Tauhid jenis yang
selanjutnya adalah tauhid Asma' dan Sifat. Tauhid ini mengandung
pengertian beriman dengan setiap Nama dan Sifat Allah yang disebutkan dalam
Al-Qur'an dan hadits shahih yang Allah sendiri sifatkan dan yang disifatkan
oleh Rasul-Nya shallallaahu 'alaihi wa sallam, secara hakiki tanpa ta'wil
(membelokkan ke makna lain), takyiif (memvisualkan), ta'thil (menolak), tamtsil
(menyerupakan), tafwidh (menyerahkan maknanya kepada Allah).
Seperti Bersemayam,
Turun, Tangan, Datang dan sifat-sifat yang lain, yang penafsirannya sebagaimana
para salaf telah sebutkan :
Istiwa (bersemayam)
penafsirannya disebutkan dari Abi Aliyah dan Mujahid dari kalangan Tabi'in,
dalam Shahih Bukhari bahwasanya Istiwa itu maknanya Al-'Uluw wal Irtifa' (tinggi
dan diatas) yang keduanya sesuai dengan keagungan-Nya. Firman Allah : "(Dia)
Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri
pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula),
dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang
serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS
Asy-Syuura : 11)
Oleh karena itu tatkala
Imam Malik ditanya tentang Istiwa maka beliau menjawab :
"Istiwa itu
maknanya sudah diketahui, caranya tidak diketahui dan Iman kepadanya Wajib
sedang bertanya tentang ini hukumnya Bid'ah." Yang maknanya : bahwa Istiwa
itu sudah diketahui yaitu tinggi dan diatas sesuai dengan keagungan Allah,
tidak ada yang mengetahui caranya kecuali Allah, yang pasti tidak menyerupai
mahluk-mahluknya.
Ta'wil : Memalingkan ayat-ayat dan hadits Shahih
dari dhahirnya ke makna lain yang bathil. Seperti Istawa ke makna Istaula
(menguasai).
Ta'thil : Mengingkari sifat-sifat Allah dan
meniadakannya, seperti sifat Al-'Uluu bagi Allah di atas langit.
Kelompok-kelompok yang sesat berkeyakinan bahwa Allah berada di setiap tempat
(jelas menghina Allah karena termasuk tempat-tempat kotor).
Takyiif : Menanyakan tata cara / bagaimanakah
sifat-sifat Allah. Tata cara sifat-sifat Allah begini dan begitu. Maka sifat
Al-'Uluw Allah diatas langit dan Arsy-Nya tidak menyerupai mahluk-Nya dan tidak
ada seorangpun yang mengetahuinya kecuali Allah Subhanahu Wa Ta'ala
Tamtsil : Yaitu menyerupakan sifat-sifat Allah
dengan sifat-sifat mahluk-Nya, maka jangan mengatakan turun-Nya Allah ke langit
dunia seperti turunnya kita. Tidak diketahui tempat dan dan cara turun-Nya
kecuali Allah,
Tafwidh : Yaitu peniadaan penafsiran sifat Allah dan
menganggapnya termasuk ayat-ayat mutsyabihat (samar) yang diserahkan
penafsirannya kepada Allah, tidak ditafsirkannya sifat Istiwa ini adalah bentuk
peniadaan sifat Allah.
Makna Ar-Rahman 'alal
'Arsy Istawa
Sesungguhnya Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda pada haji wada' : "Dan kalian akan
ditanya tentangku, maka apa yang akan kalian katakan : "Kami bersaksi
bahwasanya engkau telah menyampaikan, menunaikan dan engkau telah
menasihati." Maka Rasulullah menjawab sambil mengangkat jari telunjuknya
ke arah langit lalu mengarahkannya kepada manusia, dan beliau bersabda
"Allahumasyhad". (Ya Allah saksikanlah !) tiga kali"
Diriwayatkan Imam
Muslim. Abu Hanifah - rahimahullah- ditanya tentang siapa yang berkata
"saya tidak tahu Rabb-ku di langit atau di
bumi?" maka
beliau menjawab dia telah kafir karena Allah berfirman : "(Yaitu) Tuhan
Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas `Arsy". (QS Thaha : 5)
Saya berkata :"Jika
dia mengatakan bahwasanya Allah diatas Arsy akan tetapi dia berkata: "Saya
tidak tahu Arsy itu di langit atau di bumi ?" maka beliau menjawab
"Dia kafir karena dia telah mengingkari, bahwasanya Allah di langit. Siapa
yang mengingkari bahwasanya Allah di langit maka dia kafir (Syarah Thahawiyah
Hal.322).
Imam Bukhari dalam
kitabnya AT-Tauhid menukil dari Abi Aliyah dan Mujahid tentang makna Firman
Allah "Tsumas tawa ilas samaa..." yakni Al-'Uluu wal Irtifa' (diatas
dan tinggi; maksudnya kemudian Allah bersemayam berada di langit).
Berkata ahli tafsir Imam
Thobari tentang firman Allah Ar-Rahman 'alaa Arsy Istawa" yaitu Al-'uluu
wal Irtifa', dan ditanya Abdullah Ibnu Mubarak "Bagaimana kita mengetahui
Rabb kita ?" maka Abdullah menjawab sesungguhnya Allah diatas langit
ketujuh diatas Arsy. Sesungguhnya telah diulang dalam Al-Qur'an tentang
bersemayam diatas Arsy sebanyak tujuh kali yang menunjukkan bahwa Allah
bersemayam diatas Arsy-Nya, sifat yang sempurna bagi Allah, sifat tersebut
memiliki kedudukan yang agung.
Ketika Imam Malik
ditanya tentang istawa beliau menjawab istawa itu maknanya sudah diketahui,
caranya tidak diketahui, beriman kepadanya wajib. Makna istawa itu sudah
diketahui maksudnya secara bahasa, yaitu Al-'Uluu wal irtifa' di Atas dan
Tinggi) tidak ada yang mengetahui caranya kecuali Allah dan tidak sama dengan
mahluk-mahluk-Nya.
Tidak Boleh menafsirkan
Istawa dengan arti istawla (menguasai), karena arti ini tidak didapatkan dalam
bahasa Arab.
Wallahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar