Kerap kali manusia mengulang-ulang perkataan ini, yaitu ucapan
“Sesungguhnya agama itu mudah”, akan tetapi sebenarnya mereka tidak
menginginkan dengan ucapan itu, untuk tujuan memuji Islam, atau melunakkan
hati orang yang belum mengerti Islam dan semisalnya. Yang diinginkan oleh
mereka adalah pembenaran terhadap perbuatan mereka yang menyelisihi syariat.
Maka bagi mereka kalimat itu adalah kalimat haq, yang kebatilan diinginkan
dengannya.
Ketika salah seorang diantara kita ingin memperbaiki perbuatan
yang menyalahi syariat, orang-orang yang menyelisihi syariat berhujjah dengan
perkataan mereka : “Islam adalah agama yang mudah”. Mereka berusaha mengambil
keringanan yang sesuai dengan hawa nafsu mereka, dengan sangkaan bahwa mereka
telah menegakkan hujjah bagi orang yang menasehati mereka agar mengikuti
syariat yang sesuai dengan al-Qur’an dan Sunnah.
Orang-orang yang menyelisihi syariat itu hendaknya mengetahui
bahwa Islam adalah agama yang mudah. Akan tetapi maknanya adalah dengan
mengikuti keringanan-keringanan yang diberikan oleh Allah dan RasulNya kepada
kita.
Allah dan RasulNya telah memberi keringanan bagi kita, ketika
kita membutuhkan keringanan itu dan ketika adanya kesulitan dalam mengikuti
(melaksanakan perintah) yang sebenarnya.
Asal dari ungkapan “Sesungguhnya agama itu mudah” adalah
penggalan kalimat dari hadits Nabi yang diriwayatkan Abu Hurairah dari Nabi ,
beliau bersabda :
إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ ، وَلَنْ يُشَادَّ
الدِّينَ أَحَدٌ إِلاَّ غَلَبَهُ ، فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا ،
وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَىْءٍ مِنَ الدُّلْجَةِ
“Sesungguhnya agama itu mudah,
dan sekali-kali tidaklah seseorang memperberat agama melainkan akan dikalahkan,
dan (dalam beramal) hendaklah pertengahan (yaitu tidak melebihi dan tidak
mengurangi), bergembiralah kalian, serta mohonlah pertolongan (didalam ketaatan
kepada Allah) dengan amal-amal kalian pada waktu kalian bersemangat dan giat”.
Al Hafidh Ibnu Hajar al-Asqalani menerangkan ungkapan
“Sesungguhnya agama itu mudah” dalam kitabnya yang tiada banding (yang bernama)
: (فَتْحُ
الْبَارِي بِشَرْحِ صَحِيْحِ الْبُخَارِي ) Fathul baari syarh shohih bukhari (1/116)
Al Hafidh berkata : “Islam itu adalah agama yang mudah, atau
dinamakan agama itu mudah sebagai ungkapan lebih (mudah) dibanding dengan
agama-agama sebelumnya. Karena Allah mengangkat dari umat ini beban (syariat)
yang dipikulkan kepada umat-umat sebelumnya. Paling jelasnya contoh tentang hal
ini adalah (seperti dalam masalah taubat), taubatnya umat terdahulu adalah
dengan membunuh diri mereka sendiri. Sedangkan taubatnya umat ini adalah dengan
meninggalkan (perbuatan dosa) dan berazam (mempunyai kemauan kuat untuk tidak
mengulangi).
Kalau kita melihat hadits secara teliti, dan melihat kalimat
sesudah ungkapan “agama itu mudah “ (dalam hadits itu), kita dapati
bahwa Rasulullah memberi petunjuk kepada kita bahwa seorang muslim wajib tidak
berlebih-lebihan dalam perkara ibadahnya, sehingga (karena berlebih-lebihan) ia
akan melampau batas dalam agama, dengan membuat perkara bid’ah yang tidak ada
asalnya dalam agama (karena mengharapkan pahala).
Sebagaimana keadaan tiga orang yang ingin membuat perkara baru
(dalam agama). Salah seorang diantara mereka berkata : “Saya tidak akan
menikahi perempuan”, yang lain berkata : “Saya akan berpuasa sepanjang masa dan
tidak berbuka”, yang ketiga berkata : “Saya akan shalat malam semalam suntuk”.
Maka Rasulullah melarang mereka dari hal itu semua, dan memberi pengarahan
kepada mereka agar membaguskan amal semampu mereka, dan hendaknya dalam
mendekatkan diri kepada Allah, (beribadah) dengan ibadah yang telah diwajibkan
Allah kepada mereka.
Dan hendaknya mereka tidak membuat-buat perkara yang tidak ada
asalnya dalam agama ini, karena mereka sekali-kali tidak akan mampu
(mengamalkannya), (sebagaimana hadits Rasulullah) “Maka sekali-kali tidaklah
seseorang memperberat agama melainkan akan dikalahkan”.
Maka ungkapan “Agama itu mudah” maknanya adalah : “Bahwa agama yang Allah turunkan ini semuanya mudah dalam
hukum-hukum, syariat-syariatnya”. Dan kalaulah perkara (agama)
diserahkan kepada manusia untuk membikinnya , niscaya seorangpun tidak akan
mampu beribadah kepada Allah.
Maka jika orang-orang yang menyelisihi syariat tidak
mendapatkan “kekhususan” (tidak mendapat celah pembenaran perbuatan mereka)
dengan hadits diatas, mereka akan lari kepada hadits-hadits lain, yang mereka
berhujjah dengannya bagi perbuatan bermudah-mudahannya (mereka) dalam perkara
agama.
Dari hadits-hadits (yang dibuat hujjah mereka), adalah sabda
Rasulullah :
إنَّ اللَّهَ يُحِبُّ أَنْ تُؤْتَى رُخَصُهُ
كَمَا يَكْرَهُ أَنْ تُؤْتَى مَعْصِيَتُهُ
“Sesungguhnya Allah menyukai
keringanan-keringanannya diambil sebagaimana Dia membenci kemaksiatannya
didatangi”.
Dalam riwayat lain :
كَمَايُحِبُّ أَنْ تُؤْتَى عَزَائِمُهُ
“Sebagaimana Allah menyukai
kewajiban-kewajibannya didatangi”.
Hadits yang lain (yang dijadikan hujjah mereka) adalah sabda
nabi :
يَسِّرَا وَلَا تُعَسِّرَا وَبَشِّرَا وَلَا
تُنَفِّرَا وَتَطَاوَعَا وَلاَ تَخْتَلِفَا
“Mudahkanlah, janganlah
mempersulit dan membikin (orang) lari (dari kebenaran) dan saling membantulah
(dalam melaksanakan tugas) dan jangan berselisih”. [HR. Bukhari dan Muslim]
Hadits yang ketiga :
يَسِّرُوا وَلَا تُعَسِّرُوا وَبَشِرُوا وَلَا
تُنَفِّرُو
“Mudahkanlah, janganlah
mempersulit dan membikin (orang) lari (dari kebenaran)”
Adapun hadits yang pertama, wajib bagi kita untuk mengetahui
bahwa keringanan-keringanan dalam agama Islam banyak sekali, diantaranya :
berbukanya musafir ketika bepergian, orang yang tertinggal dalam salat boleh
mengqhadha (mengganti), orang yang tertidur atau lupa boleh mengqadha shalat,
orang yang tidak mendapatkan binatang sembelihan dalam haji tamattuq boleh
berpuasa, tayammum sebagai ganti wudhu ketika tidak ada air atau ketika tidak
mampu untuk berwudhu ….. dan lain-lainnya dari banyak keringanan yang tidak
diamalkan kecuali jika kesulitan dalam melaksanakan amal perbuatan yang
(diperintahkan).
Perlu diperhatikan, bahwa keringanan-keringanan ini adalah syariat
Allah dan sunnah Rasulullah (dengan izin Allah). Dan tidak diperbolehkan
seorang muslim manapun, untuk mendatangkan keringanan (dalam masalah agama)
tanpa dalil, karena hal ini adalah (termasuk) mengadakan perkara baru dalam
agama yang tidak berdasar.
Dan perhatikanlah wahai saudaraku sesama muslim (surat al-Baqarah ayat 185), yang menceritakan tentang puasa dan keringanan berbuka bagi orang yang sakit atau bepergian, lalu firman Allah sesudah ayat itu :
يُرِيدُ
اللّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu”
(QS al-Baqarah : 185)
Ayat ini menerangkan makna mudah (menurut Allah), yang
maknanya adalah keringanan itu datangnya dari sisi Allah saja, tiada sekutu
baginya. Atau (keringanan itu) dari syariat Rasulullah dengan wahyu dari Allah.
Ayat ini juga menerangkan bahwa makna mudah itu dengan mengikuti hukum Allah
(yang tiada sekutu baginya) dan mengikuti syariatNya. Inilah yang berkenaan
dengan hadits yang pertama tadi.
Adapun hadits yang kedua dan tiga, maka pengambilan dalil yang
dilakukan oleh orang-orang yang mengikuti hawa nafsu serta menyelisihi syariat
(dengan kedua hadits itu) adalah batil, dan termasuk merubahan sabda Nabi dari
makna yang sebenarnya, dan keluar dari makna yang dimaksud.
Tafsir kedua hadits yang lalu berhubungan dengan para dai yang
menyeru kepada agama Islam. Dalam kedua hadits itu Rasulullah memantapkan
kaidah penting dari kaidah-kaidah dasar dakwah kepada Allah, yaitu berdakwa
dengan lembut dan tidak kasar. Maka dakwah para dai yang sepatutnya disampaikan
pertama kali kepada orang-orang kafir adalah Syahadat, lalu shalat, puasa,
zakat. Kemudian (hendaknya) mereka menjelaskan kepada manusia sunnah
Rasulullah, lalu menerangkan amal perbuatan yang wajib, yang sunnah dan yang
makruh. Jika melihat suatu kesalahan yang disebabkan karena kebodohan atau
lupa, mak hendaklah bersabar dan mendakwahi manusia dengan penuh kasih sayang
dan kelembutan serta tidak kasar. Allah berfirman :
فَبِمَا
رَحْمَةٍ مِّنَ اللّهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنفَضُّواْ
مِنْ حَوْلِكَ
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu
berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (Surat Ali Imran : 159)
Sesudah memahami hadits-hadits itu, dan penjelasan makna
keringanan dan mudah. Dan katakan kepada orang-orang yang merubah dan mengganti
makna-makna hadits-hadits tersebut (karena mereka ingin mengenyangkan hawa nafsu
mereka dengan perbuatan itu) :
Bertaqwalah kepada Allah dan ikutilah apa yang diperintahkan
kepada kalian, dan jauhilah laranganNya, dan tahanlah (diri kalian) dari
merubah sunnah Rasulullah, dan takutilah suatu hari yang kalian dikembalikan
kepada Allah lalu setiap jiwa akan disempurnakan dengan apa yang ia usahakan.
Dan takutlah kalian dari diharamkan dari mendatangi telaga Nabi lantaran kalian
mengganti agama Allah dan merubah sunnah Rasulullah.
Akhirnya kita mengharapkan dari Allah yang Maha Hidup dan Maha
Berdiri sendiri agar memberi petunjuk kepada kita dan kaum muslimin seluruhnya
untuk mengikuti Al Qur’an dan Sunnah NabiNya, dan agar Allah mengajarkan kepada
kita ilmu yang bermanfaat, dan memberi manfaat dari apa yang Dia ajarkan, serta
memelihara kita dari kejahatan perbuatan bid’ah dan penyelewengan, serta
kejahatan mengubah dan mengganti (syariat Allah).
Wallahua'lam.
Wallahua'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar