Dibawah Naungan
Al-Qur’an Dan As-Sunnah
Diantara perkara yang menakjubkan dan
termasuk tanda-tanda sangat besar yang menunjukkan atas kemampuan Allah yang
Maha Berkuasa lagi Maha Mengalahkan[1] adalah enam landasan yang
Allah telah menjelaskannya dengan penjelasan yang sangat jelas[2]
bagi orang awam melebihi apa yang disangka oleh orang-orang yang menyangka,
namun setelah itu salah di dalam memahaminya kebanyakan dari orang-orang cerdik
cendekiawan dan orang-orang yang berakal dari Bani Adam kecuali hanya jumlah
yang sangat sedikit saja.
[1] Allah berfirman:
وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لَا
تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ
إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. janganlah
sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah yang menciptakannya, jika Dia-lah
yang kamu hendak sembah. (QS Fushshilat:37)
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنَّكَ تَرَى الْأَرْضَ خَاشِعَةً فَإِذَا أَنزَلْنَا
عَلَيْهَا الْمَاء اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ إِنَّ الَّذِي أَحْيَاهَا لَمُحْيِي
الْمَوْتَى إِنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Dan di antara
tanda-tanda-Nya (ialah) bahwa kau lihat bumi kering dan gersang, Maka apabila
kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya Tuhan
yang menghidupkannya, Pastilah dapat menghidupkan yang mati. Sesungguhnya dia
Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS Fushshilat:39)
[2] Dari Irbad bin Sariyah berkata:
فَقَالَ الْعِرْبَاضُ صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا فَوَعَظَنَا مَوْعِظَةً
بَلِيغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ فَقَالَ
قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَأَنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَمَاذَا
تَعْهَدُ إِلَيْنَا فَقَالَ أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ
وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي
فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ
الْمَهْدِيِّينَ الرَّا
Rasulullah memberikan mau’idzah
(pengajaran) kepada kami dengan mau’idzah yang membuat bercucuran air mata dan
menggetarkan hati, maka kami berkata: Wahai Rasulullah sesungguhnya ini adalah
mau’idzah perpisahan maka dengan apa engkau berwasiat kepada kami?. Rasulullah
bersabda: “Sesungguhnya aku tinggalkan kepada kalian diatas cahaya putih (yang
sangat jelas dan terang) malamnya bagaikan siangnya, tidaklah orang bergeser
darinya kecuali ia akan binasa. Dan barangsiapa hidup (lama) di antara kamu tentu akan
menyaksikan perselisihan yang banyak. Karena itu, berpegang teguhlah pada
sunnahku dan sunnah khulafa'ur rasyidin al-mahdiyin (yang mendapat petunjuk).
[HR Abu Dawud 4607, Ahmad 127, Ibnu Majah 42-43, Ad-darimy 96, Tirmidzi 2676]
LANDASAN PERTAMA
Mengikhlaskan agama (ibadah) untuk Allah
satu-satunya, yang tiada sekutu bagi-Nya, dan penjelasan lawannya yaitu
menyekutukan (menjadikan tandingan-tandingan bagi) Allah[3]. Serta
mayoritas isi Al-Qur’an menjelaskan landasan ini dari sisi yang beraneka ragam
dengan pembicaraan yang dipahami oleh orang-orang awam yang paling dungu
sekalipun. Kemudian setelah terjadi apa yang terjadi (yakni kesyirikan) yang
menimpa kebanyakan umat ini, syaithan pun menampakan kepada mereka “keikhlasan”
dalam bentuk sikap penghinaan terhadap orang-orang shalih dan pengurangan
terhadap hak-hak mereka[4]. Dan (syaithan) menampakkan kepada mereka
kesyirikan dalam bentuk kecintaan kepada orang-orang shalih dan orang-orang
yang mengikuti mereka[5].
[3] Allah berfirman:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ
حُنَفَاء وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ
الْقَيِّمَةِ
Padahal mereka tidak
disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya
dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus. (QS
Al-Bayyinah:5)
[4]
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam kitabnya Kasyfu-Syubhat:
“Ketahuilah bahwa Allah dengan hikmahnya tidaklah mengutus seorang Nabi dengan
membawa tauhid ini kecuali menjadikan musuh-musuh, sebagaimana firman-Nya:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نِبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الإِنسِ
وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا وَلَوْ
شَاء رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ
Dan Demikianlah kami
jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis)
manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian
yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau
Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, Maka tinggalkanlah
mereka dan apa yang mereka ada-adakan. (QS
Al-An’am:112]
Dan terkadang musuh-musuh tauhid
mempunyai banyak ilmu, kitab-kitab dan hujah-hujah, sebagimana firman-Nya:
فَلَمَّا جَاءتْهُمْ رُسُلُهُم بِالْبَيِّنَاتِ فَرِحُوا بِمَا
عِندَهُم مِّنَ الْعِلْمِ وَحَاقَ بِهِم مَّا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُون
Maka tatkala datang
kepada mereka rasul-rasul (yang diutus kepada) mereka dengan membawa
ketarangan-keterangan, mereka merasa senang dengan pengetahuan yang ada pada
mereka dan mereka dikepung oleh azab Allah yang selalu mereka perolok-olokkan
itu. (QS Al-Mu’min:83)
[5] Allah berfirman:
وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا
سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا
Dan mereka berkata:
"Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan
jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula
suwwa', yaghuts, ya'uq dan nasr". (QS Nuh:23)
Ibnu Abbas berkata: “Ini adalah nama-nama
orang shalih dari kaum Nuh. Tatkala mereka meninggal dunia, syaithan membisikan
kepada kaumnya agar mereka membangun patung-patung ditempat majelis mereka dan
agar patung itu dinamakan sesuai nama-nama orang shalih tersebut. Orang-orang
itupun menuruti dan ketika itu mereka masih belum menyembahnya. Setelah para
pembangun patung-patung itu meninggal dunia dan beralih generasi, patung-patung
itupun disembah.” [HR Bukhari 8/535, Fathul Baari]
LANDASAN KEDUA
Allah memerintahkan untuk bersatu dalam
agama dan melarang dari perpecahan dalam agama[6]. Allah menjelaskan hal ini
dengan penjelasan yang sejelas-jelasnya hingga orang awampun memahaminya. Dan
kita dilarang menjadi seperti orang-orang sebelum kita yang bercerai-berai
sehingga mereka binasa[7]. Dan Allah menyebutkan (dalam Al-Qur’an)
bahwa Dia memerintahkan kaum muslimin utnuk bersatu dalam agama dan melarang
mereka dari perpecahan dalam agama. Dan ditambah lagi kejelasan hal itu dengan
hadits-hadits yang datang dalam As-Sunnah dari hal-hal yang sangat-sangat
menakjubkan tersebut. Kemudian perkara tersebut berubah hingga perpecahan dalam
pokok agama atau cabang-cabangnya dianggap sebagai ilmu dan fiqih dalam agama.
Dan hingga perkara persatuan dalam agama itu seakan-akan tidak ada yang
menyerukannya kecuali orang zindiq atau majnun[8].
[6] Allah berfirman:
وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُواْ
Dan berpeganglah kamu
semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, (QS Ali
Imran:103)
Rasulullah bersabda:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا
“Dan agar kalian
berpegang teguh dengan tali Allah seluruhnya serta tidak berpecah-belah.” [HR Muslim
1715, Al-Muwatha 2/990, Bukhari dalam Adabul Mufrad 442, Ahmad 8334-8718-8788,
Ibnu Hibban 5720 dari Abu Hurairah]
[7] Allah berfirman:
وَلاَ تَكُونُواْ كَالَّذِينَ تَفَرَّقُواْ وَاخْتَلَفُواْ مِن بَعْدِ
مَا جَاءهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُوْلَـئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Dan janganlah kamu
menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang
keterangan yang jelas kepada mereka. mereka Itulah orang-orang yang mendapat
siksa yang berat, (QS Ali Imran: 105)
Allah juga berfirman:
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ
بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَلَوْ آمَنَ
أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُم مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ
وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ لَن يَضُرُّوكُمْ إِلاَّ أَذًى وَإِن يُقَاتِلُوكُمْ يُوَلُّوكُمُ
الأَدُبَارَ ثُمَّ لاَ يُنصَرُونَ ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُواْ إِلاَّ بِحَبْلٍ
مِّنْ اللّهِ وَحَبْلٍ مِّنَ النَّاسِ وَبَآؤُوا بِغَضَبٍ مِّنَ اللّهِ وَضُرِبَتْ
عَلَيْهِمُ الْمَسْكَنَةُ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُواْ يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ
اللّهِ وَيَقْتُلُونَ الأَنبِيَاء بِغَيْرِ حَقٍّ ذَلِكَ بِمَا عَصَوا وَّكَانُواْ
يَعْتَدُونَ
Kamu adalah umat yang
terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah
dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman,
tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan
kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. Mereka sekali-kali tidak akan
dapat membuat mudharat kepada kamu, selain dari gangguan-gangguan celaan saja,
dan jika mereka berperang dengan kamu, Pastilah mereka berbalik melarikan diri
ke belakang (kalah). Kemudian mereka tidak mendapat pertolongan. Mereka
diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang
kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka
kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. yang
demikian itu Karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi
tanpa alasan yang benar. yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan
melampaui batas. (QS Ali Imran: 110-112)
[8]
Rasulullah bersabda:
إِنَّ الْإِسْلَامَ بَدَأَ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ غَرِيبًا كَمَا
بَدَأَ وَهُوَ يَأْرِزُ بَيْنَ الْمَسْجِدَيْنِ كَمَا تَأْرِزُ الْحَيَّةُ فِي
جُحْرِهَا
“Sesungguhnya Islam
datang dalam keadaan asing dan akan kembali asing, ia berlindung diantara dua
masjid sebagaimana seekor ular yang berlindung dalam lubangnya”. [HR muslim
2/76, Syarah An-Nawawi]
Rasulullah juga bersabda:
بَدَأَ
الْإِسْلَامُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ
غَرِيبًا كَمَا بَدَأَ فَطُوبَى
لِلْغُرَبَاءِ
“Sesungguhnya Islam
datang dalam keadaan asing dan akan kembali asing, beruntunglah orang-orang
yang dianggap asing.” [HR Muslm 2/175-176, Syarah An-Nawawi]
LANDASAN KETIGA
Sesungguhnya dari kesempurnaan persatuan
(dalam agama) adalah mendengar dan taat terhadap siapa yang menjadi penguasa
(pemimpin) bagi kita, walaupun dia berasal dari budak Habasyah[9]. Nabi
menjelaskan hal ini dengan penjelasan yang benar-benar melegakan dan tersebar
(merata) melalui berbagai dari berbagai macam bentuk penjelasan, baik
penjelasan secara syar’i atau penjelasan sesuai dengan kejadian yang ada.
Kemudian setelah itu, landasan ini tidak diketahui oleh kebanyakan orang yang
mengaku dirinya punya ilmu, lalu bagaimana mereka akan mengamalkannya?
[9] Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ
الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ
إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ
ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
Hai orang-orang yang
beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu.
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya. (QS An-Nisaa:59)
Rasulullah bersabda: “Wajib atas
kalian untuk taat walaupun yang memerintah kalian adalah budak dari Habasyah.”
Rasulullah bersabda: “Aku wasiatkan
kalian untuk bertaqwa kepada Allah, tetap mendengar dan taat walaupun yang
memimpin kalian adalah seorang budak.” [HR Abu Dawud 4607, Ahmad 127, Ibnu
Majah 42-43, Ad Darimi 96, Tirmidzi 2676]
Rasulullah bersabda:
عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيمَا أَحَبَّ
وَكَرِهَ إِلَّا أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَإِنْ أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا
سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ
“Wajib bagi setiap
muslim untuk mendengar dan taat kepada penguasa dalam hal yang dia sukai atau
yang dia benci, kecuali jika dia diperintahkan bermaksiat kepada Allah, Jika
dia diperintahkan untuk suatu kemaksiatan maka tidak boleh mendengar dan taat
kepadanya.” [HR Bukhari 13/121, Muslim 3/1468]
Rasulullah bersabda: “Akan ada
sepeninggalku nanti para penguasa yang mereka itu tidak berpegang dengan
petunjukku dan tidak mengikuti jalanku, dan akan ada diantara penguasa tersebut
orang-orang yang berhati syaithan dan berjasad manusia.” Hudzaifah berkata,”Apa
yang aku perbuat bila mendapatinya?” Rasulullah bersabda: “Hendaklah engkau
mendengar dan mentaati penguasa tersebut walaupun punggungmu dan hartamu
diambilnya, maka dengarlah dan taatilah dia.” [HR Muslim 1847]
LANDASAN KEEMPAT
Penjelasan tentang ilmu dan ulama,
penjelasan tentang fiqih dan fuqaha (ahli fiqih) serta penjelasan tentang orang
yang serupa dengan mereka tetapi bukan dari mereka. Dan sungguh Allah telah
menjelaskan landasan ini dalam awal surat Al-Baqarah:
يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُواْ نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ
عَلَيْكُمْ
“Hai Bani Israil,
ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu” (QS
Al-Baqarah:40)
Sampai firman-Nya sebelum penyebutan
Ibrahim:
يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ
“Wahai Bani Israil
.....” (QS Al-Baqarah:47)
Dan ditambah lagi
kejelasannya oleh keterangan As-Sunnah tentang hal ini dalan kalam yang sangat
banyak yang jelas bagi orang awam yang sulit memahami sekalipun. Inipun
kemudian menjadi hal yang sangat asing dan akhirnya ilmu dan fiqih dianggap
sebagai bid’ah dan kesesatan, dan yang terbaik menurut mereka yaitu menyamarkan
kebenaran dengan kebathilan. Akhirnya ilmu yang Allah wajibkan kepada
makhluk-Nya dan Allah puji ilmu itu mereka anggap tidak ada yang berucap
dengannya kecuali zindiq dan majnun[10]. Dan akhirnya orang yang
mengingkari ilmu kebenaran, memusuhinya dan menulis tentang ilmu apa saja yang
harus diwaspadai dan dijauhi dari ilmu kebenaran tersebut sebagai orang yang
faqih lagi alim[11].
[10] Allah berfirman:
إِذْ أَرْسَلْنَا إِلَيْهِمُ اثْنَيْنِ فَكَذَّبُوهُمَا فَعَزَّزْنَا
بِثَالِثٍ فَقَالُوا إِنَّا إِلَيْكُم مُّرْسَلُونَ قَالُوا مَا أَنتُمْ إِلاَّ
بَشَرٌ مِّثْلُنَا وَمَا أَنزَلَ الرَّحْمن مِن شَيْءٍ إِنْ أَنتُمْ إِلاَّ
تَكْذِبُونَ
“(yaitu) ketika kami
mengutus kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya;
Kemudian kami kuatkan dengan (utusan) yang ketiga, Maka ketiga utusan itu
berkata: "Sesungguhnya kami adalah orang-orang di utus kepadamu".
Mereka menjawab: "Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami dan Allah
yang Maha Pemurah tidak menurunkan sesuatupun, kamu tidak lain hanyalah
pendusta belaka".” (QS Yasiin:14-15)
[11] Rasulullah bersabda: “Akan datang
suatu masa yang penuh tipu daya, pada masa tersebut orang jujur dianggap
pendusta sedangkan pendusta dianggap orang jujur, orang amanah dianggap
pengkhianat sedangkan pengkhianat dianggap orang amanah. Dan pada saat itu
ar-ruwaibidhah mulai berbicara. Lalu dikatakan: “Apakah ar-ruwaibidhah itu?”
Rasulullah bersabda: “Orang dungu berbicara tentang urusan umat.” [HR Ibnu
Majah 4036, Ahmad 2/291, Hakim 4/456-466,516]
LANDASAN KELIMA
Penjelasan Allah terhadap wali-wali
Allah, membedakan antara mereka dan orang-orang yang menyerupai mereka[12]
dari musuh-musuh Allah dari kalangan orang-orang munafik dan orang-orang fajir.
Cukuplah hal ini dengan ayat dari surat Ali
Imraan, Allah berfirman:
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ
اللّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Katakanlah: "Jika
kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan
mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Ali
Imran:31)
Dan ayat dalam surat Al-Maidah, Allah
berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ مَن يَرْتَدَّ مِنكُمْ عَن دِينِهِ
فَسَوْفَ يَأْتِي اللّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ
“Hai orang-orang yang
beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah
akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun
mencintaiNya...” (QS Al-Maidah:54)
Dan ayat dalam surat Yunus, Allah
berfirman:
أَلا إِنَّ أَوْلِيَاء اللّهِ لاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ
يَحْزَنُونَ الَّذِينَ آمَنُواْ وَكَانُواْ يَتَّقُونَ
“Ingatlah,
Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
tidak (pula) mereka bersedih hati. (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka
selalu bertakwa.” (QS Yunus:62-63)
Kemudian perkaranya
berubah dikalangan orang banyak yang mengaku punya ilmu, dan mengaku bahwa ia
adalah orang-orang yang memberi hidayah kepada makhluk dan menjaga syariat,
mereka menyatakan bahwa wali-wali Allah haruslah orang-orang yang tidak lagi
mengikuti Rasul, barangsiapa yang mengikuti Rasulullah maka bukan termasuk dari
wali-wali Allah. Demikian pula harus orang-orang yang meninggalkan jihad,
barang siapa yang ikut jihad maka bukan termasuk dari mereka. Disamping itu,
juga harus orang yang meninggalkan iman dan takwa, barang siapa yang masih
menjaga keimanan dan ketakwaannya, maka tidak termasuk dari mereka.
Wahai Rabb kami! Kami memohon kepada
Engkau kesehatan dan keselamata, sesungguhnya Engkau Maha Mendengarkan Do’a.
[12] Allah berfirman :
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ اللّهِ أَندَاداً
يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللّهِ وَالَّذِينَ آمَنُواْ أَشَدُّ حُبًّا لِّلّهِ
وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُواْ إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ
لِلّهِ جَمِيعاً وَأَنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ
Dan diantara manusia
ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka
mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. adapun orang-orang yang
beriman amat sangat cintanya kepada Allah. dan jika seandainya orang-orang yang
berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat),
bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat
siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal). (QS Al-Baqarah:165)
LANDASAN KEENAM
Membantah syubhat yang diletakkan oleh
syaithan untuk meninggalkan Al-Qur’an dan As-Sunnah dan supaya mengikuti hawa
nafsu dan berbagai pemikiran dan pendapat berbeda-beda dan beraneka ragam:
Yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah tidak ada yang mengetahuinya kecuali seorang
mujtahid mutlak, sedangkan mujtahid itu adalah seorang yang memiliki sifat
demikian dan demikian, sifat-sifat yang mungkin saja tidak akan dijumpai secara
persis pada Abu Bakar dan Umar. Apabila manusia tidak ada yang seperti itu,
maka berpalinglah dari keduanya (yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah), wajib dan
harus dan tidak boleh diragukan lagi. Dan siapa yang mencari petunjuk dari
keduanya (Al-Qur’an dan As-Sunnah), kalau bukan zindiq maka ia seorang majnun
dikarenakan sangat berat dan sulit memahami keduanya. Subhanallah wa
bihamdih...! Betapa banyak Allah telah terangkan secara syar’i atau keterangan
sesuai kejadian yang ada, ciptaan maupun perintahnya dalam menolak syubhat yang
terlaknat ini dari sisi yang sangat banyak dan bantahan tersebut mencapai
batasan darurat yang sangat umum. Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mau
mengetahuinya:
لَقَدْ حَقَّ الْقَوْلُ عَلَى أَكْثَرِهِمْ فَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ إِنَّا جَعَلْنَا فِي أَعْنَاقِهِمْ أَغْلاَلاً فَهِيَ إِلَى
الأَذْقَانِ فَهُم مُّقْمَحُونَ وَجَعَلْنَا مِن بَيْنِ أَيْدِيهِمْ سَدًّا وَمِنْ خَلْفِهِمْ سَدًّا
فَأَغْشَيْنَاهُمْ فَهُمْ لاَ يُبْصِرُونَ وَسَوَاء عَلَيْهِمْ
أَأَنذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنذِرْهُمْ لاَ يُؤْمِنُونَ إِنَّمَا تُنذِرُ مَنِ
اتَّبَعَ الذِّكْرَ وَخَشِيَ الرَّحْمَن بِالْغَيْبِ فَبَشِّرْهُ بِمَغْفِرَةٍ
وَأَجْرٍ كَرِيمٍ
Sesungguhnya telah
pasti berlaku perkataan (ketentuan Allah) terhadap kebanyakan mereka, kerena
mereka tidak beriman. Sesungguhnya kami telah memasang belenggu dileher mereka,
lalu tangan mereka (diangkat) ke dagu, Maka Karena itu mereka tertengadah. Dan
kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula),
dan kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat Melihat. Sama saja
bagi mereka apakah kamu memberi peringatan kepada mereka ataukah kamu tidak
memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman. Sesungguhnya kamu
Hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan dan
yang takut kepada Tuhan yang Maha Pemurah walaupun dia tidak melihatnya. Maka
berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia. (QS
Yasiin:7-11)
Akhirnya segala puji bagi Allah Rabb
semesta alam. Washallallahu’ala nabiyyina Muhammadin wa alihi wa shahbihi wa
sallama tasliman katsiran ila yaumiddin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar