًا، سَلَكَ اللهُ
بِهِ طَرِيْقًا مِنْ طُرُقِ الْجَنَّةِ، وَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ لَتَضَعُ
أَجْنِحَتَهَا لِطَالِبِ الْعِلْمِ، وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ
فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الأَرْضِ، وَالْحِيْتَانُ فِي جَوْفِ الْمَاءِ،
وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ
الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ، وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ
الأَنْبِيَاءِ، وَإِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوْا دِيْنَارًا وَلاَ
دِرْهَمًا، إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ، فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
"Barangsiapa menempuh suatu jalan yang padanya dia
mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan dia menempuh jalan dari jalan-jalan
(menuju) jannah, dan sesungguhnya para malaikat benar-benar akan meletakkan
sayap-sayapnya untuk penuntut ilmu, dan sesungguhnya seorang penuntut ilmu akan
dimintakan ampun untuknya oleh makhluk-makhluk Allah yang di langit dan yang di
bumi, sampai ikan yang ada di tengah lautan pun memintakan ampun untuknya. Dan
sesungguhnya keutamaan seorang yang berilmu atas seorang yang ahli ibadah
adalah seperti keutamaan bulan pada malam purnama atas seluruh bintang, dan
sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi, dan para Nabi tidaklah mewariskan
dinar ataupun dirham, akan tetapi mereka hanyalah mewariskan ilmu, maka
barangsiapa yang mengambilnya maka sungguh dia telah mengambil bagian yang
sangat banyak." (HR. Abu Dawud no.3641, At-Tirmidziy no.2683, dan isnadnya
hasan, lihat Jaami'ul Ushuul 8/6)
Di dalam hadits ini terdapat keterangan tentang pemuliaan yang
besar yang akan didapatkan oleh penuntut ilmu, di mana para malaikat meletakkan
sayap-sayapnya untuknya sebagai sikap tawadhu' dan penghormatan kepadanya,
demikian juga makhluk-makhluk yang banyak baik yang di langit, di bumi maupun
di lautan dan makhluk lainnya yang tidak ada yang mengetahui jumlahnya kecuali
Allah Subhaanah, semua makhluk tadi memintakan ampun kepada Allah untuk
penuntut ilmu dan mendo'akan kebaikan untuknya.
Cukuplah bagi seorang penuntut ilmu sebagai kebanggaan bahwasanya dia adalah orang yang sedang berusaha untuk mendapatkan warisannya para Nabi, dan dia meninggalkan ahli dunia terhadap dunianya yang telah dikumpulkan di atas hidangannya oleh para pecintanya di mana mereka sibuk dengan perhiasannya dan berebutan kepadanya.
4. Dari 'Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu dia berkata: Aku
mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
نَضَّرَ اللهُ امْرَءًا سَمِعَ مِنَّا شَيْئًا فَبَلَّغَهُ كَمَا سَمِعَهُ،
فَرُبَّ مُبَلَّغٌ أَوْعَى مِنْ سَامِعٍ
"Semoga Allah memuliakan seseorang yang mendengar sesuatu
dari kami lalu dia menyampaikannya (kepada yang lain) sebagaimana yang dia
dengar, maka kadang-kadang orang yang disampaikan ilmu lebih memahami daripada
orang yang mendengarnya." (HR. At-Tirmidziy no.2659 dan isnadnya shahih, lihat Jaami'ul
Ushuul 8/18)
Keutamaan ini, tidak diragukan lagi merupakan keutamaan yang
besar bagi penuntut ilmu, di mana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
mendo'akannya dengan kemuliaan dan kecerdasan karena apa yang dia lakukan dari
mempelajari ilmu, menghapal hadits, mengajarkannya dan menyampaikannya kepada
yang lainnya, dan dia tetap akan diberi pahala terhadap apa yang disampaikan
walaupun terluput atasnya sebagian makna-makna riwayat yang dia sampaikan,
karena dia telah menjaganya dan menyampaikannya dengan jujur.
5. Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu dari Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam, beliau bersabda:
إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ
ثَلاَثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ
يَدْعُوْ لَهُ
"Apabila seorang keturunan Adam meninggal dunia maka
terputuslah amalnya kecuali dari tiga hal: shadaqah jariyyah, atau ilmu yang
bermanfaat, atau seorang anak shalih yang mendo'akannya." (HR. Muslim
no.1631)
Betapa besarnya kebaikan yang akan didapatkan oleh orang yang
berilmu berupa pahala dan kebaikan-kebaikan yang banyak. Dan pahala tadi akan
terus mengalir kepadanya tanpa terputus selama ilmunya disampaikan oleh
murid-muridnya dari generasi ke generasi berikutnya, dan selama kitab-kitabnya
dan tulisan-tulisannya dimanfaatkan oleh para hamba di berbagai negeri.
Dan seperti inilah pahala dan ganjaran orang yang berilmu akan
tetap sampai kepadanya setelah kematiannya dengan sebab ilmu yang telah dia
tinggalkan untuk manusia, di mana mereka mengambil manfaat terhadap ilmunya
tersebut.
Wallaahu A'lam WaHuwal Muwaffiq. Diringkas dari Aadaabu Thaalibil 'Ilmi hal.10-18.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar