Al-Kafaa-ah (الْكَفَاءَةُ) artinya sebanding dan sama. Di antaranya ialah al-kafaa-ah
dalam pernikahan, yaitu suami sebanding dengan wanita dalam hal kedudukannya,
agamanya, nasabnya, rumahnya dan selainnya. [Lisaanul 'Arab, Ibnu Manzhur
(V/3892), Darul Ma'arif.]
Al-kafa-ah menurut syari'at ialah kesetaraan di antara suami isteri untuk
menolak aib dalam perkara-perkara yang khusus, yang menurut ulama-ulama madzhab
Maliki yaitu agama dan keadaan (al-haal), yakni terbebas dari cacat yang
mengharuskan khiyar (pilihan) untuknya. Sedangkan menurut jumhur (mayoritas
ulama) ialah agama, nasab, kemerdekaan dan pekerjaan. Ulama-ulama madzhab
Hanafi dan ulama-ulama madzhab Hanbali menambahkan dengan kekayaan, atau harta.
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: "Penilaian al-kafaa-ah dalam agama
disepakati. Maka pada dasarnya, muslimah tidak halal bagi orang kafir."
[Fat-hul Baari IX/132]
@
Pertama: Ayat-Ayat yang
Menunjukkan Dipertimbangkannya al-Kafaa-ah
1.
Allah Ta'ala berfirman:
وَلَا
تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّىٰ يُؤْمِنَّ ۚ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ
مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ ۗ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّىٰ
يُؤْمِنُوا ۚ
وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ ۗ
أُولَٰئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ ۖ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ
وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ ۖ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ
يَتَذَكَّرُونَ
"Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik,
walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik
(dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguh-nya budak yang
mukmin lebih baik dari orang-orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka
mengajak ke Neraka, sedang Allah mengajak ke Surga dan ampunan dengan izin-Nya.
Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia
supaya mereka mengambil pelajaran." [Al-Baqarah/2: 221]
2.
Dia berfirman:
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ
اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
"Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu." [Al-Hujuraat: 13]
3.
Dia berfirman:
الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ
وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ ۖ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ
لِلطَّيِّبَاتِ
"Wanita-wanita yang tidak baik adalah untuk laki-laki yang tidak baik,
dan laki-laki yang tidak baik adalah untuk wanita-wanita yang tidak baik (pula),
dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang
baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)." [An-Nuur/24: 26].
4.
Dia berfirman:
الزَّانِي
لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا
إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ ۚ وَحُرِّمَ ذَٰلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
"Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang
berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini
melainkan oleh laki-laki yang ber-zina, atau laki-laki musyrik, dan yang
demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin." [An-Nuur/24: 3].
@
Kedua: Hadits-Hadits Mengenai Hal Itu
1.
Apa yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam bab al-Akfaa' fid Diin,
kemudian dia menyebutkan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dari Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ
لأَرْبَعٍ: لِمَالِهَا، وَلِحَسَبِهَا، وَلِجَمَالِهَا، وَلِدِيْنِهَا، فَاظْفَرْ
بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ.
"Wanita dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, keturunannya,
kecantikannya dan agamanya; maka pilihlah yang taat beragama, niscaya engkau
beruntung." [HR. Al-Bukhari (no. 5090) kitab
an-Nikaah]
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata dalam al-Fat-h: "Ini adalah
jawaban yang tegas, jika dasar penilaian tentang al-kafaa-ah dalam nasab
dianggap sah (karena harta dan keturunannya). Al-hasab pada asalnya ialah
kemuliaan ayah dan kaum kerabat... karena kebiasaan mereka jika saling
membanggakan, maka mereka menyebut sifat-sifat mereka dan peninggalan
bapak-bapak mereka serta kaum me-reka." [Fat-hul Baari IX/135]
Dinukil dari al-Qurthubi rahimahullah : "Tidak boleh diduga dari
hadits ini bahwa keempat hal ini difahami sebagai al-kafaa-ah, yakni terbatas
padanya." [Fat-hul Baari IX/136]
2.
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:
إِذَا جَـاءَكُمْ مَنْ
تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوَّجُوْهَ، إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ
فِي اْلأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيْرَ.
"Jika datang kepada kalian orang yang kalian ridhai agama dan
akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika kalian tidak melakukannya, maka akan
terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar." [HR. At-Tirmidzi (no.
3270) kitab at-Tafsiir]
3.
Imam at-Tirmidzi meriwayatkan dari Ibnu 'Umar Radhiyallahu anhuma, ia
mengatakan: "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
يَـا
أَيُّهَا النَّاسُ! إِنَّ اللهَ قَدْ أَذْهَبَ عَنْكُمْ عُبِّيَّةَ
الْجَـاهِلِيَّةِ، وَتَعَاظُمَهَا بِآبَائِهَا، فَالنَّاسُ رَجُلاَنِ: بَرٌّ
تَقِيٌّ كَرِيْمٌ عَلَى اللهِ، وَفَاجِرٌ شَقِيٌّ هَيِّنٌ عَلَى اللهِ، وَالنَّاسُ
بَنُو آدَمَ، وَخَلَقَ اللهُ آدَمَ مِنْ تُرَابٍ، قَالَ اللهُ: ) يَآ
أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ
شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوْا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللهِ أَتْقَاكُمْ
إِنَّ اللهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ (.
'Wahai manusia, sesungguhnya Allah telah menghilangkan dari kalian
kebanggaan Jahiliyyah dan mengagung-agungkan bapak-bapaknya. Manusia itu ada
dua macam, orang yang berbakti, bertakwa lagi mulia di sisi Allah dan orang
yang durhaka, celaka lagi hina di sisi Allah. Manusia adalah anak keturunan
Adam, dan Allah menciptakan Adam dari tanah. Allah berfirman, 'Hai manusia,
sesungguhnya Kami mencipta-kanmu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan men-jadikanmu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi
Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah
Mahamengetahui lagi Mahamengenal,' [Al-Hujuraat/49:
13]."
4.
Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Sahl bin Sa'ad as-Sa'idi Radhiyallahu
anhu, bahwa seseorang lewat di hadapan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka
beliau bertanya: "Apa yang kalian katakan mengenai orang ini?" Mereka
menjawab, "Jika dia meminang pasti lamarannya diterima, jika menjadi
perantara maka perantaraannya diterima, dan jika berkata maka kata-katanya
didengar." Kemudian ia diam. Lalu seseorang dari kaum muslimin yang fakir
melintas, maka beliau bertanya, "Apa yang kalian katakan tentang orang
ini?" Mereka menjawab, "Sudah pasti jika melamar maka lamarannya
ditolak, jika menjadi perantara maka perantaraannya tidak akan diterima, dan
jika berkata maka kata-katanya tidak didengar." Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda, "Orang ini lebih baik daripada seisi bumi
orang seperti tadi." [HR. Al-Bukhari (no. 5091) kitab an-Nikaah, Ibnu
Majah (no. 4120) kitab az-Zuhd]
Menurut ulama, al-kafaa-ah bukan syarat sahnya pernikahan, kecuali seperti
dalam An-Nuur ayat 3. Persoalannya terletak pada kerelaan wanita dan wali
perihal kedudukan, nasab dan harta. demikianlah, wallaahu a'lam.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ditanya tentang seseorang yang menikahkan
keponakan perempuannya dengan anak laki-lakinya, sedangkan si suami ini fasik
yang tidak menunaikan shalat. Mereka menakuti-nakuti wanita ini sehingga dia
mengizinkannya untuk menikah. Mereka mengatakan: "Jika kamu tidak
mengizinkannya, dan jika tidak maka syari'at yang menikahkanmu tanpa memberimu
pilihan." Suami ini sekarang mengambil harta isterinya, dan menghalangi
orang lain menemuinya untuk menyingkap keadannya; seperti ibunya dan selainnya?
Jawaban: Alhamdulillaah, tidak boleh bagi paman atau selainnya dari para
walinya menikahkan wanita yang menjadi perwaliannya tanpa sekufu' jika ia tidak
rela dengan hal itu; berdasarkan kesepakatan para imam. Jika dia melakukan
demikian, dia berhak mendapatkan sangsi syar'i yang membuatnya jera, dan
sejenisnya dari perbuatan semisal itu. Bahkan seandainya ia ridha dengan tanpa
sekufu', maka wali lain selain yang menikahkan boleh membatalkan pernikahan
tersebut. Paman tidak berhak memaksa wanita yang sudah baligh agar menikah
dengan sekufu'; maka bagaimana halnya jika dia memaksanya supaya menikah dengan
orang yang tidak sekufu', bahkan dia tidak menikahkannya kecuali dengan orang
yang diridhai wanita tersebut, berdasarkan kesepakatan umat Islam?
Jika dia mengatakan kepada wanita ini: "Jika kamu tidak mengizinkan;
dan jika tidak, maka syari'at yang menikahkanmu tanpa memberimu pilihan,"
lalu ia mengizinkannya, maka izinnya tidak sah, dan tidak sah pula pernikahan
berdasarkan pemaksaan tersebut. Sebab, syari'at tidak menetapkan selain ayah
dan kakek untuk memaksa gadis kecil menurut kesepakatan para imam. Para ulama hanya
berselisih tentang ayah dan kakek perihal gadis yang sudah besar; sedang
mengenai gadis kecil adalah mutlak. [Majmuu' Fataawaa Ibni Taimiyyah
XXXII/56-57]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar