Diriwayatkan dari Abu Ruqayah Tamim bin Aus Ad Daary sesungguhnya Nabi
bersabda,
الدِّيْنُ
النَّصِيْحَةُ . قُلْنَا لِمَنْ ؟ قَالَ : لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ
وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ
"Agama itu nasehat." Kami bertanya, "Untuk
siapa?" Beliau menjawab, "Untuk
Allah, KitabNya, RasulNya, para pemimpin kaum muslimin dan umumnya mereka"
(HR. Bukhari, Muslim dan yang lainnya).
Hadits ini diriwayatkan dari segolongan para shahabat, di antaranya Abu
Hurairah, Ibnu Abbas, Tamim Ad Daary dan Ibnu Umar radliyallahu 'anhum (lihat
Al Irwa' No. 26)
Definisi Nasehat
Nasehat kadang-kadang bermakna khulush (bersih, murni dan yang lainnya).
Bisa juga artinya menjahit (lihat Lisanul Arab, 2/615). Ibnu Katsir berkata
dalam An Nihayah: "Nasehat adalah sebuah kata yang mengungkapkan tentang
kalimat yang berisi keinginan agar yang dinasehati mendapat kebaikan." Abu
Amr bin Ash Shalah berkata: "Nasehat adalah sebuah kalimat yang ringkas
yang mengandung usaha si penasehat dengan memberi berbagai segi kebaikan secara
kehendak dan perbuatan kepada yang dinasehati."
Nasehat Untuk Allah
Nadhim Sulthan berkata dalam Al Qawa'id hal. 91-96: "Nasehat untuk
Allah adalah dengan beriman yang jujur kepadaNya. Dengan apa-apa yang
dikabarkan dan diceritakan di dalam kitabNya dan juga yang melalui RasulNya
shallallahu 'alaihi wasallam. Juga dengan ikhlas beribadah kepadaNya semata dan
tidak beribadah kepada selainNya, mematuhi apa saja yang telah
diperintahkanNya, menjauhi apa yang dilarangNya, mencintai apa yang Dia cintai,
membenci yang Dia benci, berwala' kepada hamba-hambaNya yang beriman dan
sebaliknya memusuhi serta menjauhi musuh-musuhNya."
Barangsiapa yang telah berhasil menunaikan itu berarti dia telah membersihkan dirinya dari karat-karat dan kotoran-kotoran yang rendah dan dia telah melakukan nasehat bagi Allah. Makna nasehat di sini adalah ikhlas kepada Allah dan yang menguatkannya adalah firman Allah: "Tidak dosa (lantaran tidak pergi jihad) atas orang-orang yang lemah, atas orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan RasulNya" (QS. At Taubah: 91). Makna nasehat pada ayat ini adalah mengikhlaskan ucapan dan perbuatan.
Imam Al Qurthubi menyatakan dalam tafsirnya terhadap ayat ini bahwa para
ulama berkata: "Nasehat bagi Allah adalah memurnikan keyakinan dalam
ketunggalanNya dan juga memberi sifat kepadaNya sifat-sifat keilahan,
mensucikanNya dari segala kekurangan serta mencintai yang dicintaiNya dan
menjauhi yang dibenciNya" (Tafsir Al Qurthubi 8/227)
Nasehat Untuk KitabNya
Yaitu beriman dengan kitabNya menurut cara yang dicontohkan para salaful
ummah. Keyakinan para salaf tentang Al Qur'an adalah meyakini bahwa Al Qur'an
adalah kalamullah, dan bukan makhluk. Al Imam Abu Utsman Ash Shabuni mengatakan
dalam risalah Aqidatus Salaf Ashabil Hadits: "Para ahlul hadits bersaksi
dan meyakini bahwa Al Qur'an adalah kalamullah, kitab dan wahyuNya bukan
makhluk. Barangsiapa yang mengatakan Al Qur'an adalah makhluk dengan keyakinan,
maka dia dianggap kafir oleh para ahlul hadits." Al Qur'an adalah
kalamullah dan wahyuNya yang dibawa oleh Jibril kepada Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam, berbahasa Arab untuk kaum yang mengetahui sebagai pemberi
peringatan dan kabar gembira, sebagaimana firman Allah: "Dan sesungguhnya
Al Qur'an ini benar-benar diturunkan oleh Rabb semesta alam. Dia dibawa oleh Ar
Ruhul Amin (Jibril) ke dalam hatimu agar kamu menjadi salah seorang di antara
orang-orang yang memberi peringatan dengan bahasa Arab yang jelas." (Asy
Syu'ara: 192-195)
Al Qur'an adalah wahyu yang disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu
'alaihi wasallam kepada umatnya, sebagaimana beliau diperintahkan oleh Allah
dalam ayat: "Wahai Rasul, sampaikanlah apa yang telah diturunkan
kepadamu dari Rabbmu." (Al Maidah: 67). Dan Al Qur'an adalah
kalamullah sebagaimana hadits dari Jabir yang menceritakan Nabi menawarkan
dirinya kepada orang yang pulang haji: "Adakah seorang yang akan
membawaku kepada kaumnya, sebab orang Quraisy telah melarangku untuk
menyampaikan kalam Rabbku." (HR. Bukhari dalam Khalqul Af'alil Ibad
86, 205). Itulah Al Qur'an, dia bukan makhluk. Barangsiapa yang mengira dia
makhluk, maka dia dianggap kafir menurut para ahlul hadits.
Imam Al Qurthubi mengatakan dalam tafsirnya Al Jami' li Ahkamil Qur'an,
ketika menafsirkan makna 'nasehat bagi kitab Allah' adalah dengan:
a.
Membacanya
Membaca Al Qur'an memiliki banyak keutamaan. Hadits
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang berkaitan dengan hal ini di
antaranya adalah: "Bacalah Al Qur'an oleh kalian, karena dia akan datang
di hari kiamat sebagai pemberi syafaat bagi para pembacanya." (HR. Muslim
dalam Kitabul Musafirin No.252/804)
b.
Memahaminya
Kebanyakan kaum muslimin membaca Al Qur'an dengan indah,
tetapi tidak memahami arti dan tafsir yang benar tentangnya. Demikian juga
orang-orang yang menghafal Al Qur'an tetapi tidak memahaminya dan hanya sebatas
menghafal huruf-hurufnya saja.
Al Imam Ath Thurthusi dalam Al Hawadits hal. 96, yang
ditahqiq oleh Syaikh Ali Hasan, menyatakan: "Termasuk kebid'ahan yang
dilakukan oleh orang-orang tentang Al Qur'an adalah sekedar menghafal
huruf-hurufnya tanpa memahaminya." Imam Malik meriwayatkan dalam
Muwatha'nya 1/205 menyatakan: "Abdullah bin Umar berhenti pada surat Al
Baqarah selama delapan tahun. Para ulama berkata bahwa maknanya adalah beliau
mempelajari faraidlnya, hukumnya, halal haramnya, janji, ancamannya dan
lain-lain."
Diriwayatkan dari Malik dalam Al Utaibah, beliau berkata:
"Pernah ditulis surat kepada Umar bin Al Khathab dari Irak yang
mengabarkan kepadanya bahwa beberapa orang telah menghafal Al Qur'an. Maka Umar
memberikan imbalan pada mereka dengan mengatakan: Berikan kepada mereka
harta." Kemudian bertambah banyaklah orang yang menghafal Al Qur'an. Satu
tahun setelah itu ditulis surat kepada Umar bahwa ada 700 orang yang telah
menghafal Al Qur'an. Kemudian Umar membalas: "Aku khawatir kalau mereka
bersegera dalam Al Qur'an tanpa memahaminya." Imam Malik berkata:
"Maknanya adalah beliau khawatir kalau mereka menakwilkannya dengan tidak
benar."
Beginilah keadaan para pembaca Al Qur'an di masa ini.
Kamu dapati mereka sanggup meriwayatkan Al Qur'an dengan 100 jenis riwayat,
mengatur hurufnya dengan rapi, padahal dia sangat jahil terhadap
hukum-hukumnya. Kalau engkau menanyakan kepadanya permasalahan sebenarnya
tentang niat dalam wudlu, tempatnya, membawakannya, membatalkannya dan dalam
memisah-misahkannya terhadap anggota-anggota wudlu, dia tidak bisa menjawab
padahal dia membaca dan menghafal ayat: "Wahai orang-orang yang beriman,
bila kalian hendak mengerjakan shalat maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai
siku." (Al Maidah: 6). Bahkan kalau engkau bertanya kepadanya apakah
perintah Allah dalam ayat ini menunjukkan wajib atau nadb atau istihbab atau
waqf atau mubah, belum tentu ia dapat menjawab secara rinci.
Imam Malik pernah ditanya tentang anak berumur 7 tahun yang
telah menghafal Al Qur'an, maka beliau menjawab: "Menurutku hal itu tidak
patut." Sisi pengingkaran beliau dalam hal ini adalah karena para shahabat
membenci cepat-cepat menghafal Al Qur'an tanpa memahami maknanya. Al Hasan
berkata: "Sesungguhnya Al Qur'an ini telah dibaca oleh para hamba dan
anak-anak. Tapi mereka tidak tahu tafsirnya dan tidak memulai dari awalnya
padahal Allah telah berfirman:
Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh
dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayat-Nya dan mendapat pelajaran
orang-orang yang mempunyai pikiran (Shad : 29)
Tadabur terhadap ayat-ayat-Nya adalah mengikutinya dengan
Ilmu. Demi Allah, bukan dengan menghapal huruf-hurufnya dan menyia-nyiakannya
hukum-hukumnya, sampai salah seorang mereka ada yang berkata :'Demi Allah, aku
telah membaca Al-Qur'an semuanya dan tidak satupun tertinggal dari hurufnya.'
Padahal dia-demi Allah- telah meninggalkannya. Tidak terlihat Al-Qur'an pada
Akhlak dan amalnya. Diantaranya lagi ada yang berkata :' Demi Allah aku bisa
membaca Al-Qur'an dengan satu nafas.' Meraka bukanlah qurra' dan bukan pula
ulama yang wara'. Kapan para qurra' mengatakan demikian? Semoga Allah tidak
memperbanyak orang-orang seperti mereka.”
Al-Hasan berkata lagi :" Orang yang membaca Al-Qur'an
ada tiga jenis :
Pertama, Dia
membaca Al-Qur'an dia jadikan Al-Qur'an sebagai barang dagangan dan dengannya
dia mengharap harta manusia dari satu negeri ke negeri yang lain
Kedua, Ada yang
membaca Al-Qur'an dengan indah, tetapi mereka menyia-nyiakan hukum-Nya. Meraka
mengalirkan harta banyak harta yang dimiliki para penguasa dan memfitnah para
penduduk negerinya. Alangkah banyak yang demikian. Semoga Allah tidak
memperbanyak orang-orang yang demikian.
Ketiga, Ada yang
membaca Al-Qur'an, dia memulai dengan yang mengandung obat yang dia ketahui
dari Al-Qur'an. Kemudian dia gunakan untuk mengobati hatinya. Meleleh air
matanya. Dia bergadang tidak tidur, sedih, khusyu'. Karena mereka, Allah
menurunkan hujan, memusnahkan musuh-musuh, menolak bala. Demi Allah, pemikul
Al-Qur'an seperti ini sangat sedikit di kalangan manusia." (Masih dalam
Tafsir Al-Qurthubi).
Beliau melanjutkan:" Allah telah berfirman tentang orang-orang yang menghafal kitab-kitab yang turun dari langit yang mereka tidak mengerti hukum-hukumnya, halal dan haramnya dengan ucapan-Nya :
Di antara mereka ada orang-orang yang ummi, mereka tidak
mengetahui tentang Al-Kitab kecuali membaca (amani) dan mereka hanya
menduga-duga (Al-Baqarah : 78).
Meraka menghafal Al-Qur'an tetapi tidak mengetahui apa yang telah diturunkan oleh Allah di dalamnya tentang hikmah-hikmah ddan pelajaran. Maka Allah mensifati mereka bahwa mereka hanya sekedar amani. Amani dalam konteks ini berarti tilawah (membaca).
Sufyan pernah berkata : "Tidak ada di dalam kitabullah ayat yang paling berat bagiku kecuali : Katakanlah :" Wahai ahli kitab, kalian tidak dipandang beragama sedikitpun sampai kalian menegakkan ajaran Taurat dan Injil (Al-Maidah : 68). Menegakkan artinya, memahami dan mengamalkannya." (Selesai ucapan Thurthusyi).
c.
Membelanya
Selanjutnya Imam Qurthubi mengatakan :"Seseorang
tidak akan bisa membela Al-Qur'an, kecuali kalau dia memahami isinya".
(Selesai Ucapan Imam Qurthubi). Baik dari segi bahasa (nahwu, sharaf dan
lain-lain) atau tafsirnya. Bagi orang yang lemah dalam hal-hal tersebut
biasanya ketika diterpa badai syubhat dari ahlul bid'ah, dia akan tenggelam.
Membela Al-Qur'an bisa dalam banyak hal. Yaitu dalam semua perkara yang telah diterangkan Allah dalam Al-Qur'an. Yang terpenting adalah dalam hal-hal yang berkaitan dengan perkara I'tiqad dan hukum." (Sumber yang sama).
Membela Al-Qur'an bisa dalam banyak hal. Yaitu dalam semua perkara yang telah diterangkan Allah dalam Al-Qur'an. Yang terpenting adalah dalam hal-hal yang berkaitan dengan perkara I'tiqad dan hukum." (Sumber yang sama).
d.
Mengajarkannya
Pada point berikutnya beliau berkata : "Mengajarkan Al-Qur'an
mengandung keutamaan,
sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al-Qur'an dan
mengajarkannya (HR.
Bukhari, Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ad-Darimi).
e. Memuliakannya
Memuliakan Al-Qur'an ketika membacanya berarti kita harus
beradab ketika itu, seperti dalam keadaan wudlu, tidak bersandar dan tidak
duduk seperti orang yang sombong.
Memuliakan Al-Qur'an bukan hanya seperti yang dipahami oleh orang-orang awam yaitu dengan meletakkannya di tempat yang bersih, melainkan dibaca dan diamalkan setelah dipahami. Bahkan kadang-kadang ada rumah kaum muslimin yang tidak memiliki Al-Qur'an. Kalaupun punya, diletakan dalam lemari dan disimpan tanpa pernah disentuh.
Memuliakan Al-Qur'an bukan hanya seperti yang dipahami oleh orang-orang awam yaitu dengan meletakkannya di tempat yang bersih, melainkan dibaca dan diamalkan setelah dipahami. Bahkan kadang-kadang ada rumah kaum muslimin yang tidak memiliki Al-Qur'an. Kalaupun punya, diletakan dalam lemari dan disimpan tanpa pernah disentuh.
f.
Berakhlaq dengannya
Manusia yang telah mengamalkan Al-Qur'an adalah
Rasulullah shalallau'alaihi wa sallam. Bila kita ingin mengamalkan Al-Qur'an dan
berakhlak dengannya maka hendaknya kita melihat Akhlak beliau. Hal itu pernah
diucapkan oleh Aisyah radliyallahu'anha – Ibu kaum muslimin. “Akhlak Nabi shalallahu'alaihi
wa sallam adalah Al Qur'an” (HR. Muslim no. 746).
Nasehat Bagi Rasul-Nya
Imam Al-Qurthubi dalam tafsir itu juga menyatakan bahwa maksud nasehat
kepada Rasulullah shalallhu'alaihi wa sallam adalah :
a. Membenarkan kenabiannya.
b. Iltizam (komitmen) taat kepadanya dalam
larangan dan perintah.
c. Mencintai orang yang
mencitainya dan membenci orang yang membencinya.
d. Menghormatinya.
e. Mencintai beliau dan
keluarganya.
f. Mengagungkan beliau.
g. Mengagungkan sunnah beliau.
h. Menghidupkan sunnahnya
setelah wafatnya dengan:
-
Membahasnya.
- Memahaminya.
-
Membelanya
-
Menyebarkannya.
-
Berdalwah kepadanya.
i. Berakhlak dengan akhlak
beliau yang mulia (8/227).
Nasehat Bagi Para Pemimpin Kaum Muslimin
Maksudnya adalah sebagaimana yang dinyatakan oleh Al-Hafidh Ibnu Hajar
dalam Al-Fath I/167 : "Membantu mereka pada perkara yang mereka pikul,
mengiatkan mereka ketika lupa atau lalai, menutup kesalahan mereka ketika
bersalah, menyatukan suara untuk mereka, mengembalikan hati-hati yang lari
kepada mereka dan nasehat terbesar bagi mereka adalah menyelamatkan mereka dari
kedhaliman dengan cara yang baik.
Termasuk pemimpin kaum musl;imin adalah para imam mujtahidin. Nasehat
untuk mereka adalah dengan menyebarkan iilmu mereka dan menyebarkan
kebaikan-kebaikan mereka serta berbaik sangka kepada mereka. " (Fathul
Bari).
Menurut Imam Qurthubi : "Maksudnya
tidak memberontak kepada mereka, membimbing mereka kepada kebenaran, mengiatkan
mereka tentang perkara kaum muslimin yang mereka lalaikan, tetap taat kepada
mereka dan menunaikan hak mereka yang wajib." (Tafsir Al-Qurthubi, 8/227).
Sedangkan Al-Hafidh Ibnu Rajab berkata :" Maksudnya mencintai
kebaikan, kecerdasan dan keadilan mereka, mencintai agar ummat ini bersatu di bawah
kepemimpinan mereka, benci kalau terpecahnya ummat ini di bawah kepemimpinan
mereka, beragama dengan taat kepada mereka dalam perkara taat kepada Allah,
membenci orang-orang memiliki pendapat memberontak kepada mereka, mencintai
kemuliaan mereka
dalam taat kepada Allah." (Iqadhul Himam).
Nasehat Bagi Kaum Muslimin
Imam Quthubi berkata : "Maksudnya
tidak memusuhi mereka, membimbing mereka, mencintai orang shalih diantara
mereka, mendoakan kebaikan untuk mereka dan menginginkan agar mereka mendapat
kebaikan."
Ibnu Hajar berkata : "Maksudnya
menyayangi mereka,
berusaha pada hal-hal yang bermanfaat bagi mereka, mengerjakan yang bermanfaat
bagi mereka, menhan gangguan terhadap mereka, mencintai bagi mereka apa yang
dicintainya bagi dirinya dan membenci bagi mereka apa yang dibencinya bagi
dirinya."
Imam An-Nawawi berkata : " Maksudnya membimbing mereka menuju
kebaikan di dunia dan akhirat mereka, tidak mengganggu mereka, mengajarkan
kepada mereka yang tidak mereka ketahui tentang agama mereka, membantu mereka
untuk itu dengan ucapan dan
amalan, menutup aurat mereka, menolak bahaya terhadap mereka, mengusahakan agar
mereka mendapat kebaikan, menyuruh mereka kepda yang ma'ruf, mencegah mereka
dari yang mungkar dengan kasih sayang dan ikhlas, menyayangi mereka,
menghormati yang tua dari mereka, menyayangi yang muda, selalu menasehati
mereka, tidak menipu mereka, tidak dengki kepada mereka, mencintai bagi mereka
apa yang dicintai bagi dirinya dari kebaikan, membenci bagi mereka apa yang
dibenci bagi dirinya dari kejahatan dan kejelekan, membela harta dan kehormatan
mereka serta yang selain itu dengan ucapan dan tindakan, menganjurkan mereka
untuk berakhlak dengan seluruh apa yang telah kita sebutkan tadi, memberi
semangat agar mereka melakukan amalan-amalan taat." (syarah shahih Muslim,
1/239).
"Dan termasuk jenis nasehat bagi Allah, kitab-Nya dan Rasul-Nya dan
hal ini khusus bagi para ulama adalah membantah pendapat-pendapat yang sesat
dengan Al-Quran dan as-sunnah dan menerangkan dalil-dalil keduanya kepada yang
menentang dan begitu pula membantah ucapan-ucapan yang lemah dari para ulama
karena ketergelinciran dengan berdasarkan dalil-dalil dari Al-Qur'an dan
as-sunnah dan menerangkan hadits yang shahih atau dlaif serta rawi-rawinya,
yang diterima dan yang ditolak." (Ibnu Rajab dalam Iqadhatul Himam
hal.129).
Hukum
Memberikan Nasehat
Berkata
Imam Nawawi rohimahullah, "Nasehat adalah fardhu kifayah, jika sebagian
orang telah melakukannya, jatuhlah kewajiban bagi yang lainnya, dan ia
(nasehat) adalah sebuah keharusan sesuai dengan kemampuan." Kalangan ahlul
ilmi yang lainnya berpendapat bahwa nasehat itu ada yang hukumnya fardhu 'ain,
ada pula yang fardhu kifayah, yang wajib dan yang mustahab, karena Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam menerangkan bahwa agama itu nasehat, sedangkan
perkara agama ada yang wajib, yang mustahab, yang fardhu 'ain, dan juga fardhu
kifayah." Wal 'ilmu 'indallah.
Kesimpulan
Demikianlah
memang nasehat merupakan bagian penting dalam agama dan kehidupan kita, bahkan
nasehat adalah salah satu di antara kelebihan-kelebihan yang membedakan kita
dengan umat-umat lainnya dimana Allah telah lebihkan kita menjadi umat
pilihannya.
Allah
berfirman, "Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam)
umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan
agar Rasulnya (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu." (QS Al
Baqarah: 143).
Dari
penjelasan di atas dapat kita ambil kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut:
1.
Bahwasanya nasehat itu
dinamakan sebagai agama dan Islam.
2.
Bahwasanya agama itu
terkait dengan amalan seperti halnya terkait dengan ucapan.
3. Tidak ada agama bagi yang
tidak menjalankan nasehat bagi Allah, kitabNya, dan rasulNya, serta bagi para
pemimpin Islam, dan bagi muslimin umumnya.
4. Wajibnya nasehat atas
seluruh kaum muslimin dalam seluruh perkara yang disebutkan dengan segala
jenisnya sesuai dengan kadar kemampuannya, ilmunya, dan kedudukannya di
tengah-tengah masyarakat.
5.
Nasehat adalah bagian dari
iman.
Walhamdulillahi
rabbil 'alamin. Wal 'ilmu 'indallah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar