5.
Melakukan Hubungan dengan Dua Istri Bersamaan dalam Satu Ranjang
Seorang memiliki istri dua. Hubungan kedua istrinya
sangat akrab dan hampir satu sama lain tidak memiliki kecemburuan.
-
Bolehkah sang suami
mencium salah satu istrinya dengan dilihat istri yang lain?
- Bolehkah dia
bermesraan dan melakukan jima dengan kedua istrinya dalam satu ranjang
bersamaan?
Pertama, Mencium istri dan bermesraan dengan istri dengan diketahui istri yang lain merupakan perbuatan yang tidak selayaknya dilakukan. Karena dalam perbuatan ini telah menghilangkan rasa malu dan menyingkap tabir yang selayaknya ditutupi.
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Malu
itu salah satu cabang iman.” (HR. Muttafaq ‘alaihi), dalam riwayat Bukhari, “Rasa malu itu hanya mendatangkan kebaikan“,
dalam riwayat Muslim disebutkan, “Rasa
malu itu semuanya baik.“.
Sementara dalam riwayat Bukhari disebutkan, “Sesungguhnya wasiat yang pertama kali
dipahami oleh manusia dari ucapan para nabi adalah jika tidak malu silahkan
lakukan sesukamu.”
Jika berciuman di hadapan istrinya yang lain saja
hukumnya terlarang karena telah merobek rasa malu maka bagaimana lagi dengan
jima. [Fatawa Syabakah Islamiyah,
dibawah bimbingan Dr. Abdullah al-Faqih, no. 27093]
Kedua, Sesungguhnya seorang suami yang menggauli dua istrinya
sekaligus akan membawa pengaruh negatif bagi istri-istrinya itu sendiri selain
dari penampakkan aurat seorang istri kepada istri yang lainnya.
Kemampuan seorang suami sangatlah terbatas untuk bisa
memberikan kepuasan yang sama kepada kedua istrinya yang digaulinya secara
bersamaan itu baik di dalam permainan-permaianan jima’nya maupun tempat
ditumpahkan spermanya. Hal ini akan memunculkan kecemburuan bahkan kebencian di
dalam diri istrinya yang tidak merasa terpuaskan oleh suaminya sementara dia
menyaksikan secara langsung bahwa kepuasan itu dirasakan oleh istrinya yang
lain.
Abdul Wahab Hamudah, penulis kitab “Ar Rasul Fii Baitih”
mengatakan bahwa cemburu merupakan salah satu pembawaan wanita yang khas.
Kecemburuan merupakan watak wanita dan memiliki bentuk yang bermacam-macam….
Seorang perempuan umumnya cemburu kepada jenisnya yang berpenampilan cantik,
walau perempuan itu bukan saingannya terhadap laki-laki yang dicintainya.
Perasaan cemburu itu lebih-lebih terhadap perempuan yang benar-benar menjadi saingan
atau madunya… Selain itu kaum perempuan juga begitu cemburu atau tidak senang
dengan memperlihatkan ekspresi sinisme, karena melihat seorang perempuan yang
berhias secara mencolok atau berpakaian secara berlebih-lebihan, sehingga
tampak tak wajar.” (Romatika dan Problematika Rumah Tangga Rasul hal 127)
Tentunya kecemburuan seorang istri terhadap istri suaminya yang lain akan jauh lebih besar jika sudah menyangkut perihal hubungan seks diantara mereka dengan suaminya terlebih lagi jika satu sama lain saling melihat mereka berhubungan.
Hal lainnya adalah didalam persetubuhan yang dilakukan
seorang suami dengan kedua istrinya secara bersamaan memungkinkan diantara
kedua istrinya akan saling memandang aurat mereka dan hal ini diharamkan
menurut kesepakatan para fuqaha berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam, ”Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki (lain)
dan janganlah seorang wanita melihat aurat wanita (lain) dan berada didalam
satu selimut.” (HR. Muslim, Abu Daud dan Tirmidzi)
Dengan demikian tidak diperbolehkan bagi seorang suami
menggauli kedua istrinya secara bersamaan dalam satu tempat tidur atau
menggauli salah satunya dengan disaksikan oleh istrinya yang lain.
Dibolehkan baginya untuk menggauli seorang istrinya
setelah ia menggauli istrinya yang di lain di tempat yang terpisah sebagaimana
yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang
berkeliling untuk menggauli istri-istrinya dalam satu malam.
Diriwayatkan dari Qatadah berkata bahwa Anas bin Malik
pernah bercerita kepada kami bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam
pernah menggilir istri-istrinya dalam satu waktu sehari semalam dan jumlah
mereka ada sebelas orang. Qatadah mengatakan,’Aku bertanya kepada Anas, ’Seberapa
kuat beliau shallallahu alaihi wasallam?’ Dia menjawab,’Kami pernah
memperbincangkannya bahwa kekuatan beliau shallallahu alaihi wasallam
sebanding dengan (kekuatan) tiga puluh orang.” Said berkata dari Qatadah ,’Sesungguhnya
Anas menceritakan kepada mereka bahwa jumlah istri-istrinya shallallahu alaihi
wasallam adalah sembilan orang.” (HR. Bukhari)
6.
Bolehkah Suami Melakukan Onani Dengan Seijin Istri.
Tidak semua yang ada di sekitar kita menjadi hak kita.
Karena kepemilikan segala yang ada di sekitar kita, adalah kepemilikan yang
terikat aturan. Kita memiliki uang, memiliki harta, bukan berarti kita bebas
memanfaatkan harta itu sesuai keinginan kita.
Ada aturan yang mengikat, dan karena itu, akan
dipertanggung-jawabkan pada hari kiamat.
Dari Abu Barzah al-Aslami radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ القِيَامَةِ حَتَّى
يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ، وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَ فَعَلَ، وَعَنْ
مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ، وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَ
أَبْلَاه
Kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat tidak akan
bergerak, hingga dia ditanya tentang umurnya, untuk apa dia habiskan. Tentang
ilmunya, untuk apa dia amalkan. Tentang hartanya, dari mana dia perolah dan
kemana dia belanjakan. Dan tentang badannya, untuk apa dia gunakan. (HR. Turmudzi
2417, ad-Darimi 554, dan dishahihkan al-Albani)
Kita memiliki anak, memiliki istri, memiliki suami, bukan
berarti kita bebas memberikan aturan apapun bagi mereka, sesuai keinginan kita. Masalah
ranjang, memang hak bersama. Tapi bukan berarti semua bebas bergaya. Di
sana ada aturan yang tidak boleh dilanggar.
Dalil pokok yang melarang onani adalah firman Allah,
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ. إِلَّا عَلَى
أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ.
فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ
Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali
terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka Sesungguhnya
mereka dalam hal ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka
mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas. (QS. al-Mukminun: 5 –
7)
Allah hanya memberikan dua pilihan terkait kemaluan,
dengan istri atau budak wanita. Orang yang menyalurkan syahwatnya melalui
selain itu, berarti dia termasuk orang-orang yang melampaui batas.
Memahami keterangan di atas, sejatinya onani bukan hak
istri maupun suami. Onani hukumnya terlarang. Dan tetap terlarang meskipun
istri mengizinkan. Karena ini di luar wewenang istri, sehingga dia tidak berhak
memberi izin untuk masalah ini.
Sebagaimana zina hukumnya haram, sekalipun istri atau
suami yang memintanya. Ini ranah aturan syariat, bukan masalah hak pasangan.
Solusi Onani yang Halal
Berdasarkan firman Allah (menceritakan sifat orang mukmin) yang artinya, ”Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,
kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa.” (QS. Al-Mukminun: 5 – 7).
Ayat ini menjadi dalil, seorang suami bisa melakukan
onani dengan tubuh istrinya, selain dubur dan mulut.
Allah menyatakan, ’ kecuali
terhadap isteri-isteri mereka’
7.
Memuaskan Suami
saat Haid
Ada seribu cara halal untuk memuaskan suami ketika
sedang haid. Karena islam tidak menghukumi fisik wanita haid sebagai benda
najis yang selayaknya dijauhi, sebagaimana praktek yang dilakukan orang yahudi.
Anas bin Malik menceritakan,
أن اليهود كانوا إذا حاضت المرأة فيهم لم يؤاكلوها ولم
يجامعوهن في البيوت فسأل الصحابة النبي صلى الله عليه وسلم فأنزل الله تعالى :
ويسألونك عن المحيض قل هو أذى فاعتزلوا النساء في المحيض…
Sesungguhnya orang yahudi, ketika istri mereka mengalami
haid, mereka tidak mau makan bersama istrinya dan tidak mau tinggal bersama
istrinya dalam satu rumah. Para sahabatpun bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
kemudian Allah menurunkan ayat, yang artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haid, katakanlah bahwa haid
itu kotoran, karena itu hindari wanita di bagian tempat keluarnya darah haid…”
(HR. Muslim 302).
Dengan demikian, suami masih bisa melakukan apapun ketika
istri haid, selain yang Allah larang dalam Al-quran, yaitu melakukan hubungan
intim.
Ada 3 macam interaksi intim antara suami & istri
ketika haid:
Pertama, interaksi dalam bentuk hubungan intim
ketika haid. Perbuatan ini haram dengan sepakat ulama, berdasarkan firman
Allah,
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى
فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ
فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ
Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid
itu adalah suatu kotoran”. Karena itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari
wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka
suci. apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang
diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (QS.
Al-Baqarah: 222)
Orang yang melanggar larangan ini, wajib bertaubat kepada
Allah, dan membayar kaffarah, berupa sedekah satu atau setengah dinar.
Kedua, interaksi dalam bentuk bermesraan dan
bercumbu selain di daerah antara pusar sampai lutut istri ketika haid.
Interaksi semacam ini hukumnya halal dengan sepakat ulama. A’isyah radhiyallahu ‘anha menceritakan,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِذَا حِضْتُ يَأْمُرُنِي أَنْ أَتَّزِرَ، ثُمَّ يُبَاشِرُنِي
Apabila saya haid, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhku untuk
memakai sarung kemudian beliau bercumbu denganku. (HR. Ahmad 25563, Turmudzi
132 dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
Hal yang sama juga disampaikan oleh Maimunah radhiyallahu ‘anha,
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يُبَاشِرُ نِسَاءَهُ فَوْقَ الْإِزَارِ وَهُنَّ حُيَّضٌ
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bercumbu dengan istrinya di daerah di atas
sarung, ketika mereka sedang haid. (HR. Muslim 294)
Ketiga, interaksi dalam bentuk bermesraan dan
bercumbu di semua tubuh istri selain hubungan intim dan anal seks. Interaksi
semacam ini diperselisihkan ulama.
1. Imam Abu Hanifah, Malik, dan As-Syafii berpendapat bahwa perbuatan semacam
ini hukumnya haram. Dalil mereka adalah praktek Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, sebagaimana keterangan A’isyah dan Maimunah.
2. Imam Ahmad, dan beberapa ulama hanafiyah, malikiyah dan syafiiyah
berpendapat bahwa itu dibolehkan. Dan pendapat inilah yang dikuatkan An-Nawawi
dalam Syarh Shahih Muslim (3/205).
Diantara
dalil yang mendukung pendapat kedua adalah
a. Firman Allah
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى
فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah suatu
kotoran”. Karena itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari Al-Mahidh..”
Ibn
Utsaimin mengatakan,
Makna
Al-Mahidh mencakup masa haid atau tempat keluarnya haid. Dan tempat keluarnya
haid adalah kamaluan. Selama masa haid, melakukan hubungan intim hukumnya
haram. (As-Syarhul Mumthi’, 1/477)
Ibn
Qudamah mengatakan,
فتخصيصه موضع الدم بالاعتزال دليل على إباحته فيما عداه
Ketika
Allah hanya memerintahkan untuk menjauhi tempat keluarnya darah, ini dalil
bahwa selain itu, hukumnya boleh. (Al-Mughni, 1/243)
b. Hadis dari Anas bin Malik radhiyallahu
‘anhu, ketika para sahabat menanyakan tentang istri mereka pada
saat haid. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
اصْنَعُوا كُلَّ شَيْءٍ إِلَّا النِّكَاحَ
“Lakukanlah segala sesuatu (dengan istri kalian) kecuali nikah.” (HR. Muslim
302).
Ketika
menjelaskan hadis ini, At-Thibi mengatakan,
إِنَّ الْمُرَادَ بِالنِّكَاحِ الْجِمَاعُ
“Makna
kata ‘nikah’ dalam hadis ini adalah hubungan intim.” (Aunul ma’bud, 1/302)
Hubungan
intim disebut dengan nikah, karena nikah merupakan sebab utama dihalalkannya
hunungan intim.
c. Disebutkan dalam riwayat lain, bahwa terkadang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
melakukan praktek yang berbeda seperti di atas.
Diriwayatkan
dari Ikrimah, dari beberapa istri Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam,
أن النبي صلى الله عليه وسلم كان إذا أراد من الحائض شيئا
ألقى على فرجها ثوبا
“Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika hendak melakukan hubungan
intim dengan istrinya yang sedang haid, beliau menyuruhnya untuk memasang
pembalut ke kemaluan istrinya.” (HR. Abu Daud 272 dan Al-Hafidz Ibn
Hajar mengatakan: Sanadnya kuat).
Melakukan Onani Sendiri Bukan Solusi Bila Istri Sedang Haidh
Memahami hal ini, selayaknya suami tidak perlu risau ketika
istrinya haid. Dan jangan sekali-kali melakukan onani tanpa bantuan
tubuh istri. Mengeluarkan mani dengan selain tubuh istri adalah perbuatan yang
terlarang, sebagaimana firman Allah ketika menyebutkan kriteria orang mukmin
yang beruntung,
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ ( ) إِلَّا
عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ
مَلُومِينَ ( ) فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ
Orang-orang yang menjaga kemaluannya, Kecuali terhadap
isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; Maka Sesungguhnya mereka
dalam hal ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka
Itulah orang-orang yang melampaui batas. (QS. Al-Mukminun: 5 –
7)
Diantara sifat mukminin yang beruntung adalah orang yang
selalu menjaga kemaluannya dan tidak menyalurkannya, selain kepada istri dan
budak wanita. Artinya, selama suami menggunakan tubuh istri untuk mencapai
klimaks syahwat, maka tidak dinilai tercela. Berbeda dengan “orang yang mencari
selain itu”, baik berzina dengan wanita lain, atau menggunakan bantuan selain
istri untuk mencapai klimaks (baca: onani), Allah sebut perbuatan orang ini
sebagai tindakan melampaui batas.
Allahu a’lam
8.
Bolehkah Merekam Hubungan Intim Suami-Istri?
Sebagian pasangan suami istri (pasutri) merekam video
hubungan intim mereka baik dalam proses pemanasan maupun dalam intinya. Ada
yang beralasan itu dalam rangka membangkitkan semangat dan syahwat. Ada yang
hanya ‘iseng’dan adapula yang mengatakan itu untuk keperluan dokumentasi.
Sebagian orang berdalih bahwa ada orang yang dianggap berilmu yang membolehkan
dengan syarat-syarat tertentu. Sebenarnya, apa hukum di dalam Islam mengenai
hal ini?
Para ulama rabbani
di zaman ini melarang pasutri merekam video hubungan intim dengan argumentasi
sebagai berikut:
a. Membuat video yang di dalamnya ada wanita, apalagi wanita tersebut tidak
menutup aurat bahkan telanjang.
Para
ulama rabbani
di zaman ini memang berselisih pendapat dalam menetapkan hukum video (gambar
bergerak atau motion pictures). Hanya saja perlu diketahui bahwa para ulama
tersebut bersepakat apabila di dalam video tersebut ada
wanita, khususnya yang tidak menutup aurat bahkan telanjang, maka video semacam
itu diharamkan dengan tegas.
Ini
yang kami ketahui dari Syaikh Saad bin Turkiy Al-Khotslan hafizhahullah (anggota Haiah
Kibaril Ulama) saat menghadiri kajian (sesi fiqih kontemporer) beliau di
Riyadh, Saudi Arabia sekitar dua tahun lalu.
b.
Orang-orang yang pertama
dan sering melakukan hal ini adalah dari kalangan orang kafir barat.
Karenanya,
merekam video pasutri sedang berhubungan intim adalah bentuk mengikuti budaya
orang kafir dan ini dilarang oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Beliau
bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia
termasuk bagian dari kaum tersebut.” (HR. Abu Daud no. 4033 dari
sahabat Abdullah bin Umar radhiyallahu
‘anhuma, dinilai hasan shahih oleh Syaikh Al-Albani)
c. Sebagai bentuk sadd adz-dzari’ah (menutup segala
jalan) menuju perbuatan haram, kemungkaran dan penyakit sosial lainnya, seperti
tersebarnya video porno, anak-anak melihat hubungan intim orang dewasa, fitnah
antara suami istri, rusaknya rumah tangga dan kerusakan lainnya yang tidak
pernah terbayangkan sebelumnya.
Teknologi
bagaimanapun canggihnya, pasti ada kekurangan. Manusia sepintar apapun menutupi
aibnya bisa saja ada celah yang terlupakan.
Jika
pasutri merekam video hubungan mereka, maka bisa saja suatu ketika video
tersebut jatuh ke tangan orang lain. Banyak jalannya, seperti:
- Data di komputer atau HP dihack oleh orang yang tidak bertanggung
jawab.
- Alat yang digunakan (kamera atau HP) hilang dicuri orang dan videonya
masih tersimpan.
- HP yang digunakan diperbaiki oleh service center
dan videonya masih ada lalu dicopy teknisi.
- Pasutri meletakkan HP secara sembrono dan dimainkan oleh anak-anak
mereka.
- Tak jarang salah satu dari pasutri itu sendiri yang menyebarkan karena
kedunguannya.
Hal
seperti ini sudah umum terjadi.
Akibatnya,
orang lain bahkan anak-anak melihat video porno yang jelas diharamkan di dalam
agama. Bahkan tidak sedikit pula kasus suami istri bercerai dalam kondisi
hubungan yang buruk, sementara salah satu dari keduanya menyimpan video intim mereka.
Video tersebut kemudian diperlihatkan kepada orang lain untuk membuat kesan
buruk tentang mantan pasangannya.
Adapun
jatuhnya video hubungan intim ke tangan orang lain, bisa jadi tidak sekarang
tapi pada masa yang akan datang. Pasutri tersebut tidak tahu kapan mereka
meninggal, hingga memungkinkan mereka meninggal dalam keadaan masih menyimpan
video tersebut, hingga suatu hari video mereka ditemukan oleh orang lain.
d. Melihat aurat diri sendiri
adalah perbuatan yang dimakruhkan jika tidak ada kebutuhan.
Pasutri
yang mereka video hubungan intim tentu tidak hanya akan melihat aurat pasangan
melainkan juga aurat diri sendiri. Padahal, melihat aurat sendiri dimakruhkan
jika tidak ada kebutuhan, sebagaimana dinukil oleh Al-Mardawiy dalam Al-Inshaf.
Banyak
di antara ulama rabbani
yang telah membahas masalah ini, di antaranya adalah para ulama yang duduk di Al-Lajnah Ad-Daimah li Al-Buhuts
Al-Ilmiyyah wa Al-Ifta’. Dalam fatwa no. 22659, mereka dengan tegas
melarang hal itu, dengan teks fatwa (diringkas) sebagai berikut:
Pertanyaan:
ما حكم تصوير ما يحصل بين الزوجين من المعاشرة الزوجية: الجماع وتوابعه؟ مع العلم أنه قد صدرت فتاوى من بعض المحسوبين على العلم في
بعض البلدان بجوازه، مع اشتراطهم المحافظة على الشريط حتى لا يتسرب لأحد ؟
Apa
hukum merekam video pergaulan suami istri, seperti yang dilakukan oleh sebagian
pasutri yang merekam hubungan mereka berupa jima’ dan hal-hal yang berhubungan
dengannya? Untuk diketahui telah keluar fatwa dari sebagian orang yang dianggap
berilmu di negeri lain yang menghukumi bolehnya hal itu, dengan syarat hasil
rekamannya harus terjaga sehingga tidak bocor ke tangan orang lain.
Jawaban:
تصوير ما يحصل من الزوجين عند المعاشرة الزوجية محرم شديد التحريم؛ لعموم أدلة
تحريم التصوير، ولما يفضي إليه تصوير المعاشرة الزوجية خصوصا من المفاسد والشرور
التي لا تخفى، مما لا يقره شرع ولا عقل ولا خلق، فالواجب الابتعاد عن ذلك، والحرص
على صيانة العرض والعورات، فإن ذلك من الإيمان واستقامة الفطرة، ومما يحبه الله
سبحانه.
Merekam
video pergaulan suami istri, seperti yang dilakukan oleh sebagian pasutri merupakan
perbuatan yang diharamkan dengan pengharaman yang keras. Hal ini berdasarkan
dalil umum tentang pengharaman pembuatan gambar dan dampak negatif berupa
kerusakan dan keburukan yang timbul, khususnya akibat merekam video hubungan
pasutri. Dampak negatif ini terkadang tidak terduga dan tidak bisa diterima
baik oleh syari’at, akal, maupun akhlaq.
Wajib
menghindari hal-hal seperti itu, benar-benar berusaha menjaga kehormatan dan
aurat, karena yang demikian merupakan bagian dari iman dan konsistensi dalam menjaga
kesucian dan segala hal yang dicintai Allah subhaanah.
Fatwa
ini ditandatangani oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah Alu Syaikh (ketua),
Syaikh Abdullah bin Ghudayyan (wakil ketua), Syaikh Shalih Al-Fauzan (anggota)
dan Syaikh Bakr Abu Zaid (anggota).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar